sembilanbelas

602 57 2
                                    

"Hai." Dira nyamperin Laura yang malam itu bikin telur mata sapi didapur.

Laura langsung berubah dingin liat perempuan yang ada didepannya. Jelas Laura tau siapa Dia.

"Hm."

"Gue Dira, lo pasti tau gue. Gue tau lo pasti benci banget sama gue, tapi ini malem terakhir gue di Indo.

Lo mau ngopi bareng gue?" Tanyanya hati-hati.

Laura ngangguk. "Iya, tapi gue aja yang ngopi lo jangan. Tunggu didepan gue bikinin."

Dira mengiyakan, dia udah bisa nebak bahwa Laura emang sebaik itu. Dia emang punya pembawaan yang dingin dan angkuh tapi gak bisa nutupin bahwa dia adalah perempuan penuh kasih sayang dan super perhatian. Dira sempet ngerasa nyesel dan malu, karena berpikir untuk ngambil Sehan dari Laura.

Selesai dengan kopinya Laura duduk diteras disamping Dira yang dia bawain susu.

"Thanks." Ucap Dira.

Laura cuma bergumam seadanya aja. "Lo mau ngomong sesuatukan?"

"Soal masalah yang gue timbulkan beberapa waktu belakangan. Gue minta maaf.. Sehan gak salah, dia emang sebaik itu Ra."

"Ck. Gue tau, gak usah lo jelasin juga gue tau sebaik apa cowok gue." Katanya dengan ketus.

Dira cuma ketawa liat sikap perempuan disampingnya. Dia tau, kali ini Sehan gak salah jatuhin hatinya. Laura adalah orang yang tepat untuk Sehan. Begitu pikirnya.
Ibu hamil yang super cantik itu minum susunya, dan senyum lega. Seengaknya dia gak jadi ngerusak hidup Sehan untuk yang kedua kalinya.

"Kenapa lo gak minta bapak dari anak lo tanggung jawab?" Tanya Laura tiba-tiba.

Mati-matian dia merutuk didalem hati, kenapa kok bisa-bisanya di kepo banget sama urusan orang! Hih.

"Dia bukan tipe marriage person. Orangnya bebas, guenya aja yang terlalu bodoh dan dibutakan sama cinta." Dira senyum miris, dia mikir dia emang sebodoh itu.

Laura sebenernya pengen ngomong panjang lebar, tapi ya setelah dipikir lagi mau ngapain? Toh banyak bicara sama Dira gak akan bikin kehidupan perempuan itu berubah.

"Gue udah maafin lo, dan Sehan. Gue mungkin bakal dihujat sama kakak gue karena mengampuni kesalahan fatal yang Sehan lakuin ke gue. Tapi lebih dari pada itu, gue sangat takut menjalani hidup tanpa Sehan didalamnya."

Dira ngangguk, "Thanks.. gue gak akan ganggu hubungan lo sama Sehan. Mungkin setelah ini kita gak akan ketemu dalam waktu yang lama, tapi gue harap ini bukan akhir yang buruk untuk kita bertiga."

"No, of course. We can be friend. Meskipun sekarang gue masih muak sama lo dan kesel sama Sehan. Tapi mengingat lo salah satu orang yang berharga untuk dia bikin gue sadar bahwa gue juga harus bisa menerima kehadiran lo."

Lagi-lagi Dira tersenyum, dia bener-bener lega sekarang karena Sehan udah nemuin perempuan yang tepat meskipun agak galak.

"Mending lu Istirahat deh besok kan lu bakalan flight pagi, habisin deh tuh susunya."

Terus gitu aja, hubungan Laura Sehan sama Dira jadi membaik bahkan paginya Laura ikut nganterin Dira ke bandara dan langsung ke rumah sakit untuk jadwal kemo Jeno selanjutnya.

Soal penyakit Jeno, dia beneran survive banget sekarang dan sel kankernya bisa jinak, kondisi kesehatannya jauh lebih baik.

"Nanti aku jemput." Kata Sehan pas Laura mau turun dari mobilnya. Perempuan itu cuma ngangguk dan refleks merem waktu Sehan kecup keningnya.

Sampe didalam ruangannya Arjeno, Laura langsung sapa pemuda itu dan ngasih wejangan gak pentingnya tentang seberapa penting Jeno harus bertahan dan sembuh.

"Lo dengerin gue gak sih No?" Laura manyun.

Jeno otomatis ketawa dan matanya nyisa segaris doang. "Iyaaa denger bawel."

"Yaudah ayok kita ke ruangan kemo. Lo juga pasti kepo kemarin kenapa gue balik duluan dari villa nanti gue ceritain!"

Arjeno ngangguk aja. Dia perlahan udah nerima kenyataan kalo emang waktunya sama Laura udah habis dan sekarang dia harus paham kalo batasan dia dan Laura cuma sebagai teman baik.

Arjeno juga gak akan neko-neko, Laura masih mau stay around aja udah bersyukur banget mengingat seberapa parah luka yang dia kasih untuk Laura dulu.

"Kemajuannya bagus banget, setelah ini sel kanker yang ada ditubuh kamu bisa sepenuhnya kita kendalikan meskipun kamu harus tetep berjuang sama obat-obatan. But it's okay right?"

Arjeno senyum lega, begitupun Laura. Mereka yakin kalo Jeno bisa sembuh dan sehat lagi kaya biasanya. Apalagi sekarang Jeno udah bisa makan dan tidur dengan normal dan semua berkat kembalinya Laura dihidup Jeno. Sesederhana itu.

Kadang, tanpa kita sadari kita adalah alasan seseorang bertahan untuk melanjutkan hidupnya entah itu masuk akal atau nggak, tapi kalau sekali aja ada pikiran untuk nyerah setidaknya kalian inget kalo senyum kalian, semangat kalian bisa jadi booster energy untuk orang lain.

Makanya pas lagi ngerasa capek dan sumpek sama keadaan Laura selalu inget orang-orang yang butuh dia. Laura selalu yakinin dirinya sendiri kalo dia baik-baik aja dan akan selalu bahagia.

Karena kenyataannya, Laura memang sepenting itu untuk mereka yang cinta sama dia.

My SanityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang