Teka-teki

17 0 0
                                    

Terkadang aku melihat harapan berpijar terang diantara kedua mata kita yang kerap kali tanpa sengaja berserobok diantara lampu-lampu kota dan asap dari tungku penjual sate keliling. Tidak ada kepastian apakah hal itu benar adanya sekalipun  genggaman tanganmu yang hangat.

Lampu jalan yang terkantuk-kantuk berusaha keras menerangi jalan yang kita lewati bersama, ocehan-ocehanmu tentang ini dan itu selalu jadi bagian paling aku suka, walau terkadang kamu cemberut karena aku tidak terlalu mengerti apa yang kamu bicarakan. Perihal pegunungan, kompas, dan arah awan menjadi hal yang sering kamu bicarakan, aku mendengarkan dengan seksama setiap kata yang kamu keluarkan, pada akhirnya aku cukup tertarik untuk meninggalkan kuas dan kanvasku untuk menjelajah ke semestamu yang jauh berbeda dengan semestaku. 

Ternyata semestamu tidak cukup ramah untukku yang selalu mengaduh lirih

Beberapa bagian diriku menolak masuk ke dalam sana, ketakutan dan larangan yang mengendap tak bisa begitu saja aku lawan, pada akhirnya aku biarkan kamu mulai sibuk dengan semua hal yang ada padamu dan aku menyibukkan diri untuk menunggumu. 

Aku mulai kehilangan nalar dan berpikir awut-awutan saat ku menyadari begitu banyak hal pada semestamu yang luas dan riuh, berbanding terbalik dengan semestaku yang monoton, hanya bergerak seputar merindukanmu dan memikirkanmu. Waktu tidak pernah membiarkan kita berlari sendiri menghadapi hari demi hari, namun waktu bukan juga penentu kapan keasingan ini akas segera berakhir dan membuka pintu bagiku.

Mendadak aroma hujan mencuat dalam kamarku menumbuhkan kekhawatiran yang tiada habisnya begitu aku tahu secuil pun aku tidak bisa mengenali semestamu, harapan bahwa akulah bunga disavana luas hatimu semakin terkikis bersama gerimis yang turun melalui ekor mata.

Berpikir bahwa aku satu-satunya adalah tindakan bodoh yang belakangan aku lakukan, terlalu naif untuk berkata bahwa aku tidak melihat begitu banyak bunga bermekaran pada semestamu dan ekspetasi membawaku sampai pada puncak kecewa tertinggi.

***

Beberapa kali aku ingin lari darimu dan keluar dari lingkaran yang membuatku mearasa begitu lemah, tulang-tulang dalam tubuhku terasa layu untuk kembali berlari mengejar harapan yang dulu jadi tonggak perjalanan ini. Hidup berjalan tanpa henti, tak peduli kamu bersedih atau bahagia.

Aku sudah menjadi pribadi yang apatis tak lagi peduli apakah kamu memandangku seperti aku memandangmu sebagai hal yang istimewa, aku tetap ada di sini, mencoba memecahkan semua pertanyaanku tentangmu, apa warna kesukaanmu? Film favoritmu? Lagu kesukaanmu? Bagaimana perasaanmu padaku?

Kamu adalah teka-teki yang selalu ingin aku pecahkan sedang hatimu adalah satu dari banyak bagian dirimu yang selalu ingin aku miliki.

Kini perjalananku adalah untuk mencari jawaban tentang bagaimana karang kokoh yang menutup hatiku mampu terkikis hanya karena pandangan manis darimu, siapa sebenarnya kamu? Apakah kamu wahyu yang dikirim Tuhan untukku?

Sebuah Naskah Berjudul PupusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang