3. Keluarga Dana

12.1K 1.6K 107
                                    

Sehari setelah pernikahan...

Matahari mulai menampakkan wujudnya kala Alea membuka pintu balkon. Ia menghirup dalam-dalam udara pagi yang terasa sejuk dan begitu menyegarkan pikirannya. Kakinya melangkah perlahan melewati balkon dan berdiri bersandar di pagar besi setinggi pinggang. Untuk sesaat ia melupakan segala beban di hatinya dan menikmati pemandangan laut dan pantai yang terhampar di hadapannya.

Tak bisa dipungkiri, kediaman keluarga Nugraha memang unik dan lain daripada yang lain. Alea menyukai tempat ini. Sebuah rumah dengan model kuno yang berada di atas tebing yang tepat menghadap ke arah laut, sementara akses menuju tempat ini pun sangat rumit dan sulit ditemukan karena harus melewati hutan yang cukup lebat dan belum terjamah manusia. Namun, suasana di sini membuat perasaan Alea menjadi damai dan tenang.

Alea memejamkan mata seraya menghirup napas dalam. Debur ombak yang memecah karang di hadapannya semakin menambah ketenangan di dalam jiwanya. Setidaknya, ada hal baik yang ia dapatkan setelah memutuskan untuk menerima lamaran seorang pria yang baru beberapa kali saja ia jumpai.

Ia kembali membuka mata dan menatap nanar di kejauhan. Mulai hari ini, dirinya harus bisa mengatasi semua masalahnya sendiri, tanpa bantuan ayahnya ataupun kakak-kakaknya terutama Aaro. Yah, karena memang ini sudah keputusannya, dan dirinya tidak menyesali semua ini. Seandainya waktu berputar kembali ke masa beberapa bulan yang lalu, saat ayahnya mengalami kritis, ia pun akan tetap akan mengambil keputusan yang sama.

"Kenapa melamun sendiri di sini? Anginnya terlalu kencang, kau bisa masuk angin nanti."

Tubuh Alea mengejang mendengar suara di belakangnya. Ia tahu itu Dana atau mungkin mulai saat ini dirinya harus membiasakan diri menyebut pria itu suaminya, tapi dirinya sama sekali malas untuk melihat wajah pria itu. Entahlah, meskipun sangat tampan, tapi di matanya Dana adalah pria yang sangat menyebalkan.

"Sepertinya kau sudah mandi," Dana mengabaikan ekspresi jijik Alea saat dirinya ikut bersandar di pagar tepat di samping gadis itu. "Padahal semalam kita tidak melakukan apapun."

Alea masih diam, enggan menanggapi humor Dana yang menurutnya sangat garing.

"Ya sudah, aku tidak akan mengganggumu lagi," Dana akhirnya menyerah untuk mencoba berbasa-basi dengan Alea, "lima belas menit lagi turunlah untuk sarapan bersama. Mom dan Dad akan bergabung di meja makan selepas memberi makan lumba-lumba di tengah laut sana."

"Lumba-lumba?" Alea refleks menoleh dan menatap ke arah Dana, penasaran.

"Ya, sejak dulu Mom sangat menyukai lumba-lumba, itulah sebabnya Dad membuatkan semacam rumah untuk mereka di tengah sana." Dana menunjuk ke arah laut.

Alea menatap ke arah yang ditunjuk Dana, tapi mata manusianya tak bisa menangkap apa-apa. "Apa ada akses jalan ke sana?"

"Ada," jawab Dana singkat, dalam hati sedikit bersorak mengetahui bahwa ada topik yang akhirnya bisa membuatnya mengobrol sedikit lebih lama bersama gadis pujaannya.

"Aku tak melihat semacam dermaga atau jembatan atau apapun yang menghubungkan ke tengah sana," Alea memicingkan mata dan meneliti ke arah sekitar pantai. Sedetik kemudian dirinya memutar tubuh menghadap Dana dan memukul perut suaminya itu dengan keras. "Kamu menipuku kan?!"

Bukannya mengaduh kesakitan, Dana justru tertawa terbahak. "Kenapa pikiranmu selalu buruk padaku," Dana menggelengkan kepala beberapa kali, kemudian dengan lembut meraih pergelangan tangan Alea dan menarik gadis itu agar kembali berdiri menghadap ke arah laut. "Lihatlah di dalam sini," Dana memposisikan dirinya untuk berdiri di belakang Alea kemudian mengangkat kedua tangannya dan melipat jari-jarinya ke tengah membentuk teropong.

Frozen, Dana & Alea (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang