30 September 2012
Tiba tiba senyumku mengembang begitu membaca kembali beberapa pesan yang masuk di inbox-ku. Sebulan lebih beberapa hari. Entah magnet apa yang mampu menarikku ke dalam setiap respon yang kamu kirimkan ke inbox-ku, aku tak tahu. Hingga semakin lama, aku benar benar tertarik menanggapi semua cerita yang kamu sampaikan padaku, tentang kekasih yang menyakitimu. Haha. Waktu itu aku tak habis pikir tentang sikap kekasihmu yang se-begitu teganya menyakiti perasaanmu.
Lalu aku mencoba membuatmu merasa ‘baikan’. Aku berusaha membesarkan hatimu dan mencoba lebih mengerti akan sikap yang kekasihmu tunjukkan padamu. Entah solusiku berhasil kau terapkan atau ia masih menjadi catatan di inbox-mu sebagai solusi dari orang yang berlagak bijaksaba ini. Hingga tiba waktu yang mengecoh pikiranku, kau katakan padaku bahwa kamu yang ini bukanlah kamu yang sebenarnya. Rupanya itu memang bukan kamu, karena kamu tunjukkan dirimu yang sebenarnya di akun yang lain. Aku suka kata-katamu ..”gag mau kenal sama orang berawl dari sebuah kebohongan”. Dan, tahulah aku siapa kamu setelah berhasil menggerogoti rasa penasaranku tentang tingkah unikmu. Tapi siapapun kamu, aku merasa nyaman berbincang denganmu. Banyak hal yang kita bicarakan yang tentunya tidak lepas dari proses saling mengenal antara kita.
Dan kemudian diam-diam aku mulai tertarik denganmu meski sejujurnya kita belum pernah saling bertemu. Apa kamu tahu sensasi seperti apa yang aku rasakan ketika mengobrol denganmu lewat kemayaan itu ? Rasanya aku benar-benar sedang duduk berdua denganmu. Hahaha (ini ketawa bahagia lho). Namun, kadang aku kembali berfikir tentang beberapa hal yang menggangguku. Status ‘berpacaran’-mu itu. Hahaha (nah kalo ini ketawa kecewa). Well, aku mencoba mengendalikan perasaanku tentangmu.
Tentang kenapa aku sering merayumu tidak perlu aku jelaskan. Pada dasarnya aku hanya ingin membuatmu bahagia berteman denganku. Aku juga ingin terlihat baik dan romantis di hatimu. sama sekali aku tak berniat merebut hatimu. tidak. aku hanya ingin membuatmu tertawa ditengah suntuknya diabaikan kekasihmu (katamu). Namun lama kelamaan aku menjadi tidak terkendali. Aku selalu menunggu warna hijau itu menyala disamping namamu. lalu aku menyapa, dan waktu terasa berlalu dengan sangat nyaman karena semburat senyum yang sering mengembang tanpa sadar. Seiring dengan nada yang sesekali memanggil, kemudian tiba-tiba warna hijau-nya mati. Ya, keadaan seperti itulah yang sedikit demi sedikit menumbuhkan rasa rindu padamu. Aku selalu merasa rindu bahkan sejak obrolan kita berakhir dengan ucapan “selamat tidur”. Atau lebih menyiksa ketika tanpa kabar warna-mu hilang, hijaumu menghilang. Tapi apapun itu, aku menikmati suasana itu. Suasana ketika kita baru saja mengobrol dan PC-mu mati. Lagi. berulang-ulang.
60 Hari melalui masa-masa itu bersamamu, aku masih tidak mengerti apakah perasaan rinduku ini sama seperti perasaan rindunya romeo kepada juliet? Apakah perasaan ‘tertarik’ ini sama dengan perasaan yang mengikat antara rama dengan shinta? Aku tidak menemukan jawaban sampai aku berfikir bahwa aku menjadi jahat jika merengkuh cintaini dan menyatakan padamu. Aku berulang kali mencoba berfikir bahwa ini hanya perasaan sesaatku lantaran seringnya kita saling merayu. Atau mungkin ini hanya perasaan biasa yang tumbuh karena kekosongan ruang cinta dari seorang gadis di hatiku. Karena bagaimanapun aku akan sangat bersalah jika berusaha merebuit hatimu dari kekasihmu. Perasaan gila ini benar benar ingin aku hindari. Aku tidak mau mengusik cintamu padanya ataupun cintanya padamu. Hahaha.
Kemudian beberapa hari yang lalu aku merasa membuatmu tidak nyaman dengan pernyataanku. Maaf aku menyukaimu. Dan sejak itu, perlahan rapuh sendi sendi sapamu. sapaku. kemudian suasana bertolak belakang. Kamu menjadi sangat diam. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku tak bisa mengotak atik hatimu, aku tak bisa menebak hatimu dan aku memang tak bisa menyentuh hatimu, bahkan ragamupun aku tak bisa. Aku yang salah karena aku tak bisa mengendalikan emosi cinta yang mungkin sempat menghinggapiku. Tapi jika karena perasaan ini menjauhkan jarak hati, aku benar benar tidak tahu harus bagaimana agar kamu mengerti.
Jangan diam seperti itu.
Magelang, 1 Desember 2012
El-Fin Rizal