Note 23 [Anak Istimewa]

10.7K 3.3K 306
                                    

(Jangan siders ya🤗)

🐓

🐓

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saya tidak menyangka Salsa akan menelpon Willy dengan ponsel Zidan yang ada di tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saya tidak menyangka Salsa akan menelpon Willy dengan ponsel Zidan yang ada di tangannya. Benar saja, Kenzo dan teman-temannya datang tak lama kemudian. Saya nggak tau harus terharu atau kesal dengan kehadiran mereka, pasalnya, mereka datang seperti orang ingin tawuran. Pertama saya kaget dengan suara Kenzo, lalu Willy yang mendobrak pintu ruangan ingin masuk ke dalam, dan Raju yang mengatai Zidan yang bukan-bukan. Di sini yang bisa mengendalikan diri hanya Amberley, sedangkan Rey, dia hanya diam memandang ke dalam.

Saya kira anak itu melihat Zidan yang terbaring, rupanya matanya tertuju pada Ridan yang sedang menangis. Saya terkejut saat dia mengangkat tangan kepada sosok itu. Mata mereka beradu. Ridan tahu jika Rey bisa melihatnya.

Malamnya, Salsa membawa saya kembali ke rumah, Ridan pun ikut serta di dalam mobil Radit. Tak lama kemudian kami sampai. Ridan yang pertama turun menembus pintu, lalu Salsa yang menurunkan saya di halaman sebelum melajukan mobil kembali.

Saya ingin masuk kandang ketika Ridan menghentikan langkah saya dengan suara kecilnya. "Saya mau bicara sama Zidan. Saya mau dia tau saya ada di sini."

Saya melangkah dan duduk di samping dia di atas rerumputan. "Tapi saya nggak tau caranya, saya bisa komunikasi sama kamu tapi saya nggak bisa nyampein ke Zidan. Saya ayam, dia nggak ngerti bahasa saya."

Hening sejenak. Sampai saya mendengar dia bergumam. "Dia istimewa."

"Zidan? Emang."

"Bukan." Dia malah menyangkal. Seketika saya diserang rasa penasaran. "Tapi dia... yang bisa melihat saya."

"Siapa?"

"Reynaldy Bintang Laksmana." Ridan menerawang ke depan. Sebaris senyum tercetak di bibirnya yang pucat.

"Rey?"

"Saya akan temui dia. Kamu tau kan di mana rumahnya?"

Saya tersekat, berbagai tanya dalam kepala saya bermunculan. Lantas semua menjadi masuk akal ketika saya mengingat pertemuan singkat berjarak antara Rey dan Ridan. Mereka saling tatapan, mustahil jika Ridan tak tahu Rey bisa melihatnya.

"Tapi sekarang bukan saatnya."

"Kenapa, bukannya lebih cepat lebih baik?"

"Ayam bego." Dia berdecak, dasar arwah sialan, berani sekali mengatai saya begitu. Oke, untuk saat ini saya belum mau cari masalah sama arwah kurang ajar itu. "Zidan belum sadar, saya akan temui Rey kalau Zidan sudah sembuh, biar Rey bisa jadi penerjemah untuk Zidan."

Saya manggut-manggut mengerti, setelahnya Ridan melebur bersama udara, hilang di depan mata saya hanya untuk duduk di samping om pocong tak lama kemudian. Pocong itu sedikit gaul malam ini, beliau mengenakan kacamata hitam seperti tukang pijat yang saya lihat beberapa waktu lalu. Kemudian meloncat kegirangan sambil bergoyang-goyang.

"Hey Ridan, tertawa dong, saya lagi ngelawak buat kamu!" ucap om Pocong. "Kamu pikir ngelawak itu mudah, hargai sedikit kenapa!"

Lah malah dia yang ngambek.

Ridan yang merasa tak enak hanya menarik kedua sudut bibir.

Jengah melihat pocong goyang-goyang, saya memilih berjalan ke arah kamar Zidan. Dua orang tuanya masih ada di sana, mereka duduk di kasur Zidan sambil berdiskusi. Saya heran, mereka terlihat tidak akur, tapi jika pasal menyiksa Zidan dua orang sialan itu mendadak kompak.

"Aku nggak akan biarin Zidan tinggal di sini lagi!" itu suara ayahnya. "Ambil koper ke sini, aku mau masukin semua barang anak sialan itu! Biarin aja Radit membawanya! Aku nggak peduli, aku bahkan mengharap dia mati malam ini juga!"

Istrinya mengangguk setuju, lalu keluar untuk membawa sebuah koper besar ke dalam kamar. Saya fokus menyimak apa yang akan mereka lakukan.

"Kemasi aja barangnya ke sini!" Mamanya Zidan membuka koper itu, disusul ayahnya yang membuka lemari di mana pakaian Zidan diletakkan.

Namun mereka tersentak ketika yang berada di sana bukanlah tumpukan baju atau celana. Melainkan tumpukan bangau kertas warna-warni yang memenuhi lemari.

Senbazuru.

Sekarang saya bertanya-tanya, kenapa Zidan menyimpan semua itu.

[Tbc]

saya rasa kalian sudah bisa menebak part selanjutnya

Btw spam next dong yang baaaaaaanyak banget:)


Saya Ayam Saya Diam (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang