Kisah ini bermula dari belasan tahun silam. Di mana terdapat sebuah keluarga kecil yang sedang dilingkupi kebahagiaan atas kelahiran putra kembar mereka.
Aksara dan Ananda.
Awalnya, kehidupan keluarga kecil itu baik-baik saja, namun seiring berjalannya waktu perlahan perubahan pun terjadi.
Nanda, yang sejak lahir sudah mengalami banyak perbedaan membuat ayah dan mama selalu mengutamakanya dalam banyak hal, hingga tanpa disadari telah mengesampingkan sosok Aksa begitu saja. Sementara Aksa yang belum mengerti apa-apa, hanya bisa mengangguk patuh saat ayah atau mama memberikan banyak petuah serta peringatan-peringatan menyangkut Nanda.
Seperti...
"Aksa, Mama minta maaf karena nggak bisa nemenin Aksa tiap hari. Mama harus jaga Nanda supaya nggak sakit. Mama harap Aksa nggak marah dan nggak benci Nanda. Mama sayang Aksa, tapi buat sekarang Nanda butuh Mama buat selalu jagain dia."
"Aksa boleh kalau mau ajak Nanda main, tapi jangan sering-sering, ya. Nanti Nanda sakit. Dan Ayah minta tolong, saat besar nanti Aksa bisa bantu Ayah dan mama buat jaga Aksa. Kan, Aksa kakak Nanda, jadi harus siap melindungi Nanda dari hal-hal buruk."
Setidaknya itulah yang ayah dan mama katakan. Kendati usia Aksa masih 5 tahun, tidak ada kalimat protes darinya, anak itu hanya mengangguk patuh tanpa banyak bertanya perihal berbedanya perlakuan ayah dan mama antara dirinya dan Nanda.
Dibanding bertanya apalgi menyerukan protes, Aksa memilih diam. Sikap demikian nyatanya sudah melekat dalam diri Aksa sejak kecil. di usianya yang terbilang masih sangat dini, Aksa terlampau lihai memendam segala yang ia rasakan seorang diri.
Aksa itu jarang menangis dan marah, tapi di saat bersamaan ia juga jarang sekali tersenyum apalagi tertawa. Aksa tipikal anak pendiam yang tidak banyak menutut, hal sangat jarang dilakukan oleh anak balita pada umumnya.
Sampai pada 2 tahun berikutnya, tidak ada perubahan yang berarti dalam hidup Aksa, kecuali kesendiriannya yang kian menjadi. Ayah dan mama yang semakin intens memperhatikan Nand hingga perlahan namun pasti, Aksa pun merasa keberadaannya mulai terasingkan.
Dari hal kecil saja, saat sarapan pagi Aksa lebih sering ditemani bibi, berangkat-pulang sekolah diantar serta dijemput supir ayah dan ketika sampai rumah pun tidak disambut hangat oleh ayah juga mama.
Apakah Aksa bersedih? Tentu saja. Dusta jika Aksa baik-baik saja ketika masa pertumbuhannya ditemani oleh rasa sepi. Karena sejatinya, anak seusia Aksa masih sangat membutuhkan peran kedua orangtua. Tapi apa? Hari-hari Aksa justru ia habiskan dengan kesendirian. Selain itu juga, eksistensinya bertemu dengan Nanda pun menjadi jarang. Nanda lebih sering tinggal di rumah sakit, dan karena itulah lantas membuat mama lebih banyak menghabiskan waktunya bersama Nanda daripada Aksa.
Sebenarnya Aksa tidak benar-benar ditinggal seorang diri, terkadang, ayah masih sempat menemani, mengajaknya bermain, namun jika tiba-tiba mama menelpon dan mengatakan bahwa terjadi sesuatu pada Nanda, maka ayah akan segera menyusul mama ke rumah sakit, lantas meninggalkan Aksa dalam kesendiriannya lagi.
Cukup lama Aksa diperlakukan secara berbeda oleh ayah-mama, dan selama itu pula Aksa memilih diam seribu bahasa, memendam segala hal yang tak semestinya ia rasakan seorang diri.
Sampai akhirnya, apa yang Aksa alami diketahui oleh oma. Ibu dari ayah. Oma yang mengetahui jika salah satu cucunya diperlakukan tidak adil, marah besar. Tak habis pikir jika anak tunggal dan menantu kesayangannya berbuat kejam pada anak anak mereka sendiri. Maka dari itu, tanpa pikir Panjang, oma segera mengambil hak asuh Aksa tanpa meminta persetujuan dari ayah dan mama.
Sempat terjadi percekcokan, tapi pada akhirnya tidak ada yang mampu menentang keputusan oma sekalipun opa yang kala itu sudah turan tangan untuk mengambil jalan tengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay But Not To Be Okay
Teen FictionAda banyak hal yang belum Aksa ketahui, bahkan tentang Nanda sebagai sosok yang pernah berbagi rahim dengannya. Start. 06.04.21