Bagian 5

1K 153 23
                                    

Gulf baru saja mengantar keempat kawan barunya itu ke Stasiun Kota Bandung, mereka baru saja masuk ke peron setelah kereta yang akan membawa mereka pulang kembali ke Semarang telah tiba. Ia melambaikan tangan pada mereka yang juga melakukan hal yang sama di dalam sebelum sosok mereka lenyap.

Hari-harinya yang dihabiskan bersama mereka terasa sangat menyenangkan. Ada beberapa tempat yang dikunjungi selain Kawah Putih di hari pertama mereka berlibur. Bermain ke Trans Studio Bandung, jalan-jalan malam di kawasan Jalan Asia Afrika dan Braga, berkunjung ke Dago Dream Park dan Orchid Forest, dan berkemah semalam di Ranca Upas.

Walau begitu hari-hari menyenangkannya itu tidak lepas dari penantiannya menunggu panggilan telepon atau pesan dari Tharn yang selama ini ditunggu-tunggu. Ya, sekalipun Tharn tidak lagi menghubunginya seperti yang ia katakan waktu itu di kafe. Apa Tharn lupa? Atau terlampau sibuk dengan pekerjaannya?

Gulf menghela napas sambil menyusuri area parkir stasiun dan memicingkan mata karena terik matahari yang cukup silau. Ia memasuki mobil, menghidupkan mesin dan pendingin udara, memasang sabuk pengaman, lalu menjalankan mobilnya seraya menyalakan radio, telinganya disambut suara merdu Taylor Swift yang menyanyikan lagu Love Story.

Begitu keluar dari stasiun, mobilnya langsung dihadapkan pada kemacetan sampai ke Jalan Pasir Kaliki. Napasnya kembali berembus berat sebelum dering telepon cukup mengagetkannya. Ia mengecilkan suara radio lalu mengangkatnya melalui bluetooth earphone di telinga.

"Halo?" sapanya.

"Gulf?" laki-laki berparas manis itu mengerutkan kening. Ia melirik layar ponselnya, tak ada nama di sana. Yang ada hanya deretan nomor yang tidak ia kenal.

"Ini siapa yah?" tanyanya.

"Ini saya," ucap seorang pria di seberang sana. Sepertinya Gulf kenal dengan suara ini.

"Tharn?" sebutnya pada satu nama yang ia ingat.

"Bisa kita ketemu? Kamu lagi di mana?"

"Aku lagi di jalan. Bisa, ketemu di mana?"

"Saya lagi di kafe namanya Gormeteria, di jalan apa yah ini saya nggak hapal. Kamu tahu nggak tempat ini?"

"Oh iya aku tahu kok tempatnya, deket dari aku, tapi sekarang lagi macet, agak lama nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa saya tunggu."

Gulf pun menutup teleponnya dengan perasaan bungah. Jantungnya berdebar kencang menanti pertemuan yang sudah digadang-gadang. Senyumnya tak lepas dari bibir berbentuk chesnut miliknya.

Hampir dua puluh menit lamanya setelah ia berjibaku dengan kemacetan Kota Bandung yang tak pernah absen tiap harinya dari jaman kapan itu, Gulf akhirnya sampai di sebuah kafe cantik bernama Gormeteria di Jalan Pasir Kaliki.

Gulf membuka sabuk pengamannya lalu mengecek ponsel, ada pesan Whatsapp dari Tharn yang memberitahu di mana ia duduk. Gulf turun dari mobil sebelum memasuki kafe tersebut. Pelayan lalu menuntun Gulf pada spot duduk yang terletak agak pojok dan hanya ada satu pria yang sedang duduk di sana, mengenakan kemeja rapi dan membelakanginya.

"Hai, maaf lama yah. Tadi di stasiun sampai Istana Plaza macet parah, makanya lama," ucap Gulf ramah pada sosok Tharn di depannya. Pria itu seperti halnya tempo hari, tampan, rapi, dan wangi dengan rambut undercut yang semakin menambah kesan dewasa serta kegantengannya. Sudah ada segelas kopi yang menemaninya di atas meja.

"Nggak apa-apa, santai. Duduk, Gulf." Gulf pun duduk di seberang Tharn. "Udah makan? Kalau belum, mau sekalian pesen makanan nggak? Saya yang traktir," kata Tharn sambil membolak-balikkan buku menu yang baru saja diberikan pelayan.

ReverieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang