Shani menghela nafas menatap pintu rumah yang sejak 10 menit lalu terus ia tatap tanpa berniat mengetuknya.
Entahlah.
Setelah kejadian 2 hari lalu yang menimpanya di dalam rumah ini, membuat Shani rasanya enggan untuk menginjakkan kaki kembali.
Mengingat, kedua sosok manusia penghuni rumah bergaya modern sangat tidak mengharapkan kehadirannya.
Getaran di tas kecilnya membuat lamunan Shani buyar dan langsung saja dengan sigap mengeluarkan benda pipih merk apel di gigit kemudian menatap panggilan masuk dari seseorang yang mengundangnya datang.
"Halo, Tante. Ada apa?"
Maaf, Shani. Bisakah kamu menunggu kira- kira 1 jam dari sekarang? Soalnya, Yupi belum menemukan baju yang pas untuk dia beli. Mungkin, kamu bisa menyusul jika belum sampai di rumah
"Ah, aku menunggu saja. Tidak papa kok, Tante."
Sampai bertemu nanti ya, Shani. Tante harap kamu bisa sabar menunggu
Klik.
"Sial! Kenapa aku bisa mengatakan hal sebodoh ini. Sama saja aku menyerahkan diri untuk lebih lama berada di sini"ucap Shani sembari menghentakkan kaki, merutuki kebodohan yang dirinya ciptakan.
Senyuman sinis dan deheman dari seseorang membuat tubuh Shani menegang saat sosok tersebut membuka suara dan ia tidak sadar jika sosok Vino berada di samping tubuhnya.
"Etika bertamu adalah mengetuk pintu. Bukan berdiri di depan dengan menghentakkan kaki. Hah, seperti anak kecil saja! Apa perlu gue ajarin cara bertamu yang baik?"
Dengan tatapan sengitnya Shani berkata, "Aku nggak butuh itu! Kalau mau masuk, bisa kan langsung terobos aja tanpa harus basa-basi? Kalau benci, nggak usah sepeduli ini karena aku nggak suka!"ujar Shani dengan tatapan yang tak kalah sengit.
Vino menunjukkan seringai kecilnya dan mendorong pelan bahu kanan Shani kemudian membuka pintu dengan lebar.
"Nyebelin banget jadi cowok! Bilang aja kalau sebenarnya mau mempersilahkan aku masuk"tutur Shani dengan mencibikkan bibirnya kemudian mengikuti langkah Vino masuk ke dalam rumah.
Padahal Vino belum mempersilahkan gadis belia ini masuk.
Jadi, menurut kalian siapa yang tidak sopan?
..
Vienny mengerutkan dahi menyaksikan momen dimana gadis yang beberapa hari lalu membuat Adiknya di marahi habis- habisan oleh Brian tengah duduk dengan nyaman sembari menonton siaran televisi yang menayagkan serial kartun Upin Ipin.
"Nggak paham lagi kenapa Upin Ipin betah banget punya teman kayak Fizi"keluhan Shani membuat Vienny tersenyum sinis.
Dengan perlahan, Vienny berjalan mengambil remote di meja kemudian mematikan televisi.
Shani meneguk ludahnya kasar menatap Vienny yang terlihat menyeramkan. "Kenapa Kakak matiin televisinya?"
"Untuk apa lo nontonin diri lo sendiri?"pertanyaan Vienny membuat Shani terlihat kebingungan.
Shani sedang menonton kartun.
Kenapa Vienny mengatakan hal demikian?
Apa itu artinya Vienny menyamakan dirinya dengan Upin Ipin?
"Lo sama kayak Fizi. Punya mulut lemes banget dan gue heran kenapa Yupi betah punya teman kayak lo"ucapan Vienny yang syarat akan kebencian tidak membuat Shani marah.
Justru, ia malah tersenyum simpul. "Aneh yaa. Aku pikir setelah kejadian dimana Kakak memperingatkan aku, itu akan menjadi terakhir kalinya Kakak bicara. Ternyata, masih. Apa aku seburuk itu?"
"Kalau aja lo memberikan kesan yang baik di awal pertemuan kita. Mungkin, gue nggak akan membara ketika bertemu sama lo"jawab Vienny dengan mata menyalang.
Shani menganggukkan kepala. "Iya, aku memang salah berhadapan dengan orang yang baperan. Lebih baik aku diem deh. Percuma aku bicara. Tentu, Kakak akan menganggapnya sebuah kesalahan. Kalau nggak ada apa-apa, seharusnya nggak perlu semarah ini. Tingkah Kakak dan Kak Vino yang marah banget atas pertanyaanku itu seperti membuktikan bahwa ada sesuatu diantara kalian."
"Ah, benarkah? Terus, ketika lo berusaha untuk membuktikannya. Apa semua orang akan percaya, Shani?"tanya Vieny seolah menantang ucapan gadis belia di hadapannya ini.
Sembari mengambil tas kecil dan ia kalungkan di lengan kanannya. Gadis itu berkata, "Ucapan dan tindakan yang spontan Kakak tunjukkan tentu menjadi awal yang bagus untuk aku tau hubungan persaudaraan apa yang coba kalian sembunyikan."
"Carilah sampai kamu merasa bahwa pemikiranmu adalah hal yang paling dibenarkan. Gadis sepertimu tidak pantas untuk sekedar menjadi orang yang paling dikasihi di rumah ini. Kamu hanya orang asing yang berusaha mengusik kehidupanku dan Vino!"
Prang!
"Shani, apa yang lo lakuin sama Kakak gue, hah?!"
...
KAMU SEDANG MEMBACA
True Decision
Teen FictionVino tidak menyangka akan dipertemukan dengan seorang gadis bernama Shani yang terlihat kalem walau sebenarnya ia periang dan super berisik. Ketika sosok Shani perlahan mulai masuk ke dalam hidupnya, saat itu juga dia merasa mulai kehilangan sosok h...