#2

1.1K 156 84
                                    

Dekap hangat yang melingkupinya membuat Sunghoon semakin menenggelamkan wajahnya di ceruk leher seseorang yang kini berada di bawah kungkungannya. Menyesap kulit halusnya hingga meninggalkan bercak kemerahan yang kemungkinan akan hilang beberapa hari kemudian. Lenguhannya mengalun lembut tepat di telinganya bersamaan dengan surai kelamnya yang diremas sebagai pelampiasan. Tangannya menelusup ke dalam kaos dan mengusap pinggangnya naik-turun secara perlahan.

"S-sunghoon sshh..." erangannya semakin menjadi saat tangan Sunghoon semakin bergerak naik dan kini menggoda tonjolan kecil di dadanya, sentuhannya mengalirkan jutaan volt arus listrik yang membuat tubuhnya bergetar.

"Say my name," bisik Sunghoon tepat di depan bibirnya sebelum membungkamnya dengan pagutan manis dan panas. Melumat bibirnya secara bergantian, menyesap manisnya rakus seolah esok ia tidak akan merasakannya lagi.

Mata seseorang di bawahnya terbuka, tatapan sayu itu kembali ia tangkap hingga sedetik kemudian berubah bersamaan dengan embun air mata yang kini menggenanginya.

"S-sunghoon... hiks—berhenti, gue mohon..."

Tubuh Sunghoon membeku, dengan segera memutus pagutan keduanya dengan benang saliva yang masih menghubungkan bibir keduanya. Si Park segera bangkit dan menjauhkan diri, mundur selangkah disaat isakan Jaeyun semakin terdengar memenuhi kepalanya.

"Jaeyun! Haah haah..."

Park Sunghoon langsung terbangun dengan dada yang bergemuruh tidak karuan, keringat dingin mengucur dari pelipisnya. Ia memegang kepalanya yang mendadak terasa pening. Mimpi itu kembali mengantuinya, namun kini lebih parah, Sunghoon selalu terbangun di tengah malam dengan diselimuti oleh rasa bersalah yang besar.

"Argh! Sialan!"

***

Hari terus berganti, pun waktu selalu berjalan tanpa henti. Kilas ingatan yang membuatnya merasa menjadi orang paling tolol kembali bertamu tanpa diundang, memutar kenangan yang sangat ingin ia hapuskan.

Ini sudah minggu ketiga sejak kejadian itu, selama itu pula Jaeyun tidak pernah bertegur sapa dengannya lagi, ini bahkan lebih parah dari sebelumnya. Dan tololnya, Park Sunghoon pun enggan mengucap maaf atas kelakuan kurang ajarnya. Tidak, bukannya ia tidak mau. Sunghoon hanya kesulitan untuk melakukannya sebab Jaeyun selalu menghindar jika ia dekati.

Sunghoon rasanya ingin memukul dirinya sendiri ketika menangkap sorot ketakutan dari mata Jaeyun, pun bersamaan dengan tingkahnya di kelas yang menjadi lebih pendiam dan pasif, sungguh berbeda seperti saat ia dengan antusias memperkenalkan diri di depan kelas di hari pertama datang. Bahkan Jay pun berkata jika belakangan ini Jaeyun sedikit berubah, anak itu tidak pernah lagi berkunjung ke rumahnya walau untuk sekadar mengganggunya gaming seperti biasa. Dan saat itu juga Sunghoon jadi sering menyalahkan dirinya, ia cukup tahu diri jika perubahan sikap Jaeyun sedikit banyak pasti karena ulahnya.

Apa Sunghoon menyesal? Tentu, dia itu anak yang dibesarkan secara baik-baik oleh kedua orangtuanya, dan melecehkan seseorang, baik itu perempuan atau laki-laki tidak pernah sekalipun diajarkan oleh keluarganya.

Sunghoon menghela napasnya, sorot matanya lurus pada punggung Jaeyun yang duduk di kursi di depannya, anak itu masih sibuk mencatat tanpa mempedulikan teman-teman lain yang berisik karena guru yang mengajar sedang pergi. Sunghoon menimbang-nimbang, apakah ini kesempatan bagus untuknya meminta maaf? tapi bagaimana jika teman-temannya tahu akan masalah keduanya?

Surai kelamnya diacak sembarang, merasa frustasi sendiri saat segala macam bayangan buruk menghampirinya. Ini bukanlah saat yang tepat untuk memikirkan dirinya, karena pada dasarnya Jaeyun lah yang paling dirugikan di sini. Jika pun nanti teman-temannya tahu akan kelakuan bejatnya, Sunghoon rasa itu memang pantas untuk ia dapatkan.

[sungjake] Rewind.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang