Son

815 51 0
                                    

‼️ Bxb Family, need reader open minded.

21 Desember

Chimon Wachirawit Adulkittiporn berdiri tepat di depan pintu kamar sang Papa yang saat ini sedang diperiksa oleh Dokter keluarga, ditangan sebelah kirinya terdapat sebuah undangan resmi dari sekolah terkait perayaan hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember esok. Remaja tanggung itu menengok keadaan Papanya dari tempat ia berdiri dan mengurungkan niatnya untuk masuk, meremas surat di genggamannya dan memilih untuk kembali ke kamarnya. Metawin Adulkittiporn mengetahui persis apa yang dilakukan adiknya barusan, Win berniat untuk menyusul setelah menerima resep dokter untuk ditebusnya nanti. Sebagai seorang kakak satu-satunya juga anak tertua dari keluarga ini Win sudah mengenal adiknya dengan sangat baik, Chimon tidak mungkin meninggalkan Papa nya sendirian dalam sakit pasti sesuatu telah terjadi pada dirinya, pikir Metawin.



"Win, adikmu mana? Apa dia sudah makan malam?" Gun menanyakan keadaan Chimon kepada anak sulungnya.

"Sudah Pa, Awin sudah meminta bi Inah untuk memasak makan malam. Papa istirahat yaa, biar Awin yang melihat keadaan Chi" Win menjawab sembari membenarkan posisi tidur Ayahnya agar terasa nyaman.

"Sedari pulang sekolah Papa belum lihat Chi dan mendengar suaranya win, biasanya adikmu paling riuh dengan cerita yang dialami di sekolah. Tolong bantu papa memeriksa keadaan adikmu ya? Papa khawatir Chi sakit atau sedang memikirkan tugas yang berat. Bantu papa ya nak?"

"Baik papa, Papa sekarang istirahat saja ya. Nanti awin akan minta pak Paijo untuk menebus obat Papa dan menelpon Papii untuk membelikan buah dan vitamin. Sekarang Papa jangan banyak fikiran dulu."

Setelah memastikan keadaan Ayahnya dalam keadaan nyaman dan aman, Metawin beranjak untuk memeriksa keadaan adiknya yang ia yakini sedang merasa resah entah apa sebabnya.

Tok..Tok.

"Chi.. ini Kakak. Kak Awin Boleh masuk?"

Cklekk....

"Ada apa kak Awin? " Chimon menampakan kepala nya keluar pintu, bertanya kepada kakak satu-satunya perihal tujuan berkunjung ke kamar. Win sempat menaikkan alisnya sebentar lalu menghela nafas, dia hafal betul gelagat yang ditunjukan oleh adiknya, Chimon sedang menyimpan sesuatu yang lumayan serius.

"Ka awin boleh masuk ngga chi?"

Chimon sempat meragu sesaat setelah dia memutuskan untuk membuka pintu lebar agar Metawin bisa masuk kedalam kamarnya. Chimon duduk didepan meja belajarnya disusul Metawin yang kini memposisikan dirinya diatas kasur adiknya.

"Ada apa kak?" Chimon bertanya sekali lagi, memastikan bahwa tujuan kakaknya kesini bukan untuk mengintrogasi hal yang macam-macam, meskipun Chimon sendiri tidak merasa melakukan hal yang salah.

"Chi, mau cerita sesuatu ngga sama kak Awin? Biasanya Chi kan kalau ada apa-apa cerita Ke Papa Gun, tapi sekarang Papa lagi sakit jadi Chi cerita ke Kak Awin aja ya. Hari ini Chi ada cerita apa disekolah?" Win seolah sedang menawarkan sandaran dan bahu untuk meruntuhkan beban yang ditanggung seharian penuh oleh Chimon. Chimon menundukkan pandangan seolah sedang mencari sesuatu yang tidak ada dibawah sana. Kemudian fikirannya melayang.

"Kak, memang Chi sedekat itu ya dengan Papa sampai bagi kak Awin sendiri Chi selalu bercerita semua hal ke Papa? Apa dimata kak Awin Chi sebegitu dekatnya dengan Papa?" Chimon tetap tidak mengalihkan pandangannya yang menunduk, menghindari manik sang kakak yang sedang menggali informasi lebih dalam.

"Menurut kak Awin sih begitu, bahkan kamu selalu di ledekin papii kan kalau kamu tuh cuma anak Papa, bukan anak Papii soalnya apa-apa maunya Papa Gun terus. Lagi pula kamu kan anak Papa, kesayangan Papa, Papa sayang selali sama kamu Chi. Papa bahkan lebih rela tidur seminggu tanpa Papii dibandingkan sehari tidak melihat kamu dirumah haha" Metawin mencoba mencairkan suasana yang entah sejak kapan terasa dingin dah tegang.

"Kak Awin, Apa Chi benar-benar anak papa?" Metawin seketika terhentak dengan pertanyaan adiknya, Apa yang sedang ditanggung Chimon sehingga memiliki pertanyaan seberat itu? Metawin menarik nafas pelan agar bisa menarik kepercayaan Chimon untuk bercerita lebih dalam.

"Iya Chi, tentu kamu anak Papa dan--"

"Lalu ibu Chi mana?"

Jantung Win seketika berdegub cepat, nafasnya tercekat, darahnya berdesir. Metawin kini sadar, konteks percakapan yang dibawa oleh adik semata wayang nya ini bukan lagi perihal mudah untuk dijelaskan.

"Kalau Chi anak papa, ibu Chi mana kak Awin? Chi lahir dari siapa? Apa kak Awin tidak bertanya hal demikian juga tentang keberadaan kak Awin? Siapa ibunya kak Awin? Kenapa kita harus bertanya hal yang seharusnya dimiliki oleh semua orang? Kenapa kak Awin dan Chi malah memiliki 2 Ayah? Chi cuma butuh satu.. dan chi mau ibu...."

Air mata yang sedari tadi ditahan oleh Chimon tak lagi sanggup bertahan dipelupuk matanya. Chimon menangis tersedu hingga kesulitan mengatur nafas, dibarengi oleh Metawin yang mencoba meluruskan pemikiran nya sebab dikepalanya juga selama ini menanyakan hal yang sama. Sebagai seorang kakak Metawin mencoba untuk bijaksana agar terlihat kuat. Metawin mendekatkan diri pada Chimon dan merangkul nya kedalam pelukan, meredam tangis yang memilukan hati dari seorang adik.

"Kak Awin, Chi mau ibu.. Chi ngga mau punya ayah 2. Chi juga mau merayakan hari ibu.."

"Jadi Chi tidak mau tinggal dengan Papa lagi?"

"Mau, Chi masih sayang Papa.."

"Tidak mau dengan Papii?"

"Chi juga sayang dengan Papii.."

Mata Win berpusat pada sebuah kertas yang terlihat sudah tak berbentuk diatas nakas, dan menebak bahwa surat tersebut lah yang membuat Chimon memiliki beban fikiran seperti ini sepanjang hari.

"Chi.. memang Papa Gun tidak cukup baik untuk membuat Chi merasakan sosok ibu?"

"Tidak! Bukan begitu. Papa itu seorang Ayah, Chi mau ibu kak Awin, Kak Awin mengerti maksud Chi tidak sih?!"

Metawin menarik nafas nya lagi, kali ini lebih berat. Dia menahan tangis yang sama dengan Chimon, bedanya yang Metawin tanggung bukan hanya rasa sakitnya seorang melainkan hati dan ketenangan adiknya juga.

"Chi ngga mau masuk sekolah besok, Chi malu!"

"Apanya yang membuat Chi malu? Chi malu punya Papa Gun?

"Bukan. Chi malu karna yang Chi bawa bukan seorang ibu, Chi ngga mau bawa Papa!!"

"Chi..."

"Kak Awin sebaiknya keluar, Chi lagi ngga mau diganggu. Biarin Chi sendirian kak. Ayo keluar-"

Chimon mendorong kakaknya keluar kamar, dia ingin sendirian mungkin sampai matahari terbit esok hari. Karna demi keluarga Adulkittiporn, Chimon tidak ingin dilihat keluarga nya menangis saat ini.


Keluarga yang utuh dan bahagia merupakan sebaik-baiknya tempat pulang. Namun, jika keduanya telah aku miliki secara nyata mengapa semua masih terasa hampa?
.
.
.

Bahkan aku menginginkan sesuatu yang dimiliki oleh orang lain tanpa mereka pinta.

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang