1/1

635 70 177
                                    

Sorry, ada badword.

—— ✦

Clak.

Setetes cairan pekat terjatuh, disusul cairan bening berperisa asin.

Clak. Clak.

"Isk... Jangan nangis cengeng!" serunya terkesan memarahi walau tujuan sebenarnya ialah untuk menyemangati diri.

Blaze mengusap kasar buliran bening yang enggan berhenti terjun di pipinya. Pada telapak tangan kiri, terdapat pecahan kaca yang diremas kuat hingga bergemelatuk.

Ia tak peduli, tidak perlu mengobati luka pun tak apa, entah saiton apa yang sedang menguasai pikirannya.

Setelah wajahnya memucat, remasan tangan pun melemah. Kaca-kaca berjatuhan dengan warna yang berbeda dari sebelumnya. Kali ini merah, terlapisi darah.

Beberapa masih bersarang pada luka yang ia buat, biarkan saja, nanti juga sembuh, pikirnya.

"Ck!" lelaki itu bangkit dari duduk dengan tenaga yang pulih meski rona wajah tak kembali.

Tangan kanan tanpa lecetnya menggeser gorden kasar. Cahaya masuk membuat mata menyipit silau. Manik jingga yang kini terasa redup walau telah disinari cahaya itu bergeser keatas, menatap langit biru dengan beberapa burung terbang bebas disana.

"Enak ya jadi burung." dari dialog ini, kita bisa simpulkan, si mamat tak bersyukur atas kehidupan sebagai manusia yang diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya.

Brak!!

"Woy anak haram! Belum nyuci kan lu!?"

Tidak ada yang kekal didunia ini, termasuk ketenangan yang baru saja Blaze dapatkan.

"Anjir! Berani lu ngotorin lantai mama pakai darah haram lu!? BEGO!"

Anak itu menoleh perlahan, setia dengan wajah pucatnya. "Maaf."

"Ha? Maaf?" langkah kaki penuh kekejaman itu mendekat. Tangan yang sehari-hari digunakan untuk menampar pipi si adik itu mulai terangkat, hendak melakukan rutinitasnya.

PLAKK!

"LU PIKIR LANTAI MURAH!? SEENAK JIDAT LU MINTA MAAF YA!!"

PLAK! PLAK!

Cengkraman pada kerah baju merah itu melonggar. Blaze baru bisa menapakkan kaki setelah ditampar sebanyak tiga kali. Itupun dengan pendaratan yang diganggu.

BUAK!

Kini ia tersungkur, meringkuk memegangi perutnya yang disepak kuat tanpa perkiraan.

"PINGIN GUA BUNUH KALAU NENEK GAK LARANG!"

Si kakak, Pyro namanya, enyah dari ruangan, takut lepas kendali. Dendam yang lebih besar dibanding akal sehatnya belum memuncak. Ingat, itu hanya permulaan, biasanya Blaze akan di siksa lebih kejam daripada tadi.

Tiada yang mengiginkannya hidup. Blaze tercipta karena 'kecelakaan'. Terkadang dia berpikir, untuk apa sang nenek mempertahankannya hingga saat ini? Toh, dia bukan boleh diharap.

Otak dibawah standarnya telah memperoleh ratusan cemoohan dari berbagai tempat, mulai dari sekolah, taman bermain, rumah paman, bahkan rumahnya sendiri. Kebolehan masa kini hanya dinilai dari akademik, dan Blaze sama sekali tidak berbakat dibidangnya.

Blice || Temporary✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang