Ares dan Lio

4 2 0
                                    

o0o

"Lio suka bintang ya?"

"Iya! kakak kan tau Lio punya banyak buku cerita tentang bintang."

"Lio juga suka baca buku ini?" tanya Ares sambil menunjuk buku yang sedang dibaca Lio.

Lio mengangguk, "Iya! tadi baru dibeliin sama mama."

"Tapi, ini kan buku untuk orang yang udah ngerti."

"Lio ngerti kok! kan ada gambarnya. Tuh!" Ares melihatnya, tapi tetap saja aneh pikirnya.

"Ini apa?" tanya Ares menunjuk satu gambar disana. Lio membaca keterangan yang ada dibawah gambar tersebut.

"Orion. Katanya orion ini pemberani, soalnya bentuknya kayak orang yang lagi manah." Ares mengangguk mengerti, walau hanya dibagian 'berani' nya saja.

"Kak Ares mau liat ga bintang kesukaan Lio?!" Lio bertanya dengan semangat, maka Ares tak akan mampu menolaknya.

"Ini! Dia rigel, bintang yang paling terang." Lio tersenyum, "Lio pengen jadi rigel, kak. Lio mau bersinar terang, terus orang-orang jadi suka sama Lio. Tapi, Lio juga mau jadi berani kayak orion, biar bisa jadi pahlawan."

Lio dan pikiran kanak-kanaknya, ia seperti bersungguh-sungguh dengan keinginannya tersebut.

"Jangan!" suara Ares sedikit meningkat membuat Lio terlonjak, "Kenapa..?" tanyanya sedih.

"Lio itu cukup bersinar, biar orang-orang suka sama Lio. Soal pahlawan, biar kakak yang jadikan beban."

Lio tersenyum, ia tak terlalu terkejut jika Kakaknya mengeluarkan kalimat puitis. Itu karena Ares memang beberapa kali mengikuti lomba puisi. Tapi kali ini berbeda, Ares seperti sungguh-sungguh dengan ucapannya.

"Iya deh, Lio ikut kakak."

Tangan itu bergerak mengemasi alat tulis dan segala antek-anteknya dari atas meja. Menyusun kembali buku-buku yang tak beraturan, agar mejanya terlihat rapi seperti semula.

Kemudian terdiam, sambil menyandarkan punggungnya sebab lelah.

Sampai saat ini, tak pernah Ares sangka percakapannya dengan Lio delapan tahun silam akan benar-benar terjadi. Lio yang bersinar terang, dan Ares sang pahlawan. Pahlawan yang melindungi dan membela seorang laki-laki manis yang sampai kapanpun akan selalu bersinar di matanya. Bahkan ketika orang lain memandangnya tanpa mata, bukan lagi sebelah mata.

Lucu ya? sudah bagus-bagus Tuhan menciptakan bumi, tapi kenapa malah diisi manusia tanpa hati?

Nostalgia masa lalunya harus berhenti saat menyadari ada kehadiran orang lain disekitarnya. Ares memandang wajah yang berada beberapa meter didepannya itu. Adiknya, Delion Raka namanya.

Dengan senyuman yang selalu terpatri indah diwajahnya. Seolah dunia tak pernah memberi luka pada si pemilik wajah putih nan pucat itu.

"Kak Ares!" panggilnya.

"Kesini!" suruh Ares.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LHA-NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang