Atsumu sudah lama melihat gadis itu.
Terbesit rasa ingin menggapainya, menggenggam tangan sang gadis dan membawanya mengarungi samudera cinta walau kenyataannya tak bisa, sebab gadis itu tak pernah berpaling padanya.
Setiap kali melihat gadis itu tersenyum meski bukan untuknya, ia merasa bahagia. Ia merasa bahagia walau hanya sementara. Setiap kali mendengar tawa gadis itu cukup membuat rasa tergelitik menular padanya, menciptakan tawa merdu diantara keduanya. Setiap kali melihat gadis itu terpuruk, rasa sakit pun muncul di dadanya, seakan-akan ingin meremas dan menghancurkan paru-parunya yang kesulitan untuk mengambil napas.
Namun ia yakin, tidak ada kata menyerah dalam kamusnya. Ia tak bisa melihat gadis itu terlalu lama dibutakan oleh cinta yang membuatnya gelap hingga menulikan omongan orang-orang di sekitarnya. Mungkin terdengar berlebihan, tetapi ia memiliki cara tersendiri untum membuat gadis itu berpaling padanya.
÷÷
"Wah, kau benar-benar tidak berpacaran dengannya, Suna?" tanya lelaki pirang yang sedang memukul bola voli ke dinding. Sebenarnya itu hanya pertanyaan iseng, mengingat mereka menjadi teman sekelas di tahun terakhir SMA. Apalagi, desas-desus yang memberitakan bahwa Suna dan seorang gadis yang selalu mengejarnya berpacaran semakin panas di angkatan mereka, maka dari itu Atsumu iseng bertanya, walau sebenarnya hal itu tidak mungkin terjadi.
Pihak yang ditanya hanya merespon dengan decakan, terlihat tidak berminat untuk menjawab apalagi mendengar pertanyaan yang ditujukan padanya. Tentu saja Atsumu tahu respon yang akan dia dapat, memilih untuk terkekeh dan mengibaskan tangan.
"Santai saja, aku cuma iseng aja kok."
"Kenapa tidak kau pacari saja kalau kau memang tertarik?"
"Hm~ Mana mungkin?" Si pirang itu mengusap dagunya. "Dia suka denganmu, berbaliklah dan balas perasaannya, Suna."
"Jangan mengaturku."
Suna melengos meninggalkan kapten klubnya, tidak berminat untuk mendengar pertanyaan atau pun pernyataan yang akan dilontarkan oleh sang kapten untuknya. Lagipula, gadis yang selau mengejarnya dari tahun kedua itu sangat-sangat menyebalkan. Dia sama sekali tidak menaruh rasa pada gadis tersebut.
Di kala mereka hendak memulai latihan, tampak seorang gadis masuk ke dalam gym sembari membawa satu kantong putih—yang entah apa isinya. Atsumu melihat gadis itu untuk pertama kali saat masuk ke gym ketika yang lain sedang sibuk mempersiapkan diri di dalam timnya masing-masing. Gadis itu terlihat lelah karena berlari lalu membuka botol sport drink dan menenggak isinya.
"... Mu, oi, Atsumu!"
Tersadar dengan panggilan kembarannya membuat pirang itu tersentak, kembali fokus pada latihan dan mengabaikan gadis yang sedang duduk di pinggir lapangan.
Atsumu sudah memerhatikan gadis itu sejak lama dan tetap ... ada. Perasaan itu tetap ada di dalam benak.
÷÷
Selesai latihan, masing-masing mengambil handuk dan mengusap keringat mereka. Atsumu kembali beralih pada gadis yang tadi duduk di pinggir lapangan namun eksistensi gadis itu tidak ditemukan. Kepalanya menoleh ketika mendengar suara seorang perempuan memanggil nama rekannya. Siapa lain kalau bukan Suna?
"Suna, aku bawakan sport drink untukmu," ucap sang gadis sembari memberikan sebotol minuman isotonik pada rekannya. Bukan menerima, lelaki itu tak menggubrisnya sama sekali membuat kemurungan tergambar di wajah sang gadis. Melihatnya membuat dada Atsumu berdenyut entah kenapa. Apa karena ia memiliki rasa pada gadis itu, ketika melihat sang gadis muram ia pun merasakan hal yang sama?
"Yo, [Full Name]!" Atsumu menyapa sang gadis, membuat kepala gadis itu terangkat dan melukiskan senyuman. "Kau bawa apa?"
"Ponari ... tadinya mau aku berikan ke Suna, tapi dia tidak mau mengambilnya."
"Hee~ sayang sekali, padahal kau sudah jauh-jauh membawanya."
"Iya 'kan?!" Gadis itu berseru lalu kembali murung. "Tapi kalau aku letakkan di tasnya ... takut dibuang, seperti aku memberinya ponari juga kapan lalu."
Kenapa kau berjuang sekuat ini ..., batin sang lelaki, menatap gadis di hadapannya dengan prihatin.
"Untukku saja, bagaimana?" Atsumu menawarkan diri. "Sayang kalau dibuang," ucapnya sembari mengambil botol dari tangan [Name]. "Lain kali kalau Suna tidak mau berikan saja untukku, oke?"
Wajah yang dilanda kemurugan pun berubah menjadi kebahagiaan dalam waktu singkat. Melihatnya saja sudah membuat Atsumu bernapas lega, tiada rasa sesak yang mencekiknya.
"Oke!" Sang gadis berucap diiringi gestur hormat, membuat pirang itu ikut membalas dengan gerakan yang sama lalu mereka tertawa. Meski merasa lega, tawa itu hanya tercipta sesaat. Atsumu berharap, senyum dan tawa tersebut melekat sampai kapan pun ... hingga mereka bersatu, jika memang ditakdirkan untuk bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
ꜰɪɴɪꜰᴜɢᴀʟ || ᴍɪʏᴀ ᴀᴛꜱᴜᴍᴜ
Fanfiction[Alternate story of Twitterpated] Miya Atsumu sudah memperhatikan gadis itu sejak lama. Ia tak mau melihat sang gadis terpuruk, membuatnya mengambil sikap tegas untuk menciptakan kebahagiaan bagi perempuan yang ia sukai.