Tsa'labah Bin Abdurrahman

5 1 0
                                    

Tsa'labah bin Abdurrahman adalah salah sahabat yang juga seorang pelayan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Suatu ketika ia melewati rumah seorang wanita Anshar yang kebetulan pintunya terbuka. Spontan Tsa’labah memandang ke dalamnya, dan ternyata wanita Anshar tersebut tengah mandi. Sesaat ia terpesona melihat pemandangan tersebut, dan ketika sadar, ketakutan yang amat sangat menyelimutinya, takut dan malu jika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengetahui perbuatannya, apalagi bila turun wahyu yang menjelaskan perbuatan maksiatnya. Karena itu ia lari dari kota Madinah dan bersembunyi di pegunungan antara Madinah dan Makkah. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang merasa kehilangan sahabat dan pelayannya tersebut. Beliau terus mencari-carinya dan menanyakan kepada para sahabat lainnya, tetapi tidak ada yang mengetahuinya. Setelah empatpuluh hari berlalu tidak ditemukan, Malaikat Jibril datang kepada beliau dan memberitahukan kalau Tsa'labah berada di pegunungan antara Madinah dan Makkah. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh Umar bin Khaththab dan Salman al Farisi untuk mencari dan membawa Tsa'labah pulang ke Madinah.

Dua orang sahabat tersebut pergi ke tempat yang ditunjukkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tetapi ternyata tidak mudah untuk menemukan Tsa’labah. Pada suatu malam, mereka bertemu seorang penggembala bernama Dzufafah, dan menanyakan keberadaan sahabat yang menghilang tersebut. Dzufafah berkata, "Mungkin yang kalian maksudkan, adalah pemuda yang ingin lari dari Neraka Jahanam??"

"Bagaimana engkau tahu ia ingin lari dari Jahanam?" Tanya Umar.

"Jika tengah malam menjelang, ia keluar dari kumpulan kami menuju ke atas bukit. Sambil meletakkan tangannya di kepala, ia menangis dan berkata, : Duhai, seandainya Engkau mencabut ruhku di antara berbagai ruh, jasadku di antara berbagai jasad, janganlah Engkau menelanjangiku di hari pengadilan Kiamat kelak...!!"

"Itulah orang yang kami cari…!!" Kata Umar dan Ammar serentak.

Dzufafah mengantar kedua sahabat tersebut ke tempat di mana Tsa'labah berada. Ketika telah bertemu, dan Umar menyampaikan salam Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam serta tugas yang diberikan kepada mereka, Tsa'labah berkata, "Apakah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengetahui dosaku?"

"Aku tidak tahu," Kata Umar, "Tetapi beliau menyebut namamu dengan lirih dan sembunyi-sembunyi kemudian mengutusku dan Salman untuk menjemputmu…!!"

"Wahai Umar," Kata Tsa'labah, "Janganlah engkau pertemukan aku dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kecuali saat beliau sedang shalat, atau Bilal sedang mengucapkan : Qad iqamatish shalah!!"

“Baiklah!!” Kata Umar.

Mereka bertiga kembali ke Madinah. Setibanya di sana mereka langsung masuk masjid, saat itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang shalat. Begitu mendengar bacaan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam shalat tersebut, Tsa'labah langsung pingsan. Berhari-hari lamanya Tsa’labah menahan kerinduan untuk mendengar dan menatap wajah yang penuh mulia tersebut, tetapi ia juga dilanda ketakutan dan kekhawatiran akan kemarahan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam karena perbuatan dosanya. Konflik perasaan yang begitu hebat mencapai puncaknya ketika ia melihat dan mendengar suara Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam secara langsung, sehingga ia jatuh pingsan.

Setelah mengucap salam menutup shalatnya, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat keberadaan Umar dan Salman, dan keduanya membawa beliau kepada Tsa'labah yang sedang pingsan. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam meletakkan kepalanya di pangkuan beliau dan beusaha menyadarkannya. Begitu ua sadar, beliau bersabda, "Apa yang membuatmu lari dariku, wahai Tsa'labah!!"

"Dosaku, ya Rasulullah," Kata Tsa'labah.

"Maukah engkau kuajarkan suatu ayat yang bisa menghapuskan dosa dan kesalahan?" Kata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Tsa'labah mengiyakan, dan beliau bersabda, "Ucapkanlah : Allahumma rabbanaa aatinaa fid dunya hasanah, wa fil aakhirati hasanah, waqinaa adzaabannar."

"Ya Rasulullah, dosaku lebih besar daripada itu…!!"

"Tetapi Kalamullah pastilah lebih besar..." Kata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam meyakinkannya.

Tsa'labah tidak menjawab lagi, walau mungkin ia belum yakin benar. Bukan karena ia tidak percaya dengan ucapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tetapi lebih karena ia merasa dosanya begitu besarnya, sehingga Allah tidak akan dengan mudah begitu saja mengampuni dosanya. Dalam beberapa riwayat lainnya disebutkan, Tsa’labah tidak hanya melihat, tetapi terjatuh dalam perzinahan dengan wanita tersebut. Melihat keadaannya itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruhnya pulang ke rumahnya, tetapi sampai di rumahnya ia jatuh sakit.

Setelah tiga hari menderita sakit dan tidak bangkit dari tempat tidurnya, Salman melaporkan keadaan Tsa'labah kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau mengajaknya mengunjungi rumahnya, dan setibanya di sana, beliau meletakkan kepala Tsa'labah di pangkuan beliau, tetapi Tsa'labah menarik kepalanya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Mengapa engkau menarik kepalamu dari pangkuanku, ya Tsa'labah!!"

"Karena penuh dosa, ya Rasulullah…!" Kata Tsa’labah.

"Apa yang engkau rasakan?"

"Ya Nabiyallah, aku merasa seperti ada semut-semut yang merayap di sekujur kulit dan tulangku!" Kata Tsa'labah.

"Apa yang engkau inginkan?" Tanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Ampunan Allah…!!"

Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan pengajaran kepadanya tentang hakikat dosa dan taubat, tentang keluasan Rahmat Allah dan Maghfirah-Nya, tentang larangan berputus asa dari rahmat Allah, dan beberapa hal yang berkaitan dengan hal tersebut. Tampak jelas penyesalan di wajahnya, dan airmatanya tak henti mengalir. Tetapi tiba-tiba terbayang lagi satu dosa yang telah dilakukannya itu, Tsa’labah berteriak keras penuh ketakutan dan seketika meninggal dunia.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengajak beberapa sahabat mengurus jenazahnya, bahkan beliau sendiri yang memandikan dan mengkafaninya. Usai dishalatkan, beliau ikut memikul jenazahnya ke kuburnya, tetapi beliau berjalan sambil berjingkat. Beberapa sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, kami melihat engkau berjalan berjingkat, ada apakah kiranya?"

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Aku hampir tidak dapat meletakkan kakiku di tanah karena banyaknya malaikat yang ikut ta'ziah dan mengiring jenazahnya…!"

Share, yuk! Semoga saudara-saudari kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal kebaikan. Semoga bermanfaat آمِينَ.

Kisah Sahabat Rasulullah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang