20. Dia

2.3K 286 20
                                    

"Halo Mbak Arin." Suaranya manis dan terdengar familiar. Kayaknya aku pernah dengar orang dengan suara ini, tapi dimana?

Begitu seluruh tubuhnya memasuki pintu dengan sempurna, seketika tubuhku mematung. Bukannya bermaksud berlebihan, tapi sungguh aku benar-benar terkejut. Seluruh kenangan lima tahun yang lalu terputar kembali di kepalaku bak sebuah film sedih.

Tunggu, aku nggak salah lihat kan?

Ini beneran dia yang aku tahu?

Mataku, kamu nggak menipuku kan?

"Rin, kamu kenapa?" Aku nggak ngelamun kok, masih sadar. Kutatap Sevanya dengan tatapan kosong, persis orang linglung. "Woi sadar!" Begitu Sevanya mengguncang-guncang tubuhku, aku mengerjap beberapa kali. 

"Oh iya, aku masih harus lipat kardus." Aku berusaha mencari alasan untuk melarikan diri.

"Udah selesai kok Kak." Aduh Jibril, kamu nggak ngerti banget situasiku!

"Udah selesai Bril? Coba kamu beliin cemilan di indoapril dong." Sevanya mengeluarkan uang dari dompetnya, melihat itu aku jadi punya kesempatan untuk lari. Langsung saja kurebut uang ditangan Sevanya sebelum Jibril mengambilnya.

"Aku aja Nya!"

"Tapi kan aku nyuruh Jibril biar dia bisa sekalian beli susu Rin, kasihan dari tadi pagi dia udah kerja keras." 

"Yaudah Jibril aku ajak kok, yuk!" Segera kugandeng tangan Jibril dan cepat-cepat keluar dari hadapan wanita itu. Untungnya Jibril nggak protes, bahkan dia sampai mengikutiku berlari. Aduh baiknya.

Begitu kurasa agak jauh dari rumahnya Sevanya, aku berhenti berlari. Sambil menenangkan nafasku yang tersengal-sengal akibat berlari tadi. Mungkin juga gara-gara lari-larian, kakiku mendadak jadi lemas dan membuatku berjongkok di tepi jalan.

"Kakak ... nggak papa kan?" Tanya Jibril ragu.

Aku mendongak, menatap Jibril yang berdiri tepat di depanku. Tubuhnya yang tinggi sanggup menghalau terik matahari untuk say hallo dengan kulitku. Wajah Jibril menatapku dengan khawatir. Membuatku jadi merasa bersalah mengajak dia berlari-lari di tengah terik matahari begini. Akupun berdiri, Jibril dengan sigap membantuku.

"Nggak apa-apa kok, cuma capek lari-lari aja." Kupaksakan tawa kecil diakhir kalimatku. Lalu berjalan mendahuluinya saat ingat harus beli camilan.

Begitu Jibril menyejajarkan langkahnya denganku, ia berujar. "Kak, bukannya lebih baik naik motor ya daripada jalan kaki kayak gini? Kan indoaprilnya jauh, apa Kak Arin nggak capek?"

Oh iya, aku baru ingat kalau indoapril kan jauh. Ya ampun terkejut membuatku jadi bodoh seketika. Eh tapi aku jadi ingat sesuatu waktu lihat Jibril.

"Capek sih, tapi aku masih trauma naik motor sama kamu Bril."

"Ah maaf Kak." Jibril menunduk dan seketika murung.

Kemudian suasana jadi canggung, aduh mulutku bisa nggak sih kata-kata yang kamu keluarkan nggak sejahat itu. Alusan dikit dong.

Begitu sampai di indoapril wajah Jibril yang tadinya murung kembali berseri-seri. Layaknya anak TK yang  mau beli jajan, Jibril segera masuk dan mengambil beberapa kotak susu. Melihat Jibril matanya langsung ijo lihat susu kotak, membuatku cuma bisa geleng-geleng kepala.

Aku menatap jajaran cemilan di rak, Sevanya tadi nggak bilang harus beli apa dia cuma nyuruh beli camilan aja sih. Aku harus beli apa ya?

"Bril, sini!"

"Iya kak sebentar ya." Sahut Jibril dengan suara riang. Tak lama ia menghampiriku sambil membawa enam kotak susu yang membuat kedua tangannya penuh. Bukan hanya penuh sih, malah membuatnya kerepotan.

Mommy Dadakan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang