"Gendhis, Kelak jangan Seperti Ibumu"

8 2 0
                                    

"Gendhis, kelak jangan jadi seperti ibumu ya", pinta seorang pria yang sangat kucintai dan bisa kupastikan hatinya sangat hancur berkeping-keping, siapa lagi kalau bukan ayahku.


Hari itu sekitar tahun 2009, aku masih berusia sembilan tahun dan masih duduk di bangku SD kelas  4. Aku sering melihat ibuku menelfon laki-laki lain saat ayahku sedang bekerja. aku tak faham waktu itu aku sangat tak brani untuk berbicara kepada ayah tentang semua itu. Hingga pada suatu waktu, pacar ibu akan mengajakku dan ibu untuk berlibur ke pantai, aku sangat bahagia mendengar kabar aku akan diajak jalan-jalan. Tapi ternyata beberapa hari kemudian om itu dan ibuku menyuruhku untuk jangan ikut nanti capek, mereka berjanji akan membeli banyak jajan kesukaanku. akupun mengiyakan, ibu menitipkanku ke rumah nenek, mungkin ikatan batin ayahku sebagai seorang suami dan ayah sangat kuat, sampai-sampai ayahku yang jarang mengunjungi nenek dari ibuku itu mengunjungiku untuk memastikan aku dan ibu baik-baik saja.

"Nandi ibumu?" tanya ayahku dengan sangat panik. aku hanya terdiam karena aku bingung harus menjawab apa. Semua orang tidak menau keberadaan ibu kecuali aku.

"Mas kok tumben sampean kesini ?" tanya adik ibuku heran.

"iya aku ada firasat buruk."

aku bisa melihat dengan jelas wajah laki-laki itu sangat cemas dan panik. Berjam-berjam akhirnya aku memutuskan membuka mulut, aku kasian melihat ayahku yang begitu tulus mencintai ibuku.

"Yah, ibu itu sama Om Khazzab, ke pantai", ungkapku terbata-bata yang seketika ayahku langsung menggendongku. Setelah itu ayahku meminta semua teman-temannya untuk menjaga semua jalan yang kiranya akan dilalui om Khazzab. Saat shubuh tiba, tak disangka om khazzab bisa melewati semua pasukan ayah karena ternyata dia memakai motor. Aku melihat ayahku mengambil cabai di halaman rumah nenekku, lalu diremas dan diusapkannya di mata ibuku saat ibuku mendekat ke ayahku.

"periiiiihhhh, ibuuuuk ibuuuuuk", teriak  ibuku yang kemudian nenekku langsung mengguyurnya dengan air galon. aku tak sanggup melihat semua itu. Pagi itu, ayahku menggandengku dan berkata pada ibu dan semua keluarga ibuku,

"Gendhis akan kurawat, dia sama aku" tegas ayahku yang membuat ibuku histeris dan semua keluarga ibuku menitihkan air mata. Semua keluarga ibuku tak bisa berbuat apa-apa selain pasrah akan sidang perceraian yang akan terjadi.

"yaaaahhh, jangan bawa gendhis yaaahhh, yaaaahhh" teriak ibuku dengan tangisnya di sekitar mata yang menghitam karena bekas usapan cabai subuh tadi.

aku dan ayahku pun kembali ke rumah,kakek dan nenek dari ayahku juga ada dirumahku, aku memaklumi kekecewaan semua keluarga ayahku karena  ayahku dari keluarga yang sangat terpandang, dan ibuku hanyalah anak dari seorang janda miskin. Siang itu nenekku akan pergi ke rumah ibuku untuk membicarakan semuanya kepada besannnya. aku tak menyianyiakan kesempatan itu, aku memaksa untuk ikut, dan bahagianya nenekku memperbolehkanku ikut.

akupun mengambil tas dan mengemaskan barang-barang ibu, pikirku "kasihan jika ibu harus membeli kebutuhan-kebutuhannya lagi, biar uangnya dipakai untuk kebutuhan yang lain".

tapi nenek mencegahku,

"ngapain, gausah ! biarin! biar nanti diambil sendiri kesini, atau biar beli sendiri lagi". aku hanya bisa menangis diam-diam, jujur setelah semua kejadian itu aku sering menangis sendiri di dalam kamar setiap malam, sebelumnya juga sering sih karena ibuku adalah orang yang keras, pemarah, dan lain sebagainya, menurutku karena faktor emosi yang masih belum stabil efek dulu orang tuaku menikah di usia muda.

berita perceraian dan perselingkuhan itu menyebar kemana-mana dengan cepatnya. Bisa dibilang itu kali pertama dan baru sekali aku mendengar ayahku menangis di kamarnya. superhero yang selama ini kuat dan tangguh, menangis karena pujaan hatinya menghianatinya.

Selama berpisah dengan ibu, rumahku menjadi tidak terurus, bahkan aku menjadi lebih hitam karena sering bermain dengan teman-temanku ketika ayahku bekerja. Di sekolah, guru-guruku sering menanyaiku apakah aku baik-baik saja, ya padahal sudah pasti aku tidak baik-baik saja. tapi aku tetap mempertahankan posisiku sebagai juara 1 paralel, yang bahkan ayah dan ibuku akan memaklumi jika posisiku suatu hari akan menurun karena semua kejadian sangat memungkinkan membuat mentalku jatuh.

hari- hari kulewati tanpa diperbolehkan menemui sosok ibuku. kudengar om khazzab pernah datang ke rumah ibu, dan menawarkan sebuah pernikahan untuk ibu, tapi ibu menolaknya. pernah juga ayah izin menikah lagi padaku, tapi aku antara belum siap dan tidak mau.

Satu tahun sudah sidang perceraian berjalan, esok adalah sidang terakhir ayah dan ibuku resmi bercerai. Ayahku mengajakku mengemas pakaian, mainan dan barang-barang yang kubutuhkan. aku tak faham kemana ia mengajakku pergi. kagetnya ayah mengajakku tinggal di rumah ibu. Ternyata ayah sudah menerima maaf ibu demi aku. ayah takut, aku tak bisa menerima kasih sayang sosok ibu atau ibu tiri kelak. hanya saja permasalahan terbesar disini keluarga besar ayah belum bisa menerima permintaan maaf ibu. dua minggu sudah aku dan ayah tinggal bersama ibu disertai gunjingan-gunjingan tetangga ibu tentunya.

setelah itu ayahku membranikan diri mencoba memboyong ibu kembali ke rumah kami. kejadian yang tak kuinginkan terjadi, pagi itu kakek datang dengan membawa clurit bersama om ku. aku masihlah gadis kecil berambut cepak dan memakai piama motif stroberi yang hanya bisa berdiri di samping pintu sambil melihat semua kejadian mengerikan itu dan sesekali menitikan air mata.

"praaakkk praaaaakkkk doooorrr", berisik suara figura-figura foto ibuku dirumah yang dipecahkan omku. Lalu kakek dan om ku memarahi habis-habisan ibu dan ayahku, bahkan om ku memukul ayahku, mendorong ibuku hingga kepalanya terbentur ke dinding dan pingsan. om ku mengemasi semua pakaian dan barang-barang ibu ke dalam karung beras dan menyuruhnya pergi.

"minggato, dasar lonthe gatau diri", begitu kiranya ucap kakeku, dan masih banyak lagi perkataan kasar yang keluar dari mulut mereka.

"biar tak anter pak, aku & gendhis yang akan mengantarnya pulang", sahut bapakku. tanpa peduli kakek dan omku pergi dari rumahku.

kami bertiga mengendarai mobil, dan masing-masing dari kita menangis. Kami berhenti ke sebuah rumah teman ayah dan ibuku, ayahku memukul sejadi-jadinya pemilik rumah itu, karena dianggap dia juga yang membantu om khazzab merusak keluarga kami.

Berkali-kali ibuku meminta maaf kepada keluarga besar ayahku. Kulihat sekarang ibuku sering berdoa, dan beribadah kepada Tuhan. aku juga menyukai ibuku karena setelah itu ibuku memutuskan mengenakan jilbab. Setelah akhirnya keluarga besar ayahku luluh, akhirnya kami bisa hidup bersama lagi di rumah kami. Namun heranku perselingkuhan itu terjadi lagi,

"Gendhis, kelak jangan seperti ibumu, jadilah perempuan yang setia, dan kuat, contohlah hal-hal yang baik saja dari ibumu ya...", pinta ayahku ditengah keterpurukannya. Darisana, aku selalu berusaha tak pernah main-main dalam  mencintai atau menjalin hubungan dengan seseorang. aku selalu berdoa agar orang tuaku selalu baik-baik saja, agar mereka saling mencintai dan mengasihi tanpa karena. dan Tuhan sepertinya mendengar doaku, orang tuaku sejauh ini baik-baik saja, saling support, dan semoga saja selalu begitu.

Dari semua kejadian dan pengalaman yang kualami, hatiku selalu teriris ketika mengetahui temanku, sepupuku, atau bahkan anak kecil yang kutemui di taman, katanya orang tuanya berpisah. Lebih teriris ketika melihat mereka tertekan dan pelariannya ke obat terlarang atau bahkan pergaulan bebas.

Teruntuk kalian, satu pesanku, jangan jadikan keadaan kalian menjadi lebih buruk, kalian kuat, kalian bisa mengguncangkan dunia dan menguatkan sesama dengan tangan dan kaki kuat kalian. Berceritalah kepada Tuhan, mungkin Ia rindu tangismu, ceritamu, dan keluh kesahmu, tak mungkin Tuhan membiarkanmu tanpa ada tujuan baik dari semua itu, percayalah :)

GENDHIS'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang