On Air 2

7 4 3
                                    

Masih flash back ;)

Hari selanjutnya setelah mereka, Aira dan Julya berpisah karena waktu. Memang tuhan itu baik, mereka bertemu kembali di halte bis itu pulang sekolah. Lantas mereka sama-sama terkejut, karena mereka tak sering menemukan kembali orang asing yang kemarin mereka ketahui.

"Eh?!" Ucap keduanya terkejut.

"Ka-kak Julya?"

"Ah..., iya, ternyata Adek masih ingat." Julya merasa senang saat itu, kurang lebih 5% orang akan semakin akrab dengan orang asing yang hanya mengenalinya beberapa menit dan itu--pun diwaktu yang lampau, sedangkan 95% orang akan melupakannya dengan alasan yang bermacam-macam.

"Aku kira, hari ini kita gak akan pernah lagi ketemu. Seperti seorang lelaki yang tak sengaja jatuh cinta kepada seorang wanita asing karena pesonanya, 95% orang yang seperti laki-laki perumpamaan ini tak akan pernah bertemu lagi dengan wanita asing itu. Tapi, aku gak tau." Aira hanya terdiam, mencoba untuk mengerti apa yang Julya ucapkan. Namun, Aira hanya memikirkan.... "Tuhan, tolong aku. Apa yang Kak Julya katakan."

Julya mengangkat tangan kanannya dan meletakkannya di kepala Aira. "Hehe. Maaf, tadi yang aku ucapkan mungkin susah dicerna oleh calon wanita dewasa ini." Julya sedikit mengacak-acak rambut Aira.

"Ah! Rambutku," protes Aira. Dengan raut wajah kesal, Aira merapihkan kembali rambutnya yang sedikit berantakan dan dibantu oleh Julya.

"Hehehe. Maaf lagi, ya, sekarang sengaja," Ledek Julya.

Aira lagi-lagi terdiam. Sekarang Aira memikirkan Julya yang begitu akrab layaknya sahabat dari kecil.

"Tuhan, apakah kau yang mengirimkan lelaki ini padaku?" Ucap Aira dalam hati. "Ah. Mungkin ini hanya tokoh figuran dalam cerita kahidupanku, kan?"

"Oiya, Dek Aira. Kamu kelas berapa?" Tanya Julya.

"Em? Oh i-iya..., kelas 8, kak." Jawab Aira. "Kalau kakak?"

"Yah, aku kira aku sendiri sebaya sama kamu, kelas 8 SMP." Aira bingung, entah mengapa kalimat yang diucapkan itu susah dimengerti olehnya. Akhirnya, Aira kembali lagi terdiam, namun, kali ini disertai mimik wajah yang 'aneh'.

"Lagi-lagi aku bicara, gak dimengerti sama adek, ya?" Aira mengangguk. "Langsung to the point aja, ya..., aku kelas 12 SMK." Aira meliat kekecewaan dari wajah Julya.

"Kakak, kenapa?" Tanya Aira.

Julya tersenyum. "Enggak, aku cuma terlalu berharap aja."

"Aku harap adek ngerti, sih. Tapi, ya..., mungkin gak akan terjadi, kalau begini juga."

"Aku gak ngerti, kak. Maaf," ucap Aira sedikit kesal dengan ketidak mengertiannya.

▪▪▪Back

4.60 FM

Yoo! Bertemu lagi dengan saya, Alyuj di acara 'Music Again'.

Selamat Siang, nih, buat kalian yang sedang menjalani hidup kalian masing-masing. Buat kamu yang lagi dengerin terus frekuensi 4.60 FM-nya, semoga di berikan kelancaran disetiap langkah kita kemanapun dan dimanapun, ya....

Seperti biasa, acara ini akan di buka dengan beberapa lagu klasik, pop, blues, dan sebagainya. Yap! Kalau begitu, stay tune.
~
"Heh! Ai!" Seorang wanita yang sebaya dengan Aira menepuk pundak Aira.

"Ai!" Wanita itu masih sabar.

"Heh, Ai!!" Wanita itu mengambil ancang-ancang, berdiri dari duduknya dan berjalan menuju bangku Aira yang ada di depannya.

"Nengok kesini, gak, lo, Aira Wilfa," kesal wanita tadi sambil menggulung lengan bajunga di depan Aira.

"Kenapa, lo, Ran?" Dengan wajah tak berdosa, Aira bertanya dengan santainya. "Marah-marah terus, lo."

"Eh, baru sadar, ya..., hemm," ucap wanita berinisial 'Ran' itu yang semakin kesal. "TAU GAK, SIH, LO, KALO GU-."

"Udah, udah jangan marah terus, yok ikut gue aja," ajak Aira, masih dengan siaran radio kesayangannya yang sedang dia dengar.

"Eh, lu bener-bener kampr*t, ya!" Protes wanita tadi. "EEH! KAMPR*T SLOW DIKIT, KEK.... GUE YANG MAU MARAH-MARAH SAMA LU!! KENAPA LU YANG NYIKSA GUE KAYAK GINI!!"

"Hem," ucap Aira mengabaikan toxic-nya. "Gue gak bakal apa-apain, kok, Rania Aderrilla."

Aira membawa wanita yang bernama 'Rania Aderrilla' itu entah kemana. Namun, tidak masuk ke perpustakaan seperti biasanya, tidak juga ke kantin, dan tidak ke ruang ekstrakulikuler. Aira membawa Rania keluar sekolah lewat gerbang depan. Untungnya sedang istirahat.

"Mau kemana, sih?" Tanya Rania.

"Kalo ingatan lo bagus, pasti lo tau," jawab Aira.

Beberapa menit kemudian....

"Nah, dah sampai." Ucap Aira.

Rania terus mengingat setelah sampai di sebuah perpustakaan kecil yang penuh warna-warni. Jaraknya tak jauh dari sekolahnya, sekitar 100 meter dari gerbang sekolah menuju utara. Terpampang di pintunya "Gubuk Baca Anak Pintar".

"Gubuk kecil?" Ucap Rania.

"Hum, iya." Aira duduk di teras gubuk  yang terdapat banyak sekali buku anak.

"Mau apa kesini?" Rania kembali bertanya.

"Yah..., buat cari kesejukan aja. Dari pada di kelas," ucap Aira lalu bersender di tiang penyangga gubuknya.

"Hem. Iya juga," setuju Rania. "Eh gue baru tau loh, di belakang sekolah ada kampung."

"Huum. Gue juga baru tau," ucap Aira.

"Lo tau dari mana kalo di sini ada gubuk baca?" Tanya Rania melihat sekitar. "Oiya. Lo, kan, warga sini pasti, lah-."

"-Engga. Gue gak tau ada kampung ini," potong Aira.

"Lah, kok?" Tanya Rania lagi.

"Gue tau dari Voga. Dia ngasih tau kalau dia mau ngajak gue ke gubuk kecil yang penuh keceriaan di belakang sekolah,"   beber Aira. Rania langsung memeluk Aira. "Kenapa, heh!"

"Lu beruntung banget, Ra! Lu ditakdirkan untuk tidak dewasa terlebih dahulu." Aira bingung, mengapa dia beruntung.

"Beruntung apaan?" Tanya Aira. "Gue dari kemarin rasanya kayak biasa-biasa aja."

"Ish! Dahlah lu terlalu polos, Ra!" Caci Rania.

"Eh! Bukan gue yang terlalu polos. Melainkan lo yang pikirannya yang terlalu traveling, NIA!" Seru Aira. "Pasti lu mikirnya yang negatif-negatif plus-plus, kan?"

"Apaan sih! Kagak." Balas Rania. "Terus lo mau apa kesini sekarang?"

"Gue cuma mastiin dulu yang Voga bicarain ke gue, kalo setiap jam satu siang gini, anak-anak suka pada baca di sini," Jawab Aira.

"Ouh..., ternyata gubuknya masih dipake, ya," ucap Rania.

Krskrskrsk

"Aduh!"

"Eh! Apaan itu, Ra?" Rania Terkejut. Lalu, Aira  mendekati sumber suara itu yang terdengar dari semak-semak. Aira membawa sebilah balok kayu yang tergeletak di tanah untuk pertahanan sederhana.

"Permisi, boleh keluar dari sana?" Bisik Rania mengumpat di belakang Aira.

"Ish. Jangan ngadi-ngadi lu, Nia. Masa harus permisi dulu," omel Aira.

"Ya, kan. Setiap orang beda, Ra..., bisa jadi dia tadinya cuma mau nyulik kita buat dapet duit dari hasil ortu kita nebus, malah jadi ngebunuh kita karena lu gak pake bahasa yang sopan, kan, jadi creepy, Ra," jelas Rania. "Kalo gue mending diculik."

"Bener aja lu, Nia!" Kembali Aira mengomel. "Lu enak emak sama bapak lu punya uang, lah gue? Sekolah aja pake beasiswa."

"Iya, iya. Cepetan liat itu!" Pungkas Rania.

••••><••••

Next? ->

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love In RadioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang