Readers POV
Tristan masih menjaga jarak dengan aaron, memandanginya dan gelas yang meleleh tadi secara bergantian, ia masih memasang posisi kuda kuda kickboxing nya walau dengan tangan yang bergetar hebat.
"Sudahlah kau boleh pergi. Tak perlu ketakutan memandangiku begitu, sudah kuduga akan seperti ini."
Aaron menghela nafas, raut sedikit kecewa tersirat di wajahnya.
"Seharusnya aku menyerahkan diri saja kemarin. Kenapa aku mau menurut padamu."
Gumam nya lagi, lalu berjongkok dan menunduk, masih sibuk melanjutkan niatnya membersihkan lelehan gelas.
Butuh 10 menit untuk membersihkan lelehan itu, aaron mengira tristan sudah pergi, tetapi rupanya tristan masih berdiri di tempatnya semula tanpa berpindah sedikitpun. Dan masih memandanginya tanpa berkedip.
Aaron pun berdiri, ia mulai kesal karena tristan tak kunjung pergi.
"Tck, apa mau mu?"
Tanya aaron sambil menyilangkan tangannya di depan dada.
"L..lo kira g..gue bakal kabur pas tau keanehan lo?"
"Dari caramu berbicara semua orang juga tahu kau takut setengah mati."
"Ng..nggak kok! Bodo amat kalau lo punya kekuatan super atau kutukan atau apalah yang bisa melelehkan gelas, membakar sekolah, membalikkan gedung, hotel, mall atau apa, yang penting lo masih berhutang penjelasan ke gue!"
Seru tristan terbawa emosi. Tapi jujur tetap saja ia masih ketakutan menghadapi aaron. Aaron yang mendengar ucapan tristan anehnya malah menarik sudut bibirnya hingga senyum tipis terukir di wajahnya.
"Benarkah? Kau tidak akan lari dariku?"
"A.. apa maksud lo?! Ya enggaklah! Sebelum lo jawab semua pertanyaan gue!"
Senyum aaron makin menjadi, ia bahkan tertawa kecil yang otomatis membuat tristan bingung.
"Apa? Apa yang lucu?"
Aaron menggeleng masih dengan senyuman.
"Tidak. Aku tidak pernah sebahagia ini sebelumnya."
Mendengar perkataan aaron, tristan jadi iba, ketakutannya pun secara ajaib langsung lenyap, ia kini tidak gemetaran lagi dan bahkan duduk di sofa seperti sebelumnya.
"Memangnya.. lo ga ada orang terdekat lain buat nemenin lo?"
Aaron menggeleng.
"Seperti yang sudah kubilang tadi, aku hanya memiliki adik yang tidak seperti umumnya. Kalau teman, aku bahkan tidak pernah memimpikan nya."
"Stop. Bisa ga sih lo ngomongnya jangan formal gitu, jadi makin canggung tau gua. Nyebut lo gue aja gapapa kali, kan kita seumuran."
Aaron ingin tertawa mendengarnya.
"Emang berapa umur lo?"
Tristan tersenyum saat mendengar aaron tidak lagi berbicara dengan gaya formalnya.
"Gue 17. Lo juga kan?"
"Salah."
Tristan membulatkan matanya tidak yakin ia salah.
"Hm? 16?"
Aaron menggeleng.
"15?"
Dan gelengan lagi.
"Jadii? Berapa dong? Jelas jelas muka lo lebih muda dikit dari gue."
"Gue 523."
"Hahah bacot lu, ga lucu ngelawaknya."

KAMU SEDANG MEMBACA
DISREPUTE
Teen FictionRasanya.. ada yang salah dengan diriku.. Tunggu, tidak.. Aku lah kesalahan itu sendiri. 🦋🦋 Terbangun dalam rangkap waktu 500 tahun, tanpa identitas, tanpa ingatan, tanpa tahu apa apa dan bahkan tanpa sehelai kain pun. Tidak, bukan. Ini bukan cerit...