#1

304 37 70
                                    

Pemandangan yang riang, tercermin dalam matanya. ia menunduk, lalu kembali mengangkat kepalanya. Bocah kecil itu menghela nafas, melihat kembali ke tanah, tepatnya pada sepasang sepatunya yang terlihat lusuh. Mungkin ia akan mencucinya lagi akhir pekan nanti. Pasir di area permainan itu tiba-tiba terlempar kea rah sepatunya. Ia menahan tangis, mengepalkan tangannya.

"Anak halam!!"

Digigitnya bibirnya pelan, menahan amarahnya sendiri. Ia harus menjawab apa?

"Nam bukan anak halam.... Nam punya Papa..."

"Anak halam tukang bohong. Mana papamu? Mamamu juga tidak pelnah datang. Nam tukang bohong. Mae ku bilang Nam bawa cial, anak haram makanya tidak ada yang sayang."

"Mama Nam sayang sama Nam!" kesal bocah kecil bernama Nam yang sedari tadi menahan tangisnya

"Tukang bohong? Mana Papa Mama Nam? Tidak pelnah keyihatan! Sudah jangan sama anak halam. Kata Mae nanti kita kena cial."

BRUKKKK

Nam tak lagi bisa menahan kekesalannya. Dengan tangan mungilnya, ia mendorong teman sekelas yang terus menghinanya. Anak-anak, tentu saja akan menangis, apalagi didorong oleh anak lainnya.

Anak yang didorong Nam menangis kuat, mengundang perhatian siswa lainnya di taman kanak-kanak itu, termasuk perhatian para guru.

"Nam!!! Apa yang kau lakukan!!"

Bentakan kuat sang guru membuat Nam mengambil selangkah mundur. Sedikit takut, apalagi dengan bentakan-bentakan orang dewasa. Ia bisa melihat bagaimana gurunya mencoba menenangkan temannya. Apa gurunya tidak berniat bertanya?

Terdengar aduan tiga orang yang tadi mengganggu Nam pada gurunya, mengatakan betapa kuatnya Nam mendorong anak itu. Nam hanya diam, menunggu sang guru mendengar penjelasan temannya. Ia akan mengatakan apa yang terjadi nanti.

"Kau lagi kau lagi." Kesal gurunya saat tiga orang teman Nam bergerak menjauh.

"Tapi..." Nam menunduk, "Nam tidak salah bu gulu.."

Sang guru diam melihat Nam yang sudah gagal menahan air matanya, namun tetap mencoba menyembunyikan tangisan kecilnya.

"Kau mendorong mereka, Nam. Itu bukan perbuatan yang benar."

Benar.

"Bu gulu tidak tanya kenapa Nam dolong..."

"..."

"Bu gulu sama jahatnya sama Sil dan Pong." Ujar Nam bergerak menjauh

...

Nam berjalan pelan menuju gerbang sekolah saat bel berbunyi. Melihat bagaimana para siswa dijemput orang tuanya, bahkan tak sedikit yang dipeluk cium oleh ibu atau ayah mereka. Nam tersenyum kecut. Ia bahkan tidak pernah dipedulikan. Untuk pulang sekolah, Nam juga berjalan kaki pulang sendiri, tanpa ada yang khawatir padanya. rumahnya memang dekat, tapi dengan matahari siang yang terik ini, jelas Nam kelelahan. Namun Nam tak berniat berhenti. Jika ia terlambat sampai di rumah, itu akan jadi masalah baru baginya.

Sampai di depan rumahnya, ia tersenyum. Rumah itu mewah. Sangat mewah malah. Ia segera berjalan masuk, membuka pintu dengan tangan mungilnya.

"Nam sudah pul..."

"Darimana saja kau anak nakal???"

Bentakan itu membuat Nam ciut. Ia melihat pada pria manis yang berdiri dengan wajah kesal.

"Sudah kukatakan padamu! Jangan berkeliaran!!!"

"N-nam... langsung pulang, Ma.. tidak kemana-mana.."

UnwantedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang