2

4 2 0
                                    

Mau besar atau kecil. Sedikit atau banyak. Yang namanya salah paham, pasti bikin masalah.

                                                  ___

Punya teman sekelas yang kayak Saga si mulut bocor saja udah bikin Lara sakit kepala. Apalagi kalau ditambah Tere, si penyebar berita, cewek yang punya kemampuan mengagumkan untuk menarik minat kepo seseorang.  Makanya informasi apa pun yang keluar dari bibir tipis Tere selalu berhasil ditelan mentah-mentah oleh para penikmat gosip.

Dan Lara sama sekali nggak berharap kalau orang yang teriak sewaktu Seno cium pipi Lara adalah Saga dan Tere yang saat itu sedang saling kipas setelah lomba badminton berpasangan.

Seno dan Lara jadian, mereka pacaran. Itu hot news di Sultan High School sejak dua hari yang lalu.

Lara udah mencoba untuk klarifikasi, tapi dia bukan  Tere yang bisa bikin orang-orang tertarik untuk dengar ucapannya. Jadi, ya, Lara diam saja. Menunggu para netizen dapat asupan gibah baru.

"La, itu Mas pacar lo nggak disamperin? Banyak, lho, itu yang liatin sampai mau ngeluarin air liur."

"Di mana-mana lebah yang nyamperin bunga."

"Cuih! Gaya banget lo jadi bunga."

"Maksud Lara itu bunga bangkai. Iya 'kan, La?"

Lara bangkit, mencondongkan tubuhnya untuk bisa menggapai kepala Saga lalu memukulnya menggunakan sendok di tangannya.

"Sakit, Ga?"

"Nggaklah. Gue, kan, cowok. Anak cowok itu kuat, tahan pukulan sendok," kata laki-laki berkacamata tanpa lensa itu seraya mengangkat wajah pongah, tangannya menyisir rambut jamurnya dengan sok keren.

Lara dan Sava saling pandang, lalu mendengus keras. Sudah terlalu sering mendengar kenarsisan Saga yang nggak sadar diri sama sekali. Saga itu tipe orang yang hore-hore saja walau sedang di-bully, Saga nggak mau ambil pusing. Karena mikirin x dan y sejak SMP sampai SMA sudah cukup membuatnya jenuh. Permasalahan dua huruf itu seperti nggak ada akhirnya.

"Tapi, La. Masa lo nggak diapelin ke kelas, nggak diajak ke kantin kayak biasa orang pacaran." Sava kembali membuka mulut.

"Lo pikir cowok itu bodyguard? Yang kerjaannya nemenin ke mana aja. Lagipula kalau sama pacar terus, kapan waktu sama temen?"

Mendengar perkataan yang agak normal dari seorang Saga Aditya bikin Lara jadi memandang Seno. Lara baru sadar kalau dia dan Seno belum pernah bertemu empat mata sejak berita terbaru tentang mereka berdua menjadi konsumsi anak sekolahan. Ya, walaupun Seno masih aktif untuk meneror Lara perkara saling kirim pesan dengan dirinya sendiri, yang isinya curhatan Lara semua.

Lara merasa sangat bodoh ketika melakukan itu, kalau saja dia nggak terlalu malas untuk menulis di buku diary seperti kebanyakan orang. Pasti dia nggak akan jadi bulan-bulanan Seno.
Tapi Lara heran juga kenapa Seno semangat sekali mengejeknya? Padahal, kan, Lara nggak ada salah apa-apa dengan Seno.

"Kalau pesan makanan itu dimakan, bukan dipandangi. Ini bakso, bukan gue." Lara mengerjapkan mata, tersadar dari lamunannya. Wajah tengil Seno hanya beberapa senti dari wajahnya. Seketika mata Lara terbelalak, jadi terdiam begitu saja.

"Makan, oke! Gue tungguin, deh, biar lo jadi nafsu makannya." Seno menunjuk bakso pesanan Lara.

Sebenarnya Seno sama sekali nggak berniat menghampiri meja Lara, tapi karena tepat di samping mejanya ada dua sejoli Juno dan Icha yang sedang makan dengan gaya sok mesra menurut Seno. Namun bukan itu yang bikin Seno menemui Lara, tapi kata-kata Icha. "Untunglah Lara udah punya pacar, jadi dia nggak kejar-kejar Kakak lagi."

Normalnya Seno nggak akan terganggu dengan kalimat itu, tapi entah kenapa dia merasa harus membuktikan kalau Lara nggak menyukai Juno. Walau kenyataannya gadis itu suka, bahkan sangat suka.

"Apaan, sih. Tanpa lo di sini gue bakal habisin ini bakso, kok. Nggak usah, sok, bertindak seolah kita pacaran. Itu cuma salah paham." Lara menusuk sebuah bakso dengan kuat lalu memakannya.

"Baguslah kalau lo bisa makan tanpa gue, soalnya gue bukan tipe cowok yang ngikutin pacar gue ke mana pun."
Seno mengacak pelan rambut Lara lantas bangkit dari kursi di samping Saga, hendak kembali ke mejanya.

"Kita nggak pacaran. Ini cuma salah paham."

"Iya, gue tahu lo maunya backstreet. Tapi mau gimana, gue nggak suka kalau ada yang bilang pacar gue suka sama cowok lain."
Rasanya Lara ingin menceburkan wajahnya ke mangkok bakso di hadapannya. Kalau seperti ini bagaimana kabar burung tentang dia dan Seno akan segera menghilang.

"Mas pacar lo  ternyata cemburuan, ya, La." Saga langsung membuka suara begitu Seno sudah benar-benar jauh dari meja mereka. Nggak begitu jauh, sih, tapi setidaknya cowok itu nggak bisa mendengar percakapan mereka. Beda empat meja sudah bisa menjadi jarak aman untuk kembali bergosip.

"Iya, La. Malah care banget lagi."

"Kayak gue 'kan, Sa?" Kata Saga sambil menaik-turunkan kacamata bohongannya.

"Iya, kayak lo. Tapi sayangnya lo care sama gosip-gosip yang disebarin Tere." Sava memandang jengah pada Saga yang langsung mencibir.

"Bukan gosip. Lo nggak liat tadi Kak Seno mengakui sendiri."

"Udah, udah. Lo berdua diem, deh. Gue ke kantin mau makan, bukan denger lo pada ceritain orang." Sontak Sava dan Saga menutup mulut, kembali fokus pada makanan masing-masing. Aura Kanjeng Ratu Lara sudah mulai memanas.

***

Dekat dengan guru itu nggak melulu menguntungkan, malah lebih banyak repotnya. Kadang jadi tukang beli makanan, tukang angkat buku, dan yang paling menyebalkan itu disuruh membantu memeriksa tugas. Sudah pulang jadi lama, dan bisa bikin stres kalau dapat buku tugas yang tulisannya mirip cakar ayam.

Dan hal menjengkelkan itu yang sedang dilakukan Lara, terjebak di dalam ruang kelas seorang diri. Guru Biologinya entah pergi ke mana setelah memberikan kunci jawaban.

Bola matanya sudah hampir keluar melihat variasi tulisan yang ada.

"Lara nggak lagi ujian, kenapa mukanya kusut banget?" Kegiatan menggaruk kepala menggunakan pensil segera terhenti ketika suara bariton yang begitu lembut masuk ke telinga Lara. Ini seperti mendapat air es ketika sudah dijemur di lapangan berjam-jam. Lara hampir menarik kedua sudut bibirnya ke atas dengan begitu lebar ketika tiba-tiba ada suara lain menimpali diikuti wajahnya yang muncul dari balik pintu.

"Baru ditinggal sebentar sama pacar lo, udah menebar gombalan aja, Pak Ketos." Seno berjalan mendekati Lara. "Dan lo jangan karena nggak ada gue, lo bisa senyam-senyum ke cowok lain walaupun cuma formalitas aja. Orang yang liat bisa beranggapan lain." Seno menepuk-nepuk kepala Lara hingga membuat gadis itu menginjak sepatu Seno sekuat tenaga. Dan tentu saja Seno menahannya, sangat nggak keren sekali kalau dia marah-marah ketika Juno ada di ruangan yang sama dengannya.

Sedang Juno yang baru dua langkah memasuki ruangan menatap dua orang di depannya dengan pandangan heran sekaligus penasaran. Baru kali ini dia melihat orang berpacaran, tapi seperti hendak saling menyerang satu sama lain.

***

Selamat malam, selamat beristirahat.
Bahagia selalu❤️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerita LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang