Setelah peperangan selesai banyak hal yang terjadi di kehidupanku, pada dasarnya aku hanyalah pelajar dari akademi biasa yang tidak tau tempat ku.
Ku fikir bahwa hidupku saat ini pun sangat buruk, aku terlalu banyak memaki, atau menyumpahi hidupku sendiri.
Aku terus bertanya-tanya untuk apa aku hidup.
Orang tua ku, adik-adik ku, aku terus berfikir akan menjadi apa aku dimasa depan nanti.
Tapi, pada dasarnya aku sadar bahwa seseorang sepertiku; orang miskin yang tidak punya apa-apa sepertiku hanya akan berakhir ditempat tumpukan sampah.
Aku yakin orang tuaku pun pasti mengetahui hal ini, tetapi mereka terus memaksaku untuk melanjutkan sekolah akademi ku.
Bahkan hari ini pun, aku menyadari betapa sulitnya hidup mereka berdua, betapa sulitnya kehidupan adik-adikku.
Aku menyadari bahwa aku hanya menjadi beban bagi kedua orang tua ku, bagi keluarga ini.
"Ku fikir, lebih baik aku tidak melanjutkan sekolah akademiku," aku membuka suara ku, aku harap mereka mengerti bahwa aku tidak ingin menjadi beban mereka. Aku ingin bekerja untuk keluarga ini.
Orang tuaku terlihat terkejut mendengar pernyataanku.
"Kenapa?" Ayahku bertanya jelas bahwa dia tidak ingin mendengar apa yang ku katakan seperti sebelumnya.
"Aku sudah mengatakannya berkali-kali, aku lebih baik bekerja," aku menatap mata ayahku dalam-dalam, aku ingin dia tau dan ibu tau bahwa aku bersungguh-sungguh ingin bekerja demi keluarga ini.
Aku melihat Ibuku tersenyum dengan lembut, yah sepertinya Ibuku akan menyetujui rencanaku. Tetapi itu berbeda dari yang ku fikirkan.
"Itu tidak mungkin," Ibu berkata masi dengan senyumnya yang lembut.
Aku terus bertanya-tanya, "Kenapa?"
"Mungkin menurutmu sekolah akademi itu tidak penting, tapi itu akan mempengerahimu di masa depan nanti," Ibu berkata dengan tegas tetapi tetap dipenuhi rasa kasih sayang.
Aku mengepalkan jari jemariku, rasa kesalku memuncak, mengapa mereka berdua tidak mengerti?
"Aku tidak ingin menjadi beban bagi kalian berdua!" Aku mulai meninggikan suaraku, jelas bahwa kedua orang tuaku terkejut.
"Kau bukan beban, siapa yang berkata bahwa kau beban?" Ibu memegang pundakku seolah menenangkanku.
Tetapi aku menepisnya, betapa berdosanya aku.
Tetapi, aku tidak ingin terus seperti ini.
"Apakah kalian fikir aku tidak tau? Seberapa sulitnya kalian akhir-akhir ini? Seberapa susahnya kalian mencari makan dari hari ke hari? Kenapa kalian hanya memikirkan tentang sekolah ku! Fikirkan lah diri kalian sendiri! Fikirkan lah adik-adik juga! Kalian, KENAPA KALIAN HANYA MEMENUHI EGO KALIAN SAJA!" Aku berteriak, rasanya aku ingin menangis. Tetapi air mata ku tertahan oleh rasa marahku.
"Tidak nak, kita semua baik-baik saja," Ayah mulai mencoba untuk menenangkanku, tetapi aku tetap tidak ingin mendengarnya.
"Benar kata Ayahmu, kita semua baik-baik saja, adik-adikmu pun tidak masalah dengan keadaan kita, percayalah pada Ibu dan Ayah," Ibu memelukku, jelas sekali bahwa dia tidak ingin aku memikirkan hal lain.
Tetapi, aku mendorongnya, Ibu terlihat terkejut dengan apa yang ku lakukan, tetapi aku tidak bisa menahannya.
"Kalau begitu kenapa? Kenapa kalian memakan hal yang tidak layak kalian makan? Apakah kalian fikir karna aku tinggal di Akademi aku tidak mengetahui keadaan kalian?" Aku benci ini.
"Jika, jika ayah memikirkan keadaan keluarga ini lebih baik Ayah jual saja aku!" benar, jika Ayah memikirkan keluarga ini aku akan dengan senang hati untuk di jual.
"Bagaimana Ayah bisa--,"
"AYAH PASTI BISA! Apakah Ayah ingin hidup seperti ini?!" Aku terus membentaknya.
Aku tidak habis fikir dengan mereka berdua.
"Nak dengarlah, mungkin saja masa depan akan berubah? Akan ada masa depan yang baik untuk kita semua dan tentu saja itu ada di tanganmu, dan jalannya adalah sekolah Akademi," Ibu mengatakannya masi dengan lembut, tetapi aku tidak berfikir demikian.
"Berhentilah, berhentilah egois seperti itu, aku tidak ingin menanggung masa depan kalian semua!" Ya aku mengatakannya, aku menarik nafas ku dalam-dalam dan menatap kedua orang tuaku itu.
"kalian, bahkan kehidupan seekor anjing pun lebih baik dari pada kalian," ya aku mengatakannya.
Aku langsung pergi dari tempat yang ku sebut rumah itu tanpa berfikir.
Sungguh, aku tidak ingin melakukan ini hanya saja.
Aku tidak ingin melanjutkan. Masa depan? Aku tidak memikirkannya sungguh, lebih baik aku saja yang menderita sekarang, dari pada keluargaku sungguh.
7 tahun kemudian
"Kakak! Ayo kita berangkat sekarang!" Itu suara adikku.
Sudah 7 tahun, dan hari ini adalah hari ulang tahun Ibuku, aku dan ketiga Adikku ingin mengunjungi makam Ibuku.
Yah, lucu memang tetapi Ibu dan Ayahku meninggal lebih cepat dari pada yang ku bayangkan.
Aku hanya menatap kedua nisan orang tuaku sedangkan Adik-adikku mencoba membersihkan nisan dan mengganti bunga.
Aku memikirkannya ulang, memikirkan masa lalu yah aku memasuki Akademi sejak aku berusia 7 Tahun karena itulah, aku sangat jarang berbagi waktu dengan kedua orang tuaku.
Aku ingat saat aku bertengkar besar dengan orang tuaku, saat itu aku mengatakan kata yang tidak seharusnya aku katakan.
Aku benar-benar tak termaafkan, bahkan setelah hari itupun aku tidak meminta maaf.
Tetapi walau begitu aku masih mengingat perasaannya, rasa kecewa ku, tetapi dari pada itu aku lebih merasa takut.
Padahal aku sudah mengatakannya, aku ingin bekerja demi mereka, sungguh bukan karena aku ingin mengecewakan mereka.
Hanya saja ini yang ku takutkan, aku sangat takut bahwa mereka pergi meninggalkanku tanpa sempat merasakan kebahagiaan karena apa yang ku capai, aku bahkan belum melakukan apa-apa demi mereka, inilah yang ku takutkan dan ini menjadi kenyataan.
Tanpa ku sadari aku menangisi mereka lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/259403567-288-k719665.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Belum Melakukan Apapun.
KurzgeschichtenAku ingin melakukan sesuatu, bahkan jika itu harus menjual diriku sendiri agar kalian bahagia.