Bab 6

17 5 0
                                    

Holaaa... ketemu lagi sama cerita Arlian dan Dafiandraaa..

Selamat membaca ❤❤

"Ara-nya kakak udah dewasa, udah jadi dokter dan---"

"Dan Ara-nya kakak masih orang yang sama."

***

Dafiandra terdiam saat mendengar kalimat dari gadis itu, namun kemudian dia tersenyum.

"Ya. Ara-nya kakak memang masih sama," ia menghela napas "maafin kakak ya, Ra?"

"Maaf kenapa?"

"Karena baru bisa nemuin kamu di waktu yang salah," jawab Dafiandra dengan nada lirih penuh penyesalan "Kakak pulang dulu, Ra."

Arlian terdiam menatap kaca jendela ruang prakteknya. Pagi pertama bulan Desember disambut dengan cuaca mendung dan rintik hujan. Ia sampai di rumah sakit setengah jam lebih awal dari jadwal prakteknya, melewatkan sarapan dan hanya mengisi perut dengan secangkir coklat hangat dalam genggamannya kini.

"Lo tumben dateng pagi banget, Ra?"

"Biar lo bisa cepet pulang."

"Lo udah sarapan?" Nasya menghembuskan napas kasar saat tak mendapatkan jawaban dari temannya itu "kita ke kantin sekarang, mumpung kantin belum rame jam segini." Putus gadis itu sembari menarik tangan Arlian dan menaruh cangkir coklat ke atas nakas dekat jendela.

Arlian menatap semangkuk soto dengam ayam suwir bertabur koya didepannya tanpa minat. Ia tidak lapar. Pikirannya terganggu dengan perkataan Dafiandra tadi malam. Pria yang sudah meninggalkannya selama 7 tahun kini kembali lagi. Ia senang, namun ucapan pria itu membuatnya berpikir keras tanpa henti.

"Karena baru bisa nemuin kamu di waktu yang salah," gadis itu tak mengerti kenapa Dafiandra mengatakannya, apa maksud dari perkataan pria itu?

Drtt.. drtt..

Kak Fian
Dimana?

Gadis itu tersenyum. Pesan singkat yang baru saja masuk dari pria yang sudah mengganggu pikirannya sepagi ini berhasil menarik fokusnya dari ruang gelap berlabel "bingung".

Di rumah sakit

Sepagi ini?

Iya

Udah sarapan?

Ini lagi sarapan, kakak udah ke kantor?

Belum. Baru mau berangkat

Hati-hati dijalan

Kamu juga hati-hati

Kan aku udah sampe rumah sakit

Hati-hati jaga hati

Balasan Dafiandra membuat Arlian tertawa tak jelas, gadis itu bahkan tak sadar bahwa ia sedang tak sendiri. Nasya menyipitkan matanya menatap Arlian yang tertawa tak jelas, gadis itu penasaran tentang siapa yang berhasil membuat Arlian seperti ini.

"Lo kenapa?"

Arlian mengerjap dan seketika menghentikan tawanya.

"Nggak."

"Lo punya pacar?"

"Nggak."

"Lo punya gebetan?"

"Nggak."

"Jangan bohong. Arlian nggak mungkin bisa ketawa nggak jelas kayak tadi."

"Nggak ada, Na."

Nasya menghela napas, ia tau bagaimana tertutupnya Arlian bahkan setelah mereka mengenal cukup lama. Arlian tak akan membuka suara tanpa dia menginginkannya, bahkan dengan seribu paksaan jika gadis itu tak mau maka tak satupun kata keluar dari mulut gadis itu. Arlian terlihat ceria, sombong, cuek dan misterius disaat yang bersamaan. Nasya bahkan tak tau tempat tinggal gadis itu, tak tau asal gadis itu dan masih banyak hal lainnya yang tak diketahui banyak orang mengenai seorang Arlian.

Revano menghentikan langkahnya saat melihat Arlian yang terlihat menikmati makanannya. Pria itu tersenyum gemas. Ia kemudian melanjutkan langkahnya ke arah gadis itu sambil membawa nampan berisi nasi goreng ayam dan segelas teh manis hangat.

"Hai ladies...," sapa Revano "boleh duduk?"

"Boleh, dok. Dokter shift malam lagi?"

"Iya. Bantuin Dokter Hermawan operasi semalem. Baru kelar, laper banget." Jelas pria itu sambil menyantap makanannya dan sesekali melirik ke arah Arlian "Dokter Arlian shift malam juga?"

"Nggak. Saya shift pagi, dok."

"Kok udah dateng?"

"Biar cepet naik pangkat kali, dok." Sahut Nasya yang langsung dihadiahi delikan tajam dari Arlian dan tawa keras dari Revano.

"Kalo gue naik pangkat...," Arlian menghentikan kalimatnya sejenak "lo langsung gue pecat." lanjutnya sarkas.

Revano kembali tertawa melihat interaksi dua orang dokter satu bagian itu. Ia menyukai bagaimana sikap cuek Arlian, menyukai ekspresi gadis itu saat marah, kesal dan semua hal tentang gadis itu. 

Nasya menatap Arlian yang sedang memasukkan ponsel, stetoskop dan beberapa barang lainnya kedalam tas gadis itu. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, harusnya Arlian sudah kembali sejak beberapa jam yang lalu, namun karena Nasya yang datang terlambat dan temannya satu itu meminta bantuan Arlian untuk menggatikan drinya selama beberapa jam maka jadilah ia pulang terlambat. 

Sebelum menutup tasnya, Arlian kembali mengabil ponsel untuk melihat apakah terdapat notifikasi pesan atau tidak, namun ternyata kosong. Pria itu bahkan tidak menghubunginya lagi selain tadi pagi.

"Na...," panggilnya.

"Kenapa?"

"Kalo cowok bilang maaf baru nemuin di waktu yang salah...," ia menjeda kalimatnya sejenak "itu artinya apa?"

"Artinya dia atau lo udah punya yang lain saat kalian ketemu," jawab Nasya dengan santai masih fokus pada layar ponselnya, gadis itu tak menyadari perubahan ekspresi yang terjadi pada Arlian.

.

.

.

TBC

.

Terima kasih sudah membaca, jangan lupa tinggalkan jejak biar nggak jadi reader ghaib guyss..

See you next part...❤❤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 10, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Later [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang