Secobek Sambal Terasi

155 5 2
                                    

Evan sama sekali bukan homo. Bahkan dia memiliki kriteria sempurna untuk gadis yang akan menjadi belahan hatinya. Seperti yang sedang ia lakukan di kelas pertamanya pagi ini. Melukis gadis impiannya!

            “Kau harus bertubuh tinggi..srek..srek..srek” desisnya sembari membuat sketsa di buku pelajarannya. “Berambut panjang dan hitam… murah senyum… bola mata indah… agak sipit… dan, ini dia! Pakai kaca mata!.. srek srek .. srek…!” Evan dengan asyiknya membuat sketsa gadis pujaan hatinya. Evan termasuk siswa yang pandai melukis, memang. Terutama menggambarkan apa yang sedang ia pikirkan.

“Simpan gambarmu, dan keluar!”

Teriakan itu melumpuhkan jantung Evan. Pak Anton, guru biologi yang terkenal killer itu memergoki Evan yang sedang berfantasi dengan gambarnya. Hasilnya, terusirlah sang pelukis itu dari kelas pertamanya. Mendapat hukuman untuk pertama kalinya pula. Menghormat bendera di lapangan upacara sampai selesai pelajaran Biologi.

“Cepat keluar! Bapak tahu kamu tidak suka dengan pelajaran Biologi!”

Secepat kilat Evan keluar dari kelas. Bukan karena ia tidak suka pelajaran biologi ataupun tidak berani menjawab, tapi karena apapun kata yang diucapkannya nanti tidak akan berpengaruh pada hukuman itu. Pak Anton, sekali No tetap No! (Hidup pak Anton! Lho? ) Evan mencoba untuk tetap tenang dan bersiap menahan malu ketika nanti kelas XE kumpul di lapangan upacara untuk melakukan pemanasan pada pelajaran olah raga. Adiknya ada di kelas itu.

Dan benar, belum sempat Evan menata risau hatinya sekumpulan anak kelas XE sudah bergerombol menuju lapangan upacara. “Damn it!” Ketus Evan.

“Eh? Pagi kak Evan. Mau ikut olahraga juga? hihihi”

“Pagi adikku yang cakep, haha enggak. Mau menunjukkan kecintaan kakak kepada merah putih itu.” kata Evan sambil menunjuk ke arah bendera merah putih itu. “Waaah, dihukum ya Kak? Kasiann.. yaudah selamat menjalankan hukuman  Kak Evan. Saya mau olah raga dulu” Ria pergi melanjutkan lari pemanasannya. “Dasar adikku crewet!” Gerutu Evan.

“Mari kak …” dengan senyum ramah teman Ria yang satunya menganggukkan kepala ke Evan. Evan terkejut dengan wajah itu. Wajah itu, sepertinya tidak asing lagi bagi Evan. Ya, kulit putih, rambut hitam panjang lurus, mata agak sipit dan memakai kaca mata, ditambah senyum yang menduhkan. Rasanya, Evan benar benar hafal dengan karakter ini. Tapi, kenapa dia baru menyadari hal ini ? Evan tak menjawab, malah bengong dan ‘kagum’ dengan teman adikinya yang satu ini.

“Evaann!! Hormat!” sementara pak Anton membuyarkan lamunannya. Sesigap TNI, Evan langsung mengambil posisi hormat kepada Sang Merah Putih.

“Renungi!”

Evan menundukkan kepalanya, tapi tidak sedang merenungi kelakuannya seperti pak Anton suruh. Evan malah mengintip teman Ria yang sedang bercanda melakukan pemanasan sebelum pelajaran Olah Raga di mulai.

“Siapa gadis ini? Dia sangat …..”

“Evan!!” Pak Anton berteriak lagi karena melihat Evan tengah memandangi anak anak kelas X yang sedang melakukan pemanasan.

“Sempurnaa!!” Sementara Evan berteriak tak terkendali. Bermaksud melanjutkan spekulasi tentang adik kelasnya yang baru hari ini Evan melihatnya.

“Apanya yang sempurna?” Tanya Pak Anton.

Baru sadar Evan telah keceplosan, kini Evan mati kutu. Melihat Evan begitu, kelas X hanya bisa menertawakan kakak kelasnya yang sedang di hukum itu. “Sabar yaa kak Evan! Weeek…” Ria mulai menabuh genderang untuk perang dengan Evan.

“Weekkk!!” Evan hanya bisa membalas sebatas itu.

“Ehh.. Ria, kasian kakakmu tauk!”

“Biarin aja, Bella. Dia tegar kok.” Ria terkekeh menenangkan Bella yang seakan merasa kasian melihat Evan diejek sama Ria, adiknya. Sesekali Evan menatap mata Bella, dan ketika mata itu bertemu, Kemudian, mereka saling melambai, saling mengirim senyuman paling manis dan jika udara mampu berbicara pasti ia akan berteriak tentang sinyal sinyal cinta yang mengusik dirinya di antara Evan dan Bella. Sesuatu telah terjadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 25, 2012 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Secobek Sambal TerasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang