s.Han-asta-kara

50 7 13
                                    

"SHANKARA SAKTIKA!" bentak lelaki yang sudah berusia kepala empat itu siap menampar anak semata wayangnya. Namun, segera ditahan oleh dirinya sendiri.

"APA?! TAMPAR SAJA KALAU PAPAH BERANI!" teriak Shankara.

Perempuan paruh baya keluar dari kamar tidurnya. "Kenapa kalian terus bertengkar?!" keluhnya.

Shankara langsung mengambil jaket dan helmnya kemudian pergi keluar, sedangkan ayahnya pergi masuk ke ruang kerja, tinggal ibunya sendiri yang merasa sesak karena lelah. Dirinya sudah lelah, karena hampir setiap hari mendengar suami dan anaknya bertengkar dengan masalah yang sama.

Perjodohan.

"Aku hanya berdoa pada-Nya. Jika memang perempuan itu jodoh anakku, semoga ketika mereka bertemu, anakku langsung jatuh hati padanya," doa sang Ibu.

Di tempat lain, seorang perempuan menatap langit malam yang menangis. Dia diam di bawah pohon beringin besar, duduk sendiri di kursi taman tanpa payung atau jas hujan. Hanya beberapa orang—yang tak ada kerjaan—yang sadar akan keberadaannya saat itu.

Dia menadahkan tangan kanannya dan merasakan setiap tetesan hujan yang menyentuh telapak tangannya. "Entah mengapa, tiba-tiba aku merasa sedih bercampur kesal," gumamnya.

ZRAAASSSS!

Seorang pengendara motor melewat depan perempuan itu dengan sangat kencang sampai genangan air yang mengalir di tanah menyiprat padanya.

Perempuan itu hanya menatap kosong, rasanya sangat kesal namun dia tidak mau membuang-buang tenaganya untuk memarahi orang tersebut.

Pengendara motor yang sudah melaju kencang di depan perempuan tadi sadar kalau dia telah melakukan kesalahan, dia pun kembali menghampiri perempuan itu. Lalu memarkirkan motornya dekat kursi taman. "Hey, aku minta maaf!" ucapnya sambil melepas helm.

Perempuan itu hanya melirik.

Melihat perempuan itu hanya melirik padanya tanpa mengatakan satu patah kata pun, pengendara motor tersebut kesal dan hendak pergi meninggalkan perempuan tersebut.

"Shankara Saktika," panggil perempuan itu pada pengendara motor yang tadi sempat meminta maaf padanya.

Pengendara motor tersebut terhenti langkahnya. "Kau tahu namaku?"

"Apa kamu tidak mengenal wajahku?" tanya perempuan itu sambil melihat ke arah Shankara.

"Siapa?"

"Hanasta Danurdara," jawab perempuan itu singkat.

Ternyata dia! Orang yang Papah jodohkan denganku!

"Apa kamu sedang merasa kesal?" tanyanya lagi tanpa ekspresi.

Shankara kembali menghampiri perempuan yang bernama Hanasta itu dan duduk di sebelahnya. Dia menyilangkan kedua tangannya dan mulai bertanya dengan wajah yang kecut. "Apa yang sudah kamu lakukan pada Papahku sampai dia memaksaku untuk menikah denganmu?!"

"Kamu pikir aku mau dijodohkan dengan lelaki sepertimu?"

Shankara terdiam mendengar ucapan Hanasta. Dia membuka tangannya yang menyilang dan menggenggam udara dengan lengannya karena kesal.

Tadi di rumah sudah dibuat kesal oleh Papah, sekarang dibuat kesal oleh orang yang akan dijodohkan denganku! Bisa-bisa aku meledak di sini!

"Jangan terus merasa kesal ataupun sedih, karena akupun akan ikut merasakannya. Itu sangat menggangu mood-ku," ucap Hanasta masih dengan raut wajah yang datar.

"Apa maksudmu?"

"Pernahkah kamu tiba-tiba merasa sedih atau marah, padahal saat itu tidak ada yang membuatmu sedih atau marah?" tanya Hanasta pada Shankara.

s.Han-asta-karaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang