EksPart

3.8K 580 62
                                    

Punggungnya tegak kaku dengan dua tangan dimasukkan ke dalam saku celananya. Tatapannya terus tertuju ke dalam ruangan berdinding kaca  dari lantai hingga atap, bersuhu minus yang dipenuhi dengan salju dan bongkahan es menumpuk membentuk gunung-gunung es kecil. Di dalamnya, terbaring dua sosok yang begitu berarti baginya, harta berharganya. Dua orang yang sangat berjasa bagi kehidupannya, karena tanpa mereka, sudah tentu dirinya tak akan pernah ada di muka bumi ini.

Tangannya mengusap kaca yang terasa begitu dingin ketika bersentuhan dengan kulitnya. Namun, hanya ini yang bisa ia lakukan ketika kerinduan yang begitu besar ia rasakan pada kedua orang tuanya. Kerinduan tanpa penawar yang semakin memperparah luka menganga di dalam hatinya.

"Mom... Pop," bisiknya lirih. Hujaman yang terasa begitu menusuk ia rasakan setiap kali memanggil kedua orang tuanya. Terkadang, ingin rasanya dirinya berteriak dengan keras agar mereka bisa mendengar dan membuka mata untuknya. Sekali saja, ia ingin melihat senyum cantik ibunya atau melihat betapa gagah ayahnya. Namun, itu semua hanya angan yang mustahil terwujud.

Hampa. Itulah kata ya g telat untuk menggambarkan apa yang ia rasakan selama bertahun-tahun ini. Ohh, dirinya memiliki keluarga yang sangat menyayanginya tentu saja. Tak bisa membayangkan keluarga yang lebih baik dari yang saat ini ia miliki. Dua kakek yang begitu hebat, tegas dan penuh tanggung jawab juga dua nenek yang begitu penuh kasih sayang dan kelembutan, ditambah lima paman yang juga memperlakukannya selayaknya putra sendiri, membuat kehidupannya seharusnya terasa sempurna, tetapi ruang kosong yang ada di hatinya ini entah mengapa tetap terasa kosong.

Saat melihat semua sepupunya menerima pelukan kasih sayang dari ibu mereka, atau bentak ketegasan dari ayah mereka sebagai bukti kepedulian, ia akan langsung pergi karena tak tahan menjadi yang paling menyedihkan di sana. Tidak. Dirinya tidak bermaksud untuk terus mengasihani diri sendiri, hanya saja dirinya tak tahu bagaimana cara mengatasi rasa rindu bercampur rasa bersalah yang begitu besar pada kedua orang tuanya.

Sudah lama dirinya tak pernah lagi menangis di tempatnya berdiri saat ini. Tidak setelah dirinya mulai bisa menerima kenyataan bahwa menangis tak akan pernah menghidupkan lagi kedua orang tuanya.

"Kau masih di sini?"

Leedan tak menoleh. Tatapannya seolah terkunci pada dua sosok yang terbaring beku di dalam sana, tapi ia tahu siapa yang datang.

"Gramps," sapanya tanpa menoleh. Nadanya begitu kelam sarat akan kesedihan yang purba.

"Sudah hampir satu jam kau berdiri di sini."

"Hmm," gumamnya lirih. Ia merasakan sentuhan di pundak, tetapi masih enggan untuk menoleh dan menyambut kedatangan sang Kakek.

"Aku tak berharap kau melupakan mereka, tapi seharusnya kau bisa terus melangkah ke depan,  membuka diri dan bergaul."

Leedan bergeming. Ia menarik napas berat kemudian menoleh ke arah sang kakek. "Gramps, Lee sudah mengikuti anjuran kalian semua untuk mulai masuk ke sekolah umum,  berhenti homeschooling dan bergaul."

"Dengan harapan kau bisa menemukan banyak teman dan hidup dengan lebih bahagia." Deni menunjuk ke dalam ruangan pendingin itu sebelum melanjutkan, "mereka tak akan suka melihatmu seperti ini. Kau berprestasi tentu saja, tapi hanya sebatas itu. Kau melakukan semua hanya sekedar menunaikan kewajiban. Grany sedih melihatmu seperti hidup tanpa jiwa. Temukan teman dan bersenang-senanglah. Nikmati masa mudamu."

Leedan menatap wajah sang kakek dalam diam. Wajahnya sendiri sangat mirip dengan sang kakek, hanya warna mata dan bentuk bibirnya saja yang sedikit berbeda. Mereka semua bilang, mata dan bibirnya sangat mirip dengan Mom. "Lee sudah berusaha melakukan yang terbaik," jawabnya hampa. Ohh, tentu saja itu sebuah kebohongan besar karena sesungguhnya dirinya tak pernah berusaha membuka diri pada siapa pun. Di sekolah, dirinya hanya datang, duduk diam di kelas, menyendiri saat istirahat kemudian pulang. Sama sekali tak ada keinginan untuk berkenalan atau mengobrol dengan siapa pun.

Frozen, Dana & Alea (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang