Gyeo Ul terjaga semalaman. Perkataan Min Ha semalam sukses membuatnya tak bisa tidur.
"Aku bisa melihat kalian berdua menjadi sumber kekuatan satu sama lain. Tapi tiba-tiba saja kau berangkat ke Australia, lalu beberapa hari kemudian Jeong Won oppa pergi, entah kemana. Ada apa?"
Gyeo Ul mengerang, menutup kepalanya dengan bantal.
Aish! Chu Min Ha! Kenapa bicaramu selalu benar sih? bahkan saat kau tidak tahu apa-apa sekalipun.
"Keurae, saat itu aku memang jadi terlalu bergantung dengan Ahn Jeong Won," gumam Gyeo Ul lemah, menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya. Kehilangan Song Jun membuat Gyeo Ul hancur sampai sempat terlintas di benaknya untuk pergi menyusul kekasihnya, namun ia dengan cepat mengenyahkan pikiran buruk itu. Gyeo Ul tahu bukan hanya ia yang berduka, tapi saat itu ia merasa seolah hanya dirinya yang paling kehilangan Chae Song Jun, sampai ia melihat keadaan Ahn Jeong Won. Pria hangat yang selalu ceria itu tampak kosong, seolah seluruh kebahagiaannya terserap oleh dementor. Gyeo Ul ingat, saat pemakaman Song Jun, Jeong Won menghampiri dan memeluknya erat sambil tak henti meminta maaf karena telah membuatnya kehilangan orang terkasih. Gyeo Ul melihat ada duka yang sama di mata Jeong Won, tidak, bahkan lebih. Jang Gyeo Ul hancur karena duka. Ahn Jeong Won terpuruk karena duka, dan rasa bersalah. Melihat sosok seceria Jeong Won larut dikikis oleh rasa bersalah membuat Gyeo Ul sadar bahwa ia tak boleh seperti ini. Mereka tak boleh terus seperti ini. Ia harus bangkit agar bisa menarik Jeong Won dari kubangan duka dan rasa bersalah.
"Sumber kekuatan satu sama lain," ia kembali mengulang ucapan Min Ha semalam. Ya, tanpa Gyeo Ul sadari Ahn Jeong Won telah menjadi sumber kekuatannya dalam menghadapi duka kehilangan Song Jun.
I rely on him so much, it makes me scared.
Dan karena itulah ia kabur.
And now you're back. What am I going to do, Ahn Jeong Won?
Lamunannya terhenti saat Gyeo Ul mendengar pekik riang Ik Sun, disusul suara-suara lain yang saling bersahutan. Suara orang-orang yang sangat dikenalnya puluhan tahun. Suara orang-orang tersayangnya.
Gyeo Ul bangkit dari tempat tidurnya, lalu berjalan ke arah meja rias untuk menyisir dan mengikat rambut. Ia melirik cermin sekilas, tak tidur semalaman membuat kantung matanya semakin hitam.
You look awful, Jang Gyeo Ul.
Ia mencubit pelan kedua pipinya mencoba memberi rona segar di wajahnya, agar tak terlihat seperti zombie. Setelah merasa pantas, ia keluar kamar dan berjalan ke ruang tengah.
"Oh, Gyeo Ul-ah kau sudah bangun?" Sapa Ik Jun riang sambil bangkit berdiri untuk menghampiri dan memeluk Gyeo Ul. "Kau sehat, kan?"
"Eung, aku baik-baik saja, Oppa."
"Keurae? Tapi kantung matamu tebal sekali, kau begadang semalam?" Ik Jun menatapnya lekat-lekat
"Oh, itu, aku keasyikan baca buku semalam," Gyeo Ul menghindari tatapan Ik Jun, "tumben kemari, ada apa?"
"Ada apa?" Ulang Ik Jun, menaikkan sebelah alisnya, "tentu saja karena aku kangen kalian. Adik kandungku dan adik sepupuku tinggal di sini. Apa aneh seorang kakak menjenguk adik-adiknya?"
"Tentu saja boleh," Ujar Gyeo Ul sambil lalu, "Uju-ya, sini peluk Imo dulu.." Ia bergegas meraih Uju yang sedang duduk di pangkuan Ik Sun lalu menggendong dan menghujani Uju dengan ciuman sehingga sang balita tergelak riang.
"Aigoo aigoo, lihat tawanya. Lee Uju, kau senang bertemu Imo?" Song Hwa datang dari arah dapur sambil membawa nampan berisi sandwich, disusul Min Ha yang membawa dua kantung plastik berisi kopi.
YOU ARE READING
Saudade: The Love That Remains
FanfictionA Hospital Playlist Fan-fiction (Alternate Universe) "Kau bisa. Kau hanya perlu melepaskan. Sudah empat tahun, Gyeo Ul-ah. Sudah saatnya kau melupakan. You have to let him go, Song Jun oppa pasti juga ingin kau bahagia." Ik Sun memeluk Gyeo Ul erat...