"Semoga saja semesta bergembira telah melahirkan sosok gadis sepertinya"
***
Vienny tersenyum licik ketika mendengar derap langkah sang Adik berjalan mendekatinya setelah meneriaki Shani.
"Apa sebenarnya lo ingin terlihat hebat di mata Vino? Sebab itu, dengan bangganya lo bilang bahwa gue ini nggak pantes jadi saudara kembarnya?"ucapan Vienny dengan air mata yang menetes membuat semuanya menjadi rumit.
Shani mengerutkan dahi. Bahkan, dia tidak mengatakan hal yang sedang dipertanyakan oleh sosok lawan bicara di hadapannya ini.
Ah, apakah dia ingin memainkan sebuah drama?
Dengan senyum mengejek, Shani menatap Vienny dari atas sampai bawah. "Akting Kakak bagus. Aku suka. Oh ya, kasih tips dong gimana caranya membual? Aku ingin, mendapat belas kasih dari banyak orang dengan akting seperti itu."
Tangan Vino mengepal dengan hebat saat menyaksikan bagaimana kesalnya Vienny ketika di tatap dengan gaya mengejek oleh Shani.
"Lo nggak berhak bicara sekasar itu sama Kakak gue. Jangan ngelunjak jadi tamu. Kalau emang punya sopan santun, seharusnya lo tau etika bertamu seperti apa"makian dari Vino membuat Shani terkekeh ringan.
Kedua bersaudara tersebut menatap heran akan sikap Shani yang terlihat tidak takut sama sekali atau setidaknya mempunyai rasa malu.
"Udahlah. Aku di sini menunggu kedatangan Yupi karena ada hal penting yang ingin aku diskusikan. Jika kalian tidak suka dengan kedatanganku. Bisa kan kalian pergi ke kamar masing-masing melakukan sesuatu hal tanpa harus mengusik tamu"ucapnya penuh sindiran diiringi dengan tatapan dinginnya.
Vino tersenyum sinis melihat betapa angkuhnya gadis di hadapannya ini.
Ia jadi heran bagaimana bisa Adiknya mendapatkan teman dengan perlakuan se-kurang ajar ini.
"Lo nggak bisa seenaknya ngatur orang rumah. Nggak diajarin etika sama orang tua? Ah ya, orang tua lo kerja ninggalin lo dari kecil. Pantesan aja etika lo minus gitu. Sayang banget ya, gue turut prihatin"ejek Vienny diikuti oleh gelak tawanya yang menggema.
Mata Shani seketika berkaca-kaca mendapatkan ejekan tersebut dengan membawa kedua orang tuanya yang terlalu sibuk bekerja di Sumatera Barat sehingga untuk pulang pun sangat sulit.
Sejak kecil, Shani diasuh oleh Oma dan Opa-nya.
Shani tersenyum simpul dan menepuk pundak Vienny pelan.
"Setidaknya aku nggak memiliki ucapan sejahat itu atas derita yang dialami orang lain. Aku pamit"ucap Shani segera saja berlari meninggalkan rumah.
Vino menatap Vienny yang mencibikkan bibir. "Nggak seharusnya lo ngomong kayak gitu. Tadi lo udah keterlaluan banget sama Shani."
"Gue nggak peduli. Suruh siapa dia ngelunjak. Kalau dari awal dia nggak ikut campur atas hubungan persaudaraan kita, mungkin gue nggak akan melangkah sejauh ini"ucap Vienny penuh penekanan meninggalkan Vino yang terus saja memanggil namanya berkali-kali.
Blam!
Vino memukul pegangan tangga ketika mendengar pintu kamar Vienny di tutup dengan kasar dan suara kunci yang diputar.
"Kamu kenapa mukul gitu?"pertanyaan penuh keheranan dari Shania ketika melihat anak lelakinya itu.
Vino tersenyum kikuk dan menggaruk belakang kepalanya gatal. "Nggak papa sih, Ma."
"Aneh banget kamu nih. Kesurupan baru tau rasa. Oh ya, Shani kenapa? Kok dia Mama panggil berulang kali malah buru- buru lari pulang"ucapan penuh penasaran Shania ketika menatap Vino yang terdiam sudah bisa menjawab rasa penasaran jika telah terjadi sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Decision
Teen FictionVino tidak menyangka akan dipertemukan dengan seorang gadis bernama Shani yang terlihat kalem walau sebenarnya ia periang dan super berisik. Ketika sosok Shani perlahan mulai masuk ke dalam hidupnya, saat itu juga dia merasa mulai kehilangan sosok h...