prologue

1.6K 174 66
                                    

Ini bagaikan halusinasinya, namun terasa begitu nyata, candu, dan memabukkan. Di tengah dinginnya malam yang diguyur hujan deras, suara rintiknya menyamarkan desahan halus yang saling bersahutan saat bibir keduanya bertaut.

Sekali lagi, rasanya sangat nyata. Nyata sekali sampai Park Sunghoon dapat merasakan surai kelamnya yang telah dirias rapih sedemikian rupa kini telah kacau berantakan akibat remasan halus dari tangan seseorang yang sedang ia ajak berpagut. Sunghoon dengan perlahan melumat lembut dan menyicip bibirnya, berusaha mengingat setiap cecap manisnya. Ia hanya terduduk lemah di pangkuan Sunghoon, tanpa pertahanan, hanya melenguh lembut yang nyaris membuat akal sehat Sunghoon hilang.

Park Sunghoon membuka sebelah matanya, memotret dengan jelas setiap ekspresi yang ditunjukkan oleh orang yang ada di atas pangkuannya, wajahnya bersemu memerah hingga ke telinga dan matanya masih betah terpejam. Park Sunghoon mengumpat dalam hati, pemandangan indah itu benar-benar memanjakan dirinya. Orang di atasnya terlihat panas dan nampak telah siap untuk ia sentuh.

"Mmhhn..." Lenguhannya lolos bersamaan dengan Sunghoon yang menggeram disaat orang di pangkuannya menggerakkan tubuhnya. Memancing gejolak gairahnya yang hampir mencapai puncak. Gila, harusnya tidak begini. Otaknya memerintah untuk berhenti namun tubuhnya nampak tak peduli. Sunghoon rasanya hampir kehilangan kendali atas tubuhnya. Tangannya dengan kurang ajar kini bertengger di bokong seseorang itu dan meremasnya lembut, lagi-lagi menyebabkan desahan kembali terdengar nyaring, beruntung tersamarkan oleh deras hujan yang masih betah mengguyur.

Matanya kini terbuka sayu, memandang Sunghoon di bawahnya dengan tatapan yang seolah meminta untuk dihancurkan saat itu juga. Ketika tangannya kini mulai merayap naik, mencoba untuk membuka dua kancing teratasnya, saat itu juga pagutan keduanya terputus bersamaan dengan kepalanya yang terjatuh ke pelukan Sunghoon. Lenguhan yang tadi benar-benar membangkitkan nafsu kelelakiannya kini tergantikan dengan dengkuran halus, menandakan orang tersebut sudah tak sadarkan diri, terlebih dahulu berlabuh ke alam mimpi dan meninggalkan Sunghoon dengan ereksinya yang membuat frustasi.

"Hei, lo gak bisa tertidur begitu aja,"

***

"Hah!"

Park Sunghoon langsung terperanjat terbangun dari tidurnya, napasnya naik-turun tidak beraturan. Wajahnya terasa memanas dan tubuhnya berkeringat padahal pendingin ruangannya telah bekerja. Ia berdecak saat melihat jam yang baru saja menunjukkan pukul 3 pagi, Sunghoon mengacak rambutnya frustasi. Lagi-lagi mimpi itu mendatanginya, mimpi yang sama sejak enam bulan yang lalu. Mimpi yang selalu menghantui tidurnya setiap malam.

Sorot mata sayunya, hidung mancungnya, dan bibir manis yang ia cicipi—STOP. Park Sunghoon langsung menjambak surainya gemas, ia segera menyingkap selimutnya dan hampir menjerit di pagi buta ketika menyadari jika celana tidurnya lagi-lagi meninggalkan bercak basah di tengah-tengah selangkangannya.

"Fuck!"

***

Punggungnya terasa ada yang menubruk, lalu diikuti sebuah rangkulan di pundak yang dengan cepat segera ia tepis, "Lo keliatan lesu, man. Dicuekin lagi sama Sora?"

Park Sunghoon hanya mengaduk jusnya tanpa minat, terlalu malas untuk menanggapi temannya. Harinya berjalan buruk. Telat bangun, gagal menjemput sang kekasih hingga dirinya didiamkan, dan tadi pun ulangannya mendapat nilai rendah. Oh, Park Sunghoon berharap setidaknya hari ini mendapat satu hal yang baik atau ia akan terjun dari atap sekolah, bercanda.

"Jay,"

"Hoon,"

Keduanya saling menatap aneh, sampai akhirnya langsung duduk menjauh dan bergidik. Sunghoon hanya menggeleng, dia dengan cepat berbicara sebelum Jay kembali memotong ucapannya.

"Semalem gue mimpi itu lagi,"

Jay hampir saja menyemburkan jusnya, dia menatap tidak percaya ke arah temannya. Dengan tanpa belas kasih segera memukul kepala Sunghoon dengan sendok kantin.

"Kenapa lo mukul gue, anjing!?"

"Otak lo itu butuh dibersihin, tiap malem kok mimpi basah mulu. Kurang-kurangin gih nonton porno," balasnya datar. Sunghoon langsung saja membekap mulut sahabatnya, suara Jay itu bisa dikatakan tidak kecil. Jika ada seseorang yang mendengarnya, bisa-bisa imagenya hancur.

"Halah, lo sendiri aja demen," cibirnya.

"Tapi nggak separah lo yang sampe tiap malem mimpi basah,"

"Bacot, bangsat!"

Tidak ada lagi yang memulai obrolan, Jay sibuk menyantap makan siangnya dan Sunghoon cuma bermain ponsel. Masih mencoba untuk mendapatkan maaf dari kekasihnya yang nampaknya merajuk.

"Ribetnya ngebujuk cewek biar berhenti ngambek," gerutu Sunghoon, ia menyandarkan punggungnya ke kursi, kembali meminum jusnya yang sepertinya sudah tidak dingin karena esnya telah mencair.

"Oi, Jay."

"Apa?"

"Lo tadi mau ngomong apa?"

Jay menghentikan kunyahannya dan langsung menggebrak meja, pertanda terima kasih karena Sunghoon telah mengingatkannya.

"Sepupu gue mau pindah sekolah kesini, seangkatan kita juga." tukasnya.

Sunghoon hanya mengernyit, setelahnya berdecak tidak peduli. Sama sekali tidak tertarik dengan cerita Jay yang menurutnya tak penting. Rasa-rasanya membujuk kekasihnya jauh lebih baik ketimbang mendengarkan celotehan Jay.

Tapi Jay pun mana peduli jika Sunghoon mendengarkannya atau tidak, sudah terlanjur biasa diabaikan oleh teman sialannya.

"Tadi udah dateng kesini buat survey, dan lo tau? Dia bakal sekelas sama lo," lanjutnya. Jay melirik sekilas, dengan cepat menendang tulang kering Sunghoon sehingga sang empunya langsung memekik kesakitan dan menatapnya nyalang.

"Lo kenapa sih, anjing!" umpat Sunghoon, menepuk celana sekolahnya yang mungkin kotor akibat tendangan Jay, sesekali meringis karena Jay tidak main-main saat menendangnya.

"Kalo orang lagi cerita tuh, dengerin!"

"Sepupu lo mau pindah sekolah kesini kan? Bakal sekelas sama gue kan? Terus apa untungnya buat gue?" sungut Sunghoon kesal.

Jay langsung menerbitkan cengirannya, ia sudah hafal sekali dengan kebiasaan Sunghoon. Dari luar memang nampak tidak peduli, namun ia tetap mendengarkan walaupun tidak memberikan tanggapan atas ceritanya.

"Titip sepupu gue, lo temenin dia dulu. Seenggaknya sampe dia udah beradaptasi dan dapet temen," jelas Jay.

"Dia bukan bayi,"

"Memang bukan, tapi berani jamin lo bakal gemes sama dia,"

"A girl?"

Jay langsung menggeleng, "Emangnya yang gemes cuma cewek doang. Cowok juga banyak kali, Yang Jungwon contohnya,"

"Ck, stop it."

Jay hanya tertawa, Sunghoon selalu saja merasa iritasi jika dirinya mulai membicarakan Jungwon, adik kelas manis kesayangannya, "Kok bisa ya gue temenan sama homophobic kayak lo,"

"I'm not homophobic. I respect the community but sorry, I'm not a part of it." tukas Sunghoon datar.

"Whatever,"

"Siapa namanya?"

"Hah?"

"Your cousin, dummy."

Jay menyenggol tubuhnya dan menggodanya karena kini tertarik, "Hoo, tertarik juga rupanya. Namanya Jaeyun. Shim Jaeyun,"

—prologue end.




halo! selamat datang untuk siapapun yang singgah!

ini book pertamaku disini, mohon bantuan dan dukungannya ya^__^

sampai sini, apakah ada yang berminat untuk dilanjut? 👀

[sungjake] Rewind.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang