Prolog

17 4 0
                                    

[Dia Kembali ...]

.

Berdiam diri di kosen jendela pada malam hari membuat rambut-rambut halus itu terus meremang. Dengan ditemani earphone lama yang masih terjaga, Raynand menatap rerumputan kering di seberang jalan.

Dalam keheningan, sesekali dia melirik bangunan tua yang telah terbengkalai beberapa bulan lalu dan dipenuhi semak belukar.

Disaat dirinya tengah mengamati bangunan tua, sebuah bayangan hitam tiba-tiba berdiri di depan bangunan itu menghadap tepat ke arahnya. Dengan cepat Raynand meraih senter yang tersimpan di dalam laci. Namun, bayangan hitam yang dia rasa bayangan seseorang, tidak lagi terlihat saat cahaya senter mengarah ke bangunan itu.

Tidak tinggal diam, tangannya terus mengarahkan lampu senter ke sekitar bangunan, hanya untuk memastikan bahwa Raynand tidak salah lihat. Akan tetapi, yang dia temukan lagi-lagi hanya kegelapan di tengah semak belukar.

Helaan nafasnya terdengar lirih dan berbaur dengan semilir angin. Diletakkan kembali senter itu, lantas mendudukkan diri di tepi ranjang sembari melepaskan aerphone yang masih menyumbat telinga.

Apakah dirinya sedang berhalusinasi? Tapi bayangan itu terlihat begitu nyata. Dengan penglihatan yang terbilang cukup tajam, Raynand benar-benar melihat bayangan itu berdiri menghadap ke arahnya. Namun, kenapa cepat sekali menghilang?

Apakah orang itu bersembunyi di dalam bangunan? Raynand rasa tidak, mengingat semua pintu maupun jendela pada bangunan itu ditutup rapat sehingga tidak memungkinkan manusia untuk memasukinya.

Seketika sesuatu terlintas di pikiran Raynand. Manusia jadi-jadian. Dia menepuk jidat nya atas pemikiran gilanya barusan. Di zaman yang sudah canggih seperti sekarang mana ada yang namanya manusia jadi-jadian.

"Ray."

Raynand menoleh pada pintu kamar yang diketuk berulang kali. Namun, sebelum beranjak menjauh, dia justru memalingkan wajah menatap kembali bangunan itu yang sedikit tersorot lampu jalan.

"Bunda, ada apa?"

Wanita yang masih tampak awet muda itu memandang Raynand sekilas, lantas tersenyum hangat. "Belum tidur?"

"Loh, kenapa jendelanya belum ditutup?" tanya Airin saat netranya tak sengaja melihat jendela kamar yang terbuka lebar.

"Belum. Hah?" Raynand menoleh mengikuti arah pandang sang bunda, "oh ... iya nanti juga ditutup, Bun."

Airin menghela nafas sejenak. "Ini paket barang yang Ray pesan." Tangan putih ramping itu menyodorkan sesuatu.

"Pesanan?" Raynand mengernyit ketika sebuah benda berukuran sedang yang berada di genggaman Airin menyita perhatian. "Perasaan, Ray nggak pernah pesan barang akhir-akhir ini. Lagipula, kenapa diantar malam-malam?"

Tatapan heran terpancar di netra keduanya. "Kurirnya bilang, tadi barang yang harus diantar hari ini jumlahnya cukup banyak."

"Tapi ...," Kalimat itu menggantung di udara. Tanpa melanjutkan, Raynand justru fokus memperhatikan benda tersebut dengan seksama.

Algifary Raynand, nama penerima yang tercetak pada label. Tunggu ... apa mungkin-

Tanpa mengindahkan keberadaan sang bunda yang terlihat kebingungan, Raynand justru berlari mendekat ke arah jendela. Berpikir bahwa dia bisa mencari kejanggalan itu disana. Namun, manik matanya sama sekali tidak menemukan apapun.

"Kemana perginya?"

•°o0o°•


'Pintu telah terbuka.
Satu langkah lebih, dunia yang baru
itu akan menyapa.'

-MoRl-


Sebelumnya Raynand cukup ragu, apakah dia akan membuka benda yang jelas-jelas tidak dipesannya itu atau justru membuangnya begitu saja. Namun, karena rasa penasaran yang kian menjadi, akhirnya dia pun memutuskan untuk membukanya.

Raynand menyumpah-serapahi orang yang telah membungkusnya. Sebab, benda itu tidak hanya dibungkus dengan satu kotak saja, melainkan beberapa kotak yang berukuran lebih kecil dari kotak-kotak sebelumnya.

Dan yang lebih mengejutkan lagi, benda itu hanya berisi sebuah kertas usang yang sepertinya sempat diremas terlebih dulu dan ditulis menggunakan-

Tangan? Raynand sedikit ragu untuk mengatakan hal itu, pasalnya kalimat yang tertulis disana terlihat sangat bagus dan rapi seolah-olah ditulis menggunakan mesin ketik.

Dan ... Raynand mengernyitkan dahi saat membaca kalimat itu. Salah satu kalimat yang berbunyi 'dunia yang baru itu akan menyapa' sangat mengalihkan fokusnya. Dunia seperti apa yang dia maksud? Apakah dunia yang dipenuhi dengan manusia pendosa seperti dirinya?

Lagi dan lagi, Raynand mengembuskan nafas kasar. Kalimatnya terlalu sukar dimengerti. Entah karena kapasitas otaknya yang kecil atau memang bahasa di dalamnya saja yang terlalu dalam sehingga membuat Raynand kesulitan untuk sekadar memahami maknanya.

Terlebih lagi, orang itu meninggalkan identitasnya di akhir kalimat dengan menyebut dirinya sebagai MoRl. Raynand tidak tahu, apakah orang itu memakai nama aslinya atau bahkan nama samaran yang dia buat, tapi sepertinya Raynand tidak memiliki teman maupun kenalan yang bernama MoRl.

Lantas, siapa MoRl itu? Ada tujuan apa dengan Raynand sehingga mengiriminya sebuah kertas berisikan kalimat yang ambigu?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dia Kembali ...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang