Maria sedang berjalan santai menuju kelasnya. Di saat sedang berjalan, Maria tak sengaja melihat Marcello sedang duduk sambil mengerjakan tugas di pinggir lapangan.“Wah ada Marcello, samperin ah,” ucap Maria. Maria berlari kecil menuju tempat Marcello.
“Halo, Marcello,” sapa Maria tersenyum lebar. “Kamu lagi ngapain di sini, Marcello?” tanya Maria.
Marcello yang sedang sibuk dengan tugasnya, sedikit terusik dengan kedatangan Maria.
Marcello hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan Maria.
“Hei, Marcello. Kok gak dijawab pertanyaan saya?” Marcello menatap Maria. “Gue lagi ngerjain tugas, lo nggak bisa liat,” ucap Marcello sedikit sinis.
Maria terkekeh. Maria sedikit bersyukur Marcello mau menjawab pertanyaannya. Biasanya Marcello tidak mempedulikan kehadirannya dan selalu mengacuhkannya ketika Maria bertanya kepadanya. Namun, sekarang Marcello sedikit berubah dan membuat hati Maria senang.
“Semangat, Marcello. Maaf saya menganggu, saya ke kelas dulu, ya,” ucap Maria sembari berlari menuju kelasnya.
Marcello hanya menatap punggung Maria yang mulai menjauh, sedang berlari menuju kelas. Senyum terukir di sudut bibir Marcello.
“Maria ... Maria.” Marcello tersenyum lagi mengingat gadis itu. Ada ketertarikan dari dalam diri Marcello karena sikap Maria kepadanya, yang selalu membuat Marcello selalu ingin melindungi gadis itu.
***
“Maria!” teriak Hana.
Maria yang sedang berjalan pun menghentikan langkahnya dan berbalik menoleh ke belakang.
“Iya, ada apa Hana?” tanya Maria.
“Kamu ikut aku, yuk!”
“Ke mana?”
“Ikut aja dulu.” Dengan pasrah Maria mengikuti langkah Hana.
Hana membawa Maria ke perpustakaan.
“Lah, saya kirain kita mau kemana, ternyata kamu bawa saya ke perpustakaan,” lesu Maria.
“Hehe, aku ajak kamu ke sini, aku mau minta tolong kamu—buat bantu aku cariin buku gitu,” ucap Hana terkekeh.
Maria mengangguk pasrah.
Saat sedang asyik mencari buku, Maria tak sengaja melihat Marcello sedang duduk di salah satu kursi, membaca buku sambil mendengar lagu dari earphone-nya.
Maria tersenyum kenapa setiap melihat Marcello hatinya selalu tenang dan damai. “Andaikan Marcello tau isi hati saya,” batin Maria. “Samperin atau tidak, ya. Nanti kalau saya samperin takut menganggu.” Akhirnya Maria berjalan menjauh dari tempat Marcello duduk dan melanjutkan membantu Hana mencari buku.
***
Maria sedang duduk seorang diri, dari kejauhan Marcello memperhatikan Maria. Ternyata para geng yang biasa membully Maria melihat Marcello memperhatikan Maria.
“Bos, lihat Marcello kayanya merhatiin si anak jelek itu deh,” ucap salah anggota geng Felysia.
“Gak bisa dibiarin nih, kita harus nemuin tuh orang,” ucap Felysia mengepalkan tangannya.
“Siap, Bos.”
“Hm ... kenapa hidup aku kayak gini ya, ada satu masalah—datang lagi masalah yang baru.” Maria bermonolog dengan dirinya sendiri.
Maria selalu merasakan hampa, seperti tak ada artinya untuk hidup. Ia merasa tak ada seorang pun yang mengerti dengan apa yang ia rasakan.
Maria melamun menatap ke atas langit biru. Tak lama kemudian, “Hei!” Maria kaget dengan kedatangan Hana yang secara tiba-tiba.
“Astaga, Hana. Kenapa ngagetin saya sih,” ujar Maria.
“Haha, maaf. Ya ... kamu lagian ngelamun sih, ngelamunin apaan sih? Kamu ada masalah baru lagi, ya? Cerita sini sama aku,” ucap Hana.
“Tidak Hana, saya tidak punya masalah apa-apa.” Maria tersenyum. Padahal ia memiliki masalah. Masalah tentang perasaannya kepada Marcello.
“Kamu yakin?” tanya Hana lagi.
Maria menganggukkan kepalanya.
“Yaudah ke kantin yuk, temenin aku makan—eh kamu juga harus makan, pasti belum makan, 'kan?” Hana langsung menarik tangan Maria berjalan menuju kantin.
“Bos, ada si anak jelek tuh,” ucap salah satu teman Felysia.
“Wah, wah. Ayo kita mainkan rencana kita.”
Felysia dan gengnya berjalan ke tempat Maria dan Hana memesan makanannya.
“Wah, wah. Ada si jelek rupanya di sini, mau ngapain sih di sini, mau cari perhatian?” tanya Felysia.
“Heh kamu ngapain sih ganggu Maria, kami di sini mau makan, lah. Seharusnya kamu itu nyadar kamu itu yang cari perhatian!” balas Hana.
“Sudah Hana, sudah.” Maria menenangkan Hana.
“Mereka nggak bisa dibiarin Maria.”
“Hei, gue ngomong sama Maria bukan sama lo. Hei Maria gue ingetin, ya. Lo itu percuma aja hidup, nggak ada yang pengen lo hidup. Orangtua lo aja acuhin lo. Haha miris, dan satu lagi jangan deketin Marcello lagi—Marcello nggak pantes buat orang kaya lo,” ucap Felysia menusuk.
Maria yang mendengar itu, langsung menampar Felysia namun salah, Felysia mengelak dan tamparan itu mengenai pipi Hana.
“Maria!” teriak Marcello.
Maria yang mendengar itu langsung terdiam.
“Marcello tadi itu—” Maria menggantungkan kalimatnya.
“Marcello, tadi Maria itu nggak sengaja,” jelas Hana.
“Gak sengaja apa, jelas gue liat dia nampar lo. Lo kenapa sih Maria? Emang dia salah apa sama lo, hah?” Marcello menggelengkan kepalanya lalu pergi.
“Marcello.” Hana berlari mengejar Marcello.
“Hahaha, rasain lo. Marcello tambah benci sama lo,” ucap Felysia dan pergi bersama gengnya meninggalkan Maria sendirian.
Maria tidak bisa berkata apa-apa, tadi dia tak sengaja menampar Hana. Dan sekarang Marcello tambah membenci dirinya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Maria's Story
Teen FictionIni hanya cerita tentang gadis malang. Tentang ia, yang dimusuhi oleh semua orang, termasuk keluarga. Awalnya ia diam. Awalnya ia sabar. Dan awalnya ia hanya mendengarkan. Ya, itu hanyalah awalnya. Mencintainya itu adalah kebagaiaan yang Tuhan anug...