»Prolog«

8 2 1
                                    

Jam tujuh malam.

Tepatnya di meja makan, empat orang sedang makan malam dengan hikmat. Tidak ada perbincangan. Layaknya orang asing, tetapi tinggal satu atap.

Sampai seketika, seorang wanita paruh baya memulai perbincangan untuk memecah keheningan.

"Dek, kamu yakin ngambil jurusan Bahasa di sekolah abang?" Tanya wanita itu, tepatnya Mama. Mama yang sangat Soo An dan Soobin sayangi.

Mama bertanya demikian karena beliau tidak yakin jika Soo An memilih jurusan Bahasa.

Kenapa? Karena abang Soo An memilih jurusan IPA agar kelak ia menjadi dokter di masa depan. Sedangkan Soo An? Ia memilih jurusan Bahasa karena Soo An tidak terlalu pintar seperti abangnya. Lagian Soo An juga sangat membenci matematika. Apalagi rumusnya, argghh!! Rasanya kepalanya akan meledak. Bagaimana dengan IPS? Oh, tidak. Big no! Menurutnya, IPS itu sepenuhnya hanya hafalan tentang dunia yang bisa berubah kapan saja. Makanya, ia memutuskan untuk memilih jurusan Bahasa saja.

Soo An menghentikan aktivitasnya. "Yakin, kok, Ma." Jawabnya to the point, lalu menyuapkan nasi ke mulutnya yang mungil.

"Yaudah kalo gitu, Mama serahin semuanya sama kamu. Mama gamau buat kamu ga nyaman apalagi nambah beban kamu. Tapi janji, ya.. kamu bakal belajar yang bener. Oke?"

"Siap, bu pengacara!" Saut Soo An tegas, dibarengi dengan kekehan kecil darinya.

Sedangkan yang lainnya hanya tersenyum melihat anggota termuda mereka bertingkah laku seperti itu.

Mama Soo An, yaitu Sooya adalah pengacara ternama di negaranya. Sedangkan ayahnya, yaitu Sooham, pemilik perusahaan Soo's Company. Perusahaan ternama di negaranya juga.

"Apasi, de," Sahut Sooya sedikit malu.

"Abis ini kalian berdua langsung tidur, okay? Besok hari pertama Soo An masuk sekolah SMA." Suruh Sooham pada kedua anaknya.

"Soobin, tolong jagain adik kamu ya.. adik kayak gini langka, tau." Pesan mama sambil tertawa kecil.

"Apa susahnya, Ma. Tinggal bikin lagi, lese." Jawab Soobin seperti biasa, tidak ada akhlak.

"KU BETOT PALA KAO, BERSERAK KAO!" Balas Soo An tidak terima sambil mengepal tangannya dan hendak menonjok abangnya, tetapi dihentikan oleh sang Mama.

"Adek.. ga boleh gitu sama abang.." Suruhnya lemah lembut.

Inilah yang disukai Soo An dari mamanya. Beliau sangat sabar mengasuh mereka berdua. Walaupun mamanya tidak pernah selalu ada di sampingnya, setidaknya beliau tidak pernah melampiaskan kelelahannya pada keluarganya.











●●●
Di dalam kamar, Soo An tampak sangat khawatir. Bagaimana bisa? Besok adalah hari pertama Soo An bersekolah SMA, apalagi satu sekolah dengan abangnya.

Kebanyakan, orang lain berpikir bahwa mempunyai abang, apalagi satu sekolah itu sangat menyenangkan. Jika ada yang berbuat macam-macam dengan kita, maka abang akan selalu sigap membantu adiknya. Tapi bagi Soo An? Itu tidak sepenuhnya benar.

Waktu ia masih kelas satu SMP, dia sering dijahili oleh abangnya, yang berstatus sebagai senior tingkat atas kelas tiga. Dan selama itu, tidak ada yang tau bahwa mereka adalah saudara kandung. Bahkan teman kelas Soo An sendiri. Setelah abangnya tamat, dia merasa saaaangaattt lega, jika abangnya tidak dapat mengganggunya lagi. Tapi, bahkan di rumah, mereka selalu bertengkar untuk memperdebatkan hal kecil, sampai bibi Park tidak kuat bekerja dengan keluarga mereka. Miris. Dan kini digantikan oleh bibi Kim yang penyabar.

"An, tadi ada yang nitip surat ke elu. Katanya itu dari kakel kelas tiga B. Eh, btw.. isinya apaan tuh? Jangan-jangan ada yang suka sama lu." Ucap Inseong, teman sebangku Soo An.

"Apaan si, lu." Kata Soo An sambil mengerucutkan bibirnya.

Isi surat:

From: S
To: S

Lumut itu hijau..
Tomat itu merah..
Lobak itu putih..
Lu itu cantik..

"Gilak, isinya gombalan.. romantis banget lagi.. siapa tuh?" Tanya Soojin kepo sambil sedikit menggoda Soo An.

"Gue tau siapa yang ngirim, ini pasti abang. Sok pake kode rahasia yang sering kita pake waktu kecil lagi.. kedok lu udah ketempean, bang." Batin Soo An.

"Lu jangan baca isinya, baca kode rahasianya." Suruh Soo An pada temannya.

"Kode rahasia? Yang mana?" Tanya Soojin lagi.

"Rahasia. Jangan gampang percaya sama gombalan kek gini. Basi." Jelas Soo An sambil menunjuk kertas tersebut.

"Emang lu tau siapa pengirimnya?" Tanya Inseong.

"Tau. Ini mah pasti a—"

"—aduh gue juga gatau." Lanjut Soo An pura-pura tidak tau. Alasan ia menyembunyikannya adalah, ia dan abangnya membuat petisi, tentang "Jangan kasi tau orang kalo kita saudara, biarin orang itu tau sendiri. Jangan sombong dan usaha sendiri dalam menghadapi masalah."

Aneh bukan?

Tapi bagi mereka itu tidak aneh. Walaupun pada awalnya, Soo An mengalami sedikit kesulitan. Sampai berminggu-minggu lamanya, akhirnya ia terbiasa dan sadar tujuan dari petisi mereka.

Petisi mereka mengajarkan agar bisa mandiri dan tidak manja.

"Yaelah, gue kira tau." Ungkap Inseong kecewa.

Lamunan Soo An buyar tentang masa lalunya oleh teriakan Soobin. "Woi, asw.. kaga tidur, lu? Mau jadi kelelawar, hyung? Besok lu sekolah, bege." Suruh Soobin.

Soo An menoleh kearah pintu, "Iya, iya.. ini mo tidur. Lu sendiri? Ngapa kagak tidur?" Tanya Soo An.

"Peduli lu apa?" Tanya Soobin sinis.

"Dahlah, males." Jawab Soo An dan langsung pergi ke alam mimpi.

Sikap abangnya memang seperti itu. Bukan berarti Soobin tidak peduli terhadap Soo An. Aslinya, Soobin sangat peduli pada keluarganya. Apalagi pada adiknya, Soo An. Kasih sayang tidak hanya diungkapkan dengan saling menyayangi. Tapi, menjahili. Dan itu adalah salah satu bentuk kasih sayang yang berbeda darinya.












»——————————>
Gimana prolognya? Suka ga?😭✌

Aku masi belajar buat wp baku:((
T-tapi ujungnya, ga sama sekali hyung😊💔

Maaf klo blm sesuai sma ekspetasi kalian.. aku harap, aku punya temen selama aku buat wp ini:'))

Next,

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 28, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kakel Savage || Kang TaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang