last

130 23 3
                                    

Degupan jantung yang semakin cepat membuat Jeongin berkali kali menarik nafas panjang

Dengan gigi kelinci yang rapi, Mingi terus tersenyum, sudah sekitar sepuluh menit yang lalu cengiran tampannya tidak luntur. Meskipun terlihat mempesona, tapi hal itu justru membuat Jeongin tak terlalu nyaman

Ah, atau bisa di katakan membuat Jeongin terlampau suka sampai tak nyaman karena gugup.

Rasanya Jeongin ingin sekali membuka suara, memulai pembicaraan perihal Mingi yang meminta bertemu. Namun sungguh, tenggorokan yang ada pada lehernya seperti tersumpal sesuatu hingga mulutnya tak mampu mengeluarkan satu kata sekalipun.

Uluran tangan pemuda yang lebih tinggi secara tiba-tiba membuat detak jantung milik Jeongin semakin berpacu kancang,

"Song Mingi" serunya dengan wajah yang terlihat bahagia menunggu respon Jeongin. Pemuda manis itu mencoba mengendalikan diri agar bisa menjabat tangan Mingi

"Yang, Ya-Yang Jeongin"

Bukannya bahagia, Jeongin bisa di katakan tersiksa.

Ya, setelah jabatan tangan itu pemuda Song justru terpingkal membuat mata sipitnya membentuk bulan sabit, sangat indah. Namun Jeongin tidak suka, ia malu, pipinya memanas.

"Jangan gugup gitu dong Jeong, aku gak bakal gigit kok hahahaha. Lucu banget"

Melihat bagaimana Mingi yang mencoba mencairkan suasana justru membuat Jeongin semakin menunduk. Terlihat semburat merah muncul di pipi Jeongin, jantungnya semakin tidak baik-baik saja. Kalimat terakhir Mingi membuatnya salah tingkah.

Jeongin menggigit bibir bawahnya, sangat takut untuk menjelaskan maksud dari apa yang ia lakukan pada Mingi selama beberapa bulan belakangan

Jeongin memang mengira bahwa Mingi meminta bertemu adalah karena ingin meminta penjelasan darinya, ingin menuntaskan semuanya.

Alhasil setelah beberapa menit bergelut dengan pemikirannya, mulut kecil milik Jeongin mengucapkan kata maaf dengan kepala yang masih melihat ke bawah.

"A-aku minta maaf kak. G-gak maksud buat ngirimin hal-hal cringe gitu, beneran. A-aku minta maaf"

Kalimat yang terdengar polos membuat Mingi tersenyum. Kali ini wajah tampan itu menampilkan raut menenangkan yang sangat Jeongin suka.

"Soal cincin pertunangan, itu punya sepupuku yang dia beli di pelelangan lusa kemarin hehe. Aku meminjamnya"

Sebenarnya Jeongin tidak paham, ia membicarakan hal lain namun topik yang Mingi utarakan justru terdengar ambigu. Setitik harapan menyeruak di pikiran Jeongin, ia mengulas senyum tipis. Mata Mingi dapat menangkap dengan jelas bahwa seseorang di sampingnya itu terlihat senang

Segera ia tertawa seakan-akan Jeongin sangat menyukai hal ini—walaupun faktanya memang benar.

Namun beberapa detik setelahnya, wajah pemuda berambut coklat itu mulai menampilkan raut menyesal, segera menatap sosok pemuda manis yang tengah menunduk.

"Kamu gak takut sama aku? Gak malu?"

"Temenku gak ada yang anak baik-baik loh Jeong, semua berandal, termasuk aku sendiri"

"Bisa di bilang aku ini brengsek. Kenapa kamu bisa suka?"

Manik legam Jeongin beralih pada Mingi, sangat tidak terima dengan pernyataan pemuda itu

"Banyak yang lebih baik dari aku. Kenapa kamu milih cowok baj—"

"Stop!!!—" Jeongin refleks menutup mulut Mingi, telapak tangannya ia arahkan pada yang lebih tua dengan kasar, "Ah maaf" tuturnya mendapati wajah Mingi yang terlihat kaget.

Jeongin segera memegang tangan yang lebih tua dengan erat, melupakan apa yang sebelumnya terjadi pada dirinya sendiri

"Kak Mingi jangan ngomong gitu. Aku suka kakak bukan tanpa alasan, pastinya. Selain kakak yang mudah bergaul, aku suka setiap apa yang ada di diri kakak, senyuman kakak, cara bicara kakak, rambut kakak, cara jalannya kakak, semangatnya kakak, tulisan kakak" Jeongin menjeda kalimatnya, segera ia menatap fokus mata Mingi dengan tulus

"Aku gak peduli apa kata orang, mau kakak berandalan sekalipun aku gak peduli. Aku tau kalau kakak sebenernya orang yang baik, di mataku kakak tetep kakak. Sebanyak apapun masalah kakak pasti kakak bisa ngatasin dengan mudah walaupun kebanyakan dengan cara yang salah dan jujur, justru itu hal yang bikin aku tertarik, aku salut, aku suka dan nyaman buat naruh hati ke kakak"

Mingi terkenal dengan keberingasannya saat mendapati masalah yang serius, ia tidak bisa mengontrol emosi hingga membuat kekacauan yang tak jarang juga merugikan orang lain.

Maka dari itu Jeongin selalu mengira bahwa seseorang di sampingnya tidak punya rasa malu. Tapi ternyata salah, wajah Mingi terlihat sedikit memerah mendengar apa yang Jeongin katakan.

Mingi berpikir apakah dirinya memang seperti yang di katakan Jeongin atau justru Jeongin yang melebih-lebihkan?

Tapi di lihat dari segi manapun sepertinya memang Jeongin yang terlalu menggilai Mingi, ia hanya melihat semua yang dilakukan Mingi sebagai sesuatu yang indah. Dirinya akan menutup mata untuk semua keburukan Mingi

Ya, katakanlah Jeongin memang di butakan oleh cinta.

"Mau jadi pacarku?"

Dan sepertinya pemuda jangkung dengan segala masalah itu juga mulai menaruh hati pada Jeongin. Mingi merasa mulai menggilai pemuda bermata rubah yang sudah terbilang cukup lama memberinya perhatian perhatian kecil dari pesan yang dikirim ke sosial medianya.

Tapi sudahlah, hanya Mingi dan Jeongin yang paham bagaimana perasaan masing-masing.

Fin

cringe banget ya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

cringe banget ya?

huhu maaf enggak maksud bikin gidik gidik pembaca, serius

iya, aku juga minta maaf kalo ceritanya enggak ngefeel dan gak jelas. book ini di buat atas dasar rasa kangen ke Mingi :'(

last but not least, thanks buat yang udah mampir, maaf mengecewakan (-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩___-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩)

see~

✓ Direct Message [MinJeong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang