Mencari Ayah Kandung

32 0 0
                                    

Jalan kehidupan manusia ibarat roda, berputar mengikuti takdir. Terkadang di atas terkadang di bawah, terkadang pun di tengah. Namun, sebagai umat manusia, seharusnya mensyukuri apa pun itu keadaan dan menjalankan dengan ikhlas. Semua itu kehendak Tuhan, kita bisa merencanakan tetapi Tuhanlah, yang mengabulkan. Baik buruk hasil tergantung kita menanam.

Purworejo,

Mbok Queen

****

Gadis berbadan tinggi semampai keluar dari ruang dokter. Ia menutup pintu perlahan, melangkah lamban menuju area parkir. Wajah ayunya suram, seperti tertutup mendung. Matanya berkaca-kaca, hendak menitikkan bulir air mata. Namun, ia tetap menahan. Menangis bukanlah sifatnya, ia tangguh dan kuat menghadapi masalah berat sekalipun.

Perbedaan jelas sebelum ia memasuki ruang kecil itu.  Perkataan dokter tadi telah mengubah cerianya menjadi duka. "Kamu hamil." Seharusnya suatu berita bahagia untuk setiap manusia di muka bumi ini. Namun, itu tidak berlaku bagi Alina. Hamil! Ibarat vonis penyakit berbahaya dan mematikan. Bagaimana bisa ia hamil tanpa memiliki suami? Apakah ia sanggup membesarkan bayi di kandungannya, sementara harta pun tidak memiliki lagi.

Mata gadis itu menerawang jauh ke arah jalan, entah hendak kemana? Rumah maupun apartemen, tempat berteduh dari panasnya terik dan dinginnya hujan, tak lagi ia miliki. Sekarang ia jatuh miskin. Perusahaan  diambil alih orang lain. Segala aset harta pun demikian, berganti nama pemilik.

Alina menyusuri trotoar, hiruk pikuk jalanan ia hiraukan. Suara klakson, bunyi kendaraan, dan lalu lalang pejalan kaki di sekitarnya, ketika berpapasan sambil berbisik-bisik membicarakannya juga tidak ia pedulikan.

"Cantik-cantik seperti depresi." Lelaki dan perempuan berpakaian atas warna putih dan bawah warna hitam tersenyum sinis, seolah mengerti jika Alina ketimpa musibah.

Alina hanya bergeming.  Sementara matanya menatap kertas hasil laboratorium, berserta alat deteksi kehamilan.

"Sial! Bayi ini." Kedua tangannya memukul-mukul perut datar yang beberapa bulan lagi akan membesar. "Tidak seharusnya kamu di sini. Pergi dari perutku, kamu aib."

Alina tiada henti memaki-maki kandungan berumur sekitar 3 Minggu itu.

Semua terjadi karena kebodohannya sendiri. Ia terlalu percaya terhadap lelaki, hingga merelakan harga dirinya terinjak   dan melupakan kehormatan. Janji manis pria itu, begitu indah. Cinta mati! Hidup bersama! Apapun situasinya akan selalu setia berdampingan sampai ajal menjemput.

Janji tinggal janji, begitu ia hamil ditinggalkan. Ibarat barang tak berguna, dibuang begitu saja.

Mencari Ayah KandungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang