Setelah Abi turun dari angkot, Abi berjalan pincang ke gerbang. Disana terlihat satu orang yang selalu menunggu nya. Orang itu adalah Ferro.
Dia adalah Ferro Rochi Sebastian, teman Abi sejak masa mos. Ferro sangat cuek terhadap sekitar, bahkan bisa saja ia tidak mengajak bicara orang yang ada disebelahnya. Kecuali Abi. Dari awal saat melihat Abi, Ferro seperti melihat adik kecil. Ia sangat menginginkan adik namun bundanya tidak bisa memberikan adik untuknya.
Ia mendekat ke arah Abi dan Abi mulai berkenalan dengan Ferro. Awal-awal Ferro masih agak pendiam dan setelah 7 bulan sekarang Ferro mulai menunjukkan perubahan. Ia mulai bisa bersosialisasi dengan orang lain. Ya meskipun hanya sedikit seperti teman basket nya? Tapi Ferro hanya menganggap mereka semua kenalan bukan teman. Teman atau bisa dibilang sahabat satu satunya hanya Abi. Abinaya Putra Pangeran.
Perlahan namun pasti, Ferro mulai menunjukkan sifat lain pada Abi. Kadang Ferro overprotective pada Abi, kadang ia juga akan ngambek pada Abi, kadang ia juga bisa cerewet tapi ini lumayan jarang dan di waktu waktu tertentu Ferro bisa menjadi sangat manis. Menurutnya, Abi sudah seperti adik kecil yang sudah senantiasa ia jaga. Dan harus diingat pula, Abi juga yang membuat keadaan di rumah Ferro menghangat.
Semakain mendekat, Ferro melihat kaki Abi yang pincang dan kesakitan dari raut mukanya. Ferro langsung menghampiri Abi.
"Kenapa kakinya?"
"hehehe Abi gapapa kok. Ayo masuk nanti kita telat"
"Ck. Jawab!"
"Abi kemaren abis nolongin orang, jadi akhirnya Abi yang keserempet.... Mobil hehe"Abi menjeda kata kata nya, dia sudah melihat raut muka Ferro. Meski masih agak datar tapi Abi tahu Ferro pasti sebenarnya kaget dan marah mungkin?.
Ferro jongkok membelakangi Abi.
"Eh ko jongkok?! Ferro ayo ah kita mau masuk bentar lagi bel!"
"Naik!"
"Abi berat! Lagian Abi masih bisa jalan. Ayo cepet berdiri!!"
"Abi! Naik!"
Abi tetap diam menimbang nimbang apa yang harus ia lakukan
"Abi cepet naik! Atau kita ke rumah? Udah lama kan ga ke rumah?"
Jangan sampai ia bolos. Akhirnya Abi menyerah dan mulai naik digendong Ferro."Aaaaaa gemoy banget siiii"
"kaya adek digendong sama kakak nya aduhh gemoy parahh"
"kaya bapak sama anak ga si?!"
"anjir! Liat ogeb masa ganteng gitu dikatain bapak bapak!"Ferro menulikan telinganya dari jeritan orang orang di koridor. Dia hanya fokus membawa Abi ke kelas.
"Ferro jangan marah ya, Abi gapapa. Kemaren pas Abi mau berangkat kerja ..."
Ferro langsung menghentikan langkahnya.
"Lo kerja?!"
Aduh mulut ko ga disaring!!!!
"Abi! Gue nanya, lo kerja?!"
"Nanti Abi ceritain yaa, Ferro jangan marah tapi. Sekarang kita ke kelas dulu bel nya udah bunyi tuh"Ferro menghela nafasnya, inilah Abi. Abi yang selalu memendam rasa sakit yang dia punya, Abi tak pernah mengeluh dengan keadaannya sedangkan Ferro, Ferro tidak suka Abi menyembunyikan kesakitan apapun darinya.
Dari pelajaran ke-1, pelajaran ke-2 Ferro hanya diam bahkan tidak melirik Abi sedikitpun, Abi tahu Ferro pasti marah. Menulis permintaan maaf dikertas kecil sudah, menusuk nusuk tangan Ferro dengan jarinya agar Ferro melihatnya sudah tapi Ferro tetap diam.
Dan waktu istirahat Ferro hanya mengeluarkan 2 kata.
"Diem disini"
Huhh akhirnya Ferro ngomong juga
Abi memilih diam di kursinya. Dia tidak mau memancing kemarahan Ferro.Ferro kembali ke kelas dengan membawa air mineral, susu cokelat, es jeruk dan beberapa camilan. Dia mulai mengeluarkan 2 buah tupperware dari dalam tasnya.
"bunda masak, katanya bunda kangen nanyain lo terus kapan ke rumah"
"Whoaa bilangin bunda makasih yaa, Abi juga kangen bunda. Abi belom bisa ke rumah soalnya Abi pulang sekolah kerja. Oh iya tadikan mau jelasin soal ker..."
"Makan!"Abi langsung memakan masakan bunda Ferro, terlihat benar bahwa Abi sangat senang saat makan. Ferro hanya tersenyum tipis dan memberikan air mineral, susu dan camilan lain. Sementara dirinya meminum es jeruk. Meskipun Ferro sedang agak marah dengan Abi, tapi tetap dia mengutamakan Abi.
"Abi kerja soalnya Abi udah gede. Abi juga mau ringanin beban ibu panti, adek adek di panti lebih membuthkan dari pada Abi jadi Abi sekarang kerja jadi pelayan di cafe"
Ferro mendengarkan dengan seksama
"Bunda kalau tau pasti marah Bi, kenapa sih lo selalu tolak uang pemberian bunda?!""Kalo bunda marah nanti Abi aja yang telfon bunda. Bunda ayah sama Ferro udah baik banget sama Abi... Abi gamau ngerepotin keluarga Ferro lebih dari itu. Lagian nanti kalo Abi udah keluar dari panti dan tinggal sendiri abi bisa lebih mandiri kalo udah terbiasa dari sekarang bener kan???"
"Terserah lo, tapi kalo ada apa apa bilang. Gue ga suka lo nyembunyiin apapun itu. Janji?"
Abi mengangguk sambil tersenyum
"Janji!!"
Ferro hanya menghela nafas, lalu tersenyum tipis dan mengusap kepala Abi. Sisa penghuni kelas menatap mereka dengan perasaan gemas. Emang cuman Abi yang bisa bikin Ferro ga irit ngomong, Abi juga yang cuman bisa bikin Ferro senyum walau tipis.
"bi boleh gantian bentar gaaa?? Huaaa mamahh pengen disenyumin Ferro jugaaa!!!"
"Pengen dapet senyum Ferro juga tapi pengen jadi pacar gamau adek kaka an ah :("Yup sekelas, bahkan mungkin sebagian dari sekolah ini sudah tau bahwa Abi sudah seperti adik yang akan selalu dijaga oleh Ferro.