Perlahan tangan kurus Alina bergerak lemah, kelopak matanya pun mulai terbuka. Sontak ia merajuk kaget, lalu mengubah posisi berbaring menjadi duduk.
Bibirnya dengan gemetar bersuara kecil, "dimana aku?" Ia mengamati sekeliling ruangan berarsitektur vintage. Dinding terbuat dari kayu berwarna coklat, di sebelah ia duduk ada nakas yang di atasnya tergeletak minimatur becak.
Alina semakin kaget, begitu memperhatikan kondisi badannya telah berganti pakaian. Ia mengenakan kemeja putih lengan panjang. Jelas bukan milik seorang wanita, pakaian itu terlalu besar bahkan menutup kedua tangannya. Milik siapa? Ia mengerutkan kening, begitu memandang ke bagian tubuh bawahnya tanpa penutup. Bersyukur kemeja itu, panjangnya hingga lutut.
Mengumpulkan beribu tenaga, karena masih lemah, Alina bangkit. Ia menuruni ranjang, perlahan melangkah menyusuri ruangan berukuran 3×4 meter itu.
Sepi! Hanya terdengar suara dari ruangan sebelah, mungkin lebih tepatnya dapur, karena dari sana terdengar orang sedang menggoreng sesuatu. Hidung mancung Alina juga mencium aroma bau makanan.
Mungkin itu pemilik rumah? Ia sedang memasak di dapur. Lantas siapa dia? Alina makin penasaran.
Tangan Alina membuka kenop pintu, lalu berjalan lamban ke arah sumber suara dan aroma itu.
Sepasang mata Alina menemukan pria berpostur tinggi, tegap, dan kekar, di dapur. Pria itu terlihat terampil dan terlatih membolak-balik makanan di dalam wajan.
Meski matanya tertuju ke masakan, ia mengetahui jika di belakangnya ada Alina.
"Kamu, sudah bangun?" tanyanya tanpa menoleh.
"Ehms, kamu yang menolongku? Sebenarnya aku ada dimana?" Alina balik bertanya, karena rasa penasaran yang kian menggebu.
"Aku kasihan saja dengan wanita malang, hamil tanpa suami. Tak memiliki tempat tinggal, sanak saudara, dan harta."
"Kamu, kamu. Siapa kamu?" Bibir Alina bergetar, ada ketakutan di hati wanita cantik itu.
"Nicholas," sahut Nico mengangkat masakannya dan menaruh ke atas piring. "Pria di rekaman itu." Nico membalikkan badan. Seulas senyuman sinis terlihat di wajahnya.
Mata Alina melotot, begitu melihat wajah Nico. Pria asing yang tak pernah ia kenal, tetapi tersimpan di list videonya dan...
Video itu?"Kamu, brengsek. Pria brengsek." Alina mendekati Nico, tanpa aba-aba tangannya bergerak memukuli pria itu. "Kamu melakukan tindakan asusila itu terhadapku. Kamu tahu akibatnya?"
Nico hanya tersenyum masam, sambil mengangkat alis. "Kupikir, bayi di perutmu bukan anakku."
Alina semakin marah. Ia melampiaskan segala kekesalannya ke pria di hadapannya itu. Bugh! Bugh! Tangan Alina berusaha memukuli Nico, terus, dan terus. Namun, Nico hanya terdiam tak bergerak. Bagi ia pantang melawan wanita, apalagi si wanita dalam kondisi lemah.
"Kau dibayar berapa oleh Hadi?"
"Setimpal dengan segala yang didapatkan tuan Hadi."
"Brengsek!" Alina tersungkur, ia duduk di lantai sambil menangis terisak-isak.
Hiks! Hiks! Tangisan itu sangat memprihatinkan.
"Ikh! Jangan cengeng!" bentak Nico sangat kesal. Ia merasa terganggu dengan suara tangis yang menampakkan suatu kesedihan. "Diam!"
"Betulkan, ucapan Hadi?" tanya Alina memegang perut. "Bayi ini, anakmu."
Dada telanjang Nico naik turun. Ia menahan segala amarahnya. Lintas kejadian sebulan lalu kembali diingatnya. Malam itu, demi uang ia melakukan tindakan asusila itu. Ia menipu seorang gadis mabuk, berperan menjadi kekasih pengganti dan melakukan hubungan seksual dengannya. Iya dengan Alina. Ia masih sangat ingat, bahkan kenangan itu tak mungkin bisa ia lupakan.
Baru sekali itu ia melakukannya. Mana mungkin bisa membuahkan hasil? Nico tak yakin dengan perkataan wanita itu.
"Ini bayimu. Kamu, pria brengsek itu."
"Kamu, yakin?" Nico tertawa kecil. "Wanita sepertimu, pasti memiliki banyak partner seks. Atau mungkin anak tuan Hadi?"
Nico makin memojokkan Alina. Ia sangat yakin seratus persen bayi diperut wanita itu bukan anaknya.
Alina mencoba bangkit. Baru berdiri, tiba-tiba tubuhnya limbung. Dengan gesit Nico melambaikan tangan dan mendekap wanita itu.
Sesaat mereka berpandangan dengan tatapan yang sulit dimengerti. Sebelum akhirnya, Nico melepaskan dan menyuruh duduk.
****
"Buka mulutmu!" Nico memaksa Alina memakan. Wanita keras kepala itu berusaha menolak makanan yang disediakan Nico.
Alina memilih kelaparan daripada harus kenyang, tetapi dari belas kasihan pria yang sangat dibencinya itu.
Memang wajah tampang, melihat sepintas akan terpesona. Akan tetapi, mengingat video di ponselnya itu. Pria itu jelas bermental bobrok dan menjijikkan. Bagaimana tidak, ia bersedia beradegan dewasa, menyetubuhi wanita dan direkam dalam media elektronik.
Alina mengembuskan napas, ia membuang pandang dari tatapan mengintimidasi Nico. Menutup mulut rapat, walau Nico terus membujuk dan menyodorkan sendok berisi makanan.
"Terserah!" Nico menyerah, ia berdiri dan gegas meninggalkan ruang makan.
Hiks! Hiks! Tangis Alina terdengar. Wanita itu kembali meratapi kemalangan hidupnya.
Begini sekarang hidupnya, menumpang hidup pada lelaki yang justru menghancurkannya. Apakah sanggup ia menghadapi kenyataan ini? Berada dalam kandang singa kejam, yang begitu tergila-gila uang, sampai mengorbankan norma dan harga diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Ayah Kandung
Storie d'amoreAlina jatuh miskin dan hamil setelah ambisi dan niat balas dendamnya gagal. Makin malang hidup Alina, karena tidak tahu siapa ayah kandung bayinya.