Sebuah Rasa

Bagian 1

"Yo! Gue udah ngejar cinta lo dari semenjak kita ditolak sama Angga, inget kan? Gue gak pernah nyerah buat bikin lo luluh sama gue. Gue sama kaya orang lain, punya batas kesabaran yang ketika gue udah capek, gue bakal nyerah. Jadi, ini pertanyaan yang terakhir kalinya bakal gue ucapin, kalo lo nolak gue, gue gak bakal ngejar lo lagi, gue gak bakal ngemis ngemis cinta lo lagi, gue gak bakal gangguin hidup lo lagi. Gue bakal pergi jauh dari hidup lo. Lo mau kan jadi pacar gue? Gue gak maksa lo buat terima cinta gue. Apapun keputusan lo, bakal gue terima." tanya Bima serius di salah satu taman kota yang memang lagi sepi.

Vio diem gak bisa ngomong. Bola matanya bergerak kesana kemari buat menghindar dari tatapan Bima.

"Gue.. Gue.." Vio ngangguk pelan sambil nunduk.

"Maksudnya? Gue apa?" tanya Bima bingung.

"Gue mau jadi pacar lo." ucap Vio pelan.

Bima senyum lebar.

"Serius?"

"Lo kira gue boong?" tanya Vio sinis.

Bima ketawa kecil.

"Makasih ya, lo akhirnya mau juga nerima gue."

"Terpaksa." ucap Vio pelan.

"Terpaksa?" tanya Bima nekuk alisnya.

"Gue gak tega ngeliat muka lo melas gitu. Makanya gue terima."

"Tapi kan... Oh. Gue udah bilang kan tadi? Gue gak maksa lo buat nerima gue. Kalo emang lo terpaksa, mending gak usah nerima gue. Gue gapapa. Sorry ya, lupain aja ucapan gue tadi." ujar Bima sambil berdiri dari duduknya, siap siap buat pergi. Tapi tangannya langsung ditahan sama Vio.

"Mau kemana?"

"Pulang." jawab Bima datar.

"Ck. Gue becanda ih. Lo mah baperan. Yakali gue kepaksa. Udah ah, gausah ngambek gitu." ucap Vio sambil narik tangan Bima buat duduk lagi.

Bima gak ngomong lagi. Dia natap ke tempat lain asal jangan ke wajah Vio.

"Masih ngambek nih? Masih gapercaya kalo gue tadi cuma becanda?"

"Enggak."

Vio ngehela napas.

Cup!

Vio nyium pipi Bima kilat. Bima langsung noleh sambil melotot kaget.

"Itu tadi apa?" tanya Bima syok.

"Gausah lebay deh. Baru cium pipi, gimana kalo cium bibir. Bisa pingsan kali." ujar Vio jutek.

"Mau dong cium bibir~" ucap Bima sambil monyongin bibirnya.  Vio noyor kepala Bima.

"Bim?"

"Hm?"

"Pengen beli seblak yang disana dong. Beliin ya~" bujuk Vio sambil ngasih wajah imut.

"Iya sayang. Tunggu ya."

Bima pun pergi ke kedai seblak.

Beberapa saat kemudian...

"Nih!" ujar Bima sambil ngasih seporsi seblak.

Vio pun menerima. Dia cobain dulu kuahnya sedikit. Terus nekuk alisnya.

"Ko gak pedes?"

"Ya kalo pedes nanti kamu bisa sakit perut." ucap Bima lembut.

"Ya kalo seblak ga ada pedesnya, ya bukan seblak namanya."

Bima ngehela napas.

"Yaudah terus gimana?" tanya Bima.

"Ya ganti lagi lah, gue pengen yang pedes pokonya."

"Yaudah iya, aku beli lagi." ucap Bima sambil balik lagi ke tukang seblaknya.

'Dia gak marah sama sekali sama gue, padahal gue udah bikin dia kesel. Dia beneran serius kayanya sama gue.' batin Vio.

"Tadi lagi apaan coba, pake aku-kamuan, alay banget." gumam Vio sambil ketawa kecil.

Setelah berlama lama kemudian..

"Nih! Seblak yang pedes." ujar Bima ngasih seblak itu.

"Yakin ini pedes? Kalo gak pedes mau tanggung jawab lagi?" tanya Vio.

"Iya. Aku beliin lagi kalo gak pedes." ujar Bima sambil ngambil sebungkus rokok yang ada di saku jaketnya, terus dia ambil sebatang, terus dia nyalain.

"Lo ngerokok?" tanya Vio sambil sambil makan seblak.

Bima noleh terus ngangguk.

"Sejak kapan? Perasaan dulu lo gak pernah ngeroko."

"Ya, semenjak aku masih ngejar ngejar kamu, waktu itu aku stress banget gara gara kamu susah aku dapetin, eh tapi malah keterusan." ujar Bima ketawa kecil sambil menghembuskan asap rokok udara.

"Separah itu? Kenapa?"

"Kenapa apanya?"

"Kenapa lo mau mau aja gitu ngejar ngejar gue yang jelas jelas waktu itu nolak lo. Padahal ada banyak cowok yang lebih imut, lucu, manis. Sedangkan gue? Boro boro lucu, imut, manis. Yang ada ngeselin."

Bima terkekeh.

"Ya karna itu, karna kamu susah didapetin. Aku jadi merasa tertantang. Dan ya, kita gak tau kan cinta kita bisa berlabuh ke siapa? Buktinya dulu kita sahabatan, eh sekarang malah pacaran." ucap Bima ketawa kecil.

"Iya sih. Tapi lo gak main main kan sama gue?" tanya Vio serius.

Bima langsung noleh.

"Kalo aku gak serius sama kamu, ngapain selama ini aku ngejar ngejar kamu? Yang kalo dipikir pikir buang buang waktu aja kan?"

Vio langsung diem.

"Gimana seblaknya pedes gak?"

"Ya, better lah."

Bima senyum tipis sambil ngangguk, masih terus ngisep rokoknya.

"Uhuk.. Uhuk.."

Bima noleh.

"Kenapa?"

"Itu... Asepnya ke hirup. Gue gak biasa sama asep rokok." ucap Vio sambil ngipas ngipasin area wajahnya pake tangan.

"Oh sorry.. Aku gak tau. Kenapa kamu gak bilang dari tadi?"

"Enggak ko, gapapa. Lanjutin aja ngeroko nya."

"Enggaklah. Kamu batuk batuk gini kalo aku ngeroko." ucap Bima sambil buang sisa roko itu ketanah, terus diinjem.

"Kenapa?"

"Apanya?"

"Itu... Lo pake sebutan aku-kamu segala."

"Emang kenapa?"

"Ya gakpapa. Agak alay aja sih."

"Kamu gak suka?"

"Ih,bukannya gitu."

"Terus apa?"

"Gue... Gue cuma belum terbiasa aja."

"Yaudah. Aku- eh, gue manggil elo-gue aja deh biar lo nya juga nyaman."

"Eh.. Udah gak usah!"

"Lho kenapa? Tadi katanya gak suka?"

"Suka kok. Asal manggilnya jangan didepan umum aja. Nanti orang curiga."

"Oh oke." ucap Bima senyum ganteng.

Bersambung...