Chap 1

2 0 0
                                    

Menit demi menit berganti. Matahari yg awalnya berada di ufuk timur kini berada di barat. Memancarkan cahaya senjanya yang begitu memukau. Membuat orang yang melihat sinarnya terpukau.Tak sedikit orang memilih untuk mengabdikannya dengan ponsel canggihnya atau menikmati cahaya senja yang menyinari bumi sebelum terbenam

Seperti seorang gadis yang menggunakan dress putih tanpa lengan dengan panjang selutut. Rambut diikat setengah lalu diberi pita untuk menutupi karet rambut. Lalu setengahnya dibiarkan tergerai.

Merapikan sedikit rambut kecilnya yang diterpa angin. Kemudian membuka ikon kamera. Menarik sedikit sudut bibirnya membentuk senyuman tipis lalu memotret dirinya dengan sang senja.

Nada dering terdengar seiring dengan getaran yang seirama menandakan ada panggilan masuk. Gadis tersebut menggeser ikon hijau.

"Oke deh jadi aku duluan kesana ya." Mengakhiri panggilan lalu menaiki bus menuju sekolahnya.

Kini ia menunggu temannya yang datang agar masuk bersama - sama. Memainkan ponselnya berusaha menghilangkan rasa bosan yang melimgkupi.

Sepasang sepatu berhenti di depannya, kemudian disusul dengan dua pasang lagi. Gadis itu mendonggakan kepalanya menatap siapa pemilik sepatu itu.

Sepertinya dia sedang dalam keadaan sial hari ini. Entah apa kesalahannya sehingga dia berhadapan dengan tukang bully di sekolah ini.

Tangannya ditarik kasar memasuki sekolah. Menaiki tangga kemudian berhenti di atap sekolah. Dia didorong hampir saja terjatuh jika tidak cepat menyeimbangkan diri. Dan ya aksi bullying sedang dimulai.

Gadis yang pertama kali dia lihat di gerbang mulai memakinya hingga menamparnya. Gadis yang memakai dress -Renata- mulai emosi. Entah apa salahnya sampai dia diperlakukan seperti ini.

Hingga akhirnya fikirannya tertuju ke satu nama. Siapa lagi kalo bukan prince sekolah. Yang jelas tukang bullying pasti selalu mengincar orang yang sedang dekat dengan yang disukainya.

Renata yang tak terima dibully hanya karena prince sekolah mulai melawan. Tangan kanannya mendarat di pipi ti tukang bully, membalaskan tamparan yang didapatnya.

Gadis di depan Renata mulai emosi. Mendorong Renata berulang - ulang hingga punggungnya menyentuh pagar pembatas.

Sepertinya gadis itu -tukang bully- mulai hilang kendali, mendorong Renata tanpa celah. Terlihat di matanya berambisi agar  Renata jatuh dari pagar pembatas.

Renaya yang terus didorong mulai kehilangan keseimbangan. Berusaha perpegangan pada pagar pembatas agar tidak jatuh. Kedua teman gadis itu juga terlihat sedang berusaha melepas cengkraman temannya dari Renata.

Irama jantung Renata berdetak lebih cepat dari biasanya.  Berusaha mengenyahkan pikirannya.

Hingga akhirnya tangan Renata sudah tak kuat menahan badannya terlepas dari pagar pembatas. Gadis tukang bully tadi tak melewatkan kesempatannya untuk mendorong Renata.

Tubuhnya kehilangan keseimbangan. Kakinya sudah tak dapat perpijak di lantai. Detak jantung terdengar dua kali lebih cepat. Nafasnya serasa tercekat.

Suara teriakan terdengar nyaring memasuki telinga. Badan Renata melewati pagar pembatas. Badannya kini seolah ditarik paksa ke bawah.

Sebelum jatuh Renata mendengar sahabatnya meneriakkan namanya dengan histeris.

Kini terdengar suara khas orang jatuh. Suara orang - orang tambah bising bahkan terdengar ada yang pingsan. Walaupun badan tak dapat sudah membujur kaku.

Terdengar langkah kaki yang tergesa - gesa membelah kerumunan. Sahabat Renata -Risa- datang kemudian berlutut meletakkan kepala Renata di pahanya.

Terlihat air mata mengalir di pipinya yang tegas itu. Bibirnya kini mengeluarkan isakan. Meminta tolong kepada mereka untuk memanggil ambulance.

...

Suara keras badanku menghantam tanah terdengar nyaring. Kurasakan kepalaku membentur lapangan yang ku yakin pasti berdarah. Perlahan ku rasakan darah mengalir di kepala belakangku.

Badanku terasa remuk dan kupastikan sekali lagi pasti aku akan rebahan dengan waktu yang lama. Aku suka sih tapi ngak kayak gini juga kali!

Aku tak dapat mendeskripsikan lagi rasa sakit yang kurasa.

Rasa sakitnya berpadu dengan nafasku yang mulai tak beraturan.

Aku merasakan kepalaku diangkat lalu diletakkan ke benda yang empuk.

Kulihat Risa, menangis tersedu. Hatiku rasanya sakit melihat sahabat yang ku sayang menangis di depanku.

Andaikan saja yang membuatnya menangis itu bukan aku sudah ku pastikan aku bakalan memarahi orang itu. Apalagi tentang pacarnya yang brengsek itu.

Aku memandangi wajahnya yang menangis. Terlihat Jelek. Sungguh aku tak habis pikir dengan pacarnya yang lebih mementingkan teman ceweknya dari pacar doinya sendiri.

Eh tapi kan sekarang yang membuat dia menangis itu aku.

Aku kembali fokus ke arah bajunya yang sudah ternodai darahku. Baju yang sama dengan kupakai. Dress selutut tanpa lengan berwarna putih.

Nafasku tercekat. Aku berusaha meraup udara sekarus mungkin. Paru - paruku perlu diisi oksigen sebanyak mungkin.

Mataku mulai memberat. Pandanganku yang tadi jernih kini mulai memburam. Kurasakan kelopak mataku berusaha menutup mataku. Aku berusaha membukanya. Tapi aku kalah.

Baiklah kelopak mata kamu menang. Sebelum aku hilang kesadaran aku mendengar suara tangis dan Risa berbicara,

"Tidak, kau tak boleh menutup matamu. Lihat aku Nata," dan kegelapan menguasaiku.

...

Aku merasa kedinginan. Masa sih rumah sakit punya AC sedingin ini untuk pasien yang baru mengalami kecelakaan.

Perlahan tapi pasti ku coba membuka mataku. Awalnya terlihat buram. Kukedipkan mataku sekali lagi dan sekarang pandanganku sudah jelas.

Rumput yang indah. Eh, rumput?

Mataku sepenuhnya terbuka. Kenapa aku bisa ada disini? Apa mereka membuangku ke hutan? Tidak, Risa tidak seperti itu kepada sahabatnya.

Ku coba menggerakkan badanku, rasanya sakit tapi aku harus pergi dari sini.

Ku coba duduk dan Yes!! Berhasil.

Nah, sekarang ayo kita coba berdiri. Pelan tapi pasti.

Setelah berdiri aku mencoba melangkah sembari memegang kepalaku yang berdenyut. Ukh sangat sakit dan perih.

Sepertinya aku sudah jauh darj tempat tadi. Tapi ini dimana? Aku capek. Pandangaku mulai mengabur lagi.

Hiks tolong lah mata kerja sama dengan ku dulu. Aku mau keluar dari sini dulu!

Ku kedipkan mataku berusaha menjernihkan pandanganku. Tapi nihil. Pandanganku terasa dibelah dua sisi kadang mengabur kadang jernih. Capek!

Ah, sepertinya aku melihat seseorang yang sedang berkeliling.

"To-tolong" sial, suaraku kecil sekali. Bahkan kalah dari anak kecil. Ayolah, semoga kau mendengarkan suaraku.

Tubuhku jatuh kembali dengan mata yang menutup sempurna.

...

Halo, maaf ya kalo terasa garing. Hehe namanya juga masih amatir dan ini cerita pertamaku. Semoga suka!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

 DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang