"Aku tetap ingin kembali ke Korea." kukuh suara dengan satu hentakan tabung botol alumunium berhasil terdengar keras diatas meja set-up kayu sembari sebelah tangan menggoyangkan satu gumpalan helai-helai rambut hitam kecoklatan indah itu."Kau akan meninggalkanku?" tanya Vanora memasang wajah masam maksud memastikan atas ucapan yang keluar dari mulut sahabatnya, tepat didepannya.
"Aku harus menghindari dia Van, kau tahu aku dalam keadaan celaka." cemas terpaut pasti didalam diri perempuan ini, dirinya menggerutu lengah dengan beberapa tarikan napas jengah terus terulang berpola memisahkan antara detik waktu.
"Aku tahu. Tapi, apakah Rieven akan melepaskanmu begitu saja?" Vanora sangat yakin tidak begitu mudah mantan sahabatnya ini akan begitu mudah melepaskan sahabatnya.
"Menurutmu, kenapa dia sangat meinginkanku?" pertanyaan dengan rasa percaya diri gadis ini. Tidak lupa, apapun situasi yang terjadi bahkan berlangsung, kepercayaan diri selalu lekat berada pada dirinya.
Itulah salah satu ciri khas memikatnya, selain memiliki mata coklat mencolok indah yang membuat siapapun terhipnotis tanpa sadar pasti mengaguminya.
Vanora menarik napas dalam-dalam mencoba membuat sahabatnya ini untuk paham segera, "Sadarlah. Dia tidak hanya menginginkanmu, tapi dia sudah terobsesi padamu."
"Obsesi? Hmm.." gumamnya.
"Apakah itu terlalu bahaya untukku, Van?" lanjut tanyanya.
"Hmm..Bayangkan saja, kau menyukai sesuatu. Lalu, kau terus memakannya tanpa henti. Dan jika sudah habis, kau tinggal berusaha untuk terus membeli lagi. Dan terus menghabisinya. Terus terulang seperti itu,"
Dengan rasa tidak berdosanya, Vanora mengilustrasikan makna 'obsesi' kepada sahabatnya dengan memainkan lincah kedua tangannya membentuk persegi panjang sebagaimana semula bentuk ice cream yang sudah menjadi kewajiban untuknya dimakan tiap hari, mungkin hampir sebanyak tujuh kali hingga lebih tanpa henti.
"Jadi, maksudmu Rieven ingin memakanku ? Lalu membeliku? Yang benar saja, huh." keluguan sikapnya tidak lupa disertai pesona keangkuhannya.
"Yatuhan, objek kita berbeda. Aku kepada ice cream!" protes Vanora dengan sedikit intonasi tinggi melunjak bermaksud menekankan bahwa pada objek yang mereka tinjau itu berbeda.
"Excuse me, we want to order the food." teriak sopan memanggil salah satu seorang pelayan di restoran tengah mereka singgahi, setelah mendiskusikan suatu obrolan topik yang membuat kepala gadis muda ini terasa cukup pening sampai-sampai minuman air putih yang dibawanya sudah lahap terhabis. Kemudian, memutuskan akan membeli makanan sekarang juga.
Pelayan wanita tersebut segera mendatangi tempat duduk keduanya untuk melayani mereka dengan membawa catatan pesanan berukuran persegi kecil, tak lupa dua buah buku bersisi panjang, menu makanan restoran cepat saji ini.
Vanora pun langsung menyela pribadi didepannya, mengajukan pesanan makanannya seperti biasa. Apalagi, kalau bukan selain ice cream. Tak heran dirinya terkadang juga bersikap manis. Mungkin tertular dengan apa yang dimasukkan kedalam mulutnya,
"5 chocholate ice cream, looks like enough for that."
Naickle's Divner, sebuah restoran terukur cukup besar. Memang terkenal dengan fasilitasnya yang terdekorasi elegan disertai pemilihan lampu redup ornamen khusus kekuningan, terlihat tampak mewah pada malam hari. Tak kalah, sistem pengelolaan pelayanannya juga yang sangat baik. Tidak heran jika tempat restoran satu ini menjadi idaman chill place orang-orang. Tidak sedikit yang menyukainya.
"I want a strawberry cupcake," ucap sang sahabat Vanora kepada pelayan tersebut atas makanan yang ia pesan.
Lalu, menyerahkan daftar buku menu makanan kembali kegenggaman tangan pelayan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgettable Lyn
RomanceFANFICTION (on going) (Author sudah pernah menerbitkan buku berjudul 'Should I Stay? Or Move?' dan tersedia di online marketplace) Leena tidak menyadari bahwa dirinya terjerumus dalam siasat seorang, alhasil memikul beban pada kehidupan dirinya sen...