Mari Berteman

12 1 3
                                    

"Kamu baik-baik aja?"

"Iya, aku gak apa-apa." Laki-laki itu berusaha mengatur napasnya yang memburu. "Kenapa kalian ... mau menolongku?"

"Siapa bilang kami mau berbaik hati menolongmu? Kami sama sekali belum lupa apa yang sudah kamu perbuat."

Laki-laki bertubuh tegap itu kontan menoleh. "Lalu apa mau kalian? Kalau kalian ingin balas dendam, bunuh saja aku sekalian. Mestinya kalian biarkan aku dihabisi Pak Hartanto saja tadi!"

"Arish... Kami berdua mau mengakhiri semua ini dengan baik. Meski mungkin kita tidak akan pernah bisa berteman seperti dulu lagi, setidaknya kita tidak bermusuhan selamanya. Aku tidak mau itu." Ervin menghadap Arish dengan kedua tangan di pinggang.

Arish menatap Ervin sinis. "Kenapa kamu selalu baik? Itu yang paling aku benci dari kamu sejak dulu."

"Bagaimana bisa dia benci orang baik? Menyebalkan." Kyra bergumam pelan.

"Aku tahu. Itu juga kan alasanmu menyingkirkan aku dari Catten?" Ervin jadi tersenyum geli mengingat itu. "Tapi gak apa-apa. Dengan begitu aku jadi tahu bagaimana Catten sebenarnya. Paling tidak aku bisa bertindak sebelum semuanya benar-benar hancur. Aku bisa lebih dulu menjatuhkan Catten sebelum mereka menjatuhkanku seperti kamu."

"Sial." Arish mengumpat lirih.

"Apa rencanamu setelah ini?" tanya Ervin yang beranjak duduk di kap mobil.

"Apa pedulimu?" Arish menghembuskan napas pelan.

"Aku cuma tanya. Tidak dijawab juga tidak apa-apa. Aku cuma ingin tahu apa setelah ini kita masih bertemu atau tidak."

Arish beralih menoleh ke arah Kyra. "Kamu siapa? Pacar Ervin?"

"Kamu tidak tahu? Aku istrinya," ucap Kyra datar.

"Oh." Arish tertawa. "Kalian sudah menikah? Bahkan hal sepenting itu bisa kamu sembunyikan dari Catten?"

"Perlu kamu tahu kalau Catten dan Lixey jelas berbeda. Apa menurutmu pimpinanmu itu akan mengizinkan kami menikah? Sementara Lixey yang bahkan sudah tahu lebih dulu kalau Ervin itu tangan kanan Catten, masih membiarkan kami menikah."

"Maksudmu ... kamu pegawai Lixey? Ah, pantas saja aku sepertinya tidak asing ketika kamu menyusup rumahku waktu itu."

"Ya, kamu pastinya tidak asing dengan semua wajah orang-orang yang bekerja di sana. Karena mereka semua dalam pengawasanmu, kan? Dan kamu pasti mengira aku melakukan itu untuk Lixey." Kyra melirik Arish tak begitu suka.

"Memangnya bukan?"

Kyra berdecak. "Lixey tidak akan sampai begitu. Aku melakukan itu untuk mencari tahu keberadaan Ervin."

"Kalian romantis sekali." Arish melirik Kyra dan Ervin, tampak iri.

"Semua sudah berakhir, Arish. Pada akhirnya kita bertiga bisa melawan Catten dan keluar dari jebakan yang mereka buat. Mau sampai kapan kamu menatapku seperti itu? Daripada membenciku seumur hidup, lebih baik kamu beri tahu apa rencanamu setelah ini. Biar kami bisa membantu mengantarmu ke sana." Ervin berkata mengalihkan suasana.

"Kalian pikir aku anak hilang yang perlu diantar? Aku masih bisa mencari jalan pulang sendiri." Arish bergerak hendak pergi.

"Kamu mau pulang ke mana? Rumahmu sudah tidak aman. Meski Pak Rhana sudah ditangkap, bukan berarti kamu sudah bisa tinggal di sana lagi dengan tenang," tegur Ervin sedikit khawatir.

Arish tertawa melihat itu. "Kamu tidak perlu mengajariku. Aku sudah tahu. Aku punya tempat tinggal lain yang lebih aman. Memangnya cuma kamu yang punya kekasih?"

"Mak-maksudmu, kamu juga sudah punya istri?" tanya Ervin membulatkan mata.

"Masih pacar. Belum jadi istri. Kenapa? Kamu merasa lebih unggul dariku karena sudah menikah?" Arish menatap Ervin sinis.

"Astaga ... kamu benar-benar ingin terus berdebat dan mencari masalah denganku seumur hidup?" Ervin memandang mantan rekan kerjanya itu frustasi.

"Entahlah. Rasanya aneh kalau aku harus berteman baik dan akur denganmu. Dunia tidak akan asik lagi. Aku sudah punya banyak teman yang seperti itu. Jadi setidaknya aku harus punya satu yang selalu berlawanan jalan denganku. Bukankah itu lebih baik?"

"Menurutku kalian justru lebih cocok jadi saudara yang selalu bertengkar," ucap Kyra yang sedari tadi memperhatikan perdebatan kedua laki-laki itu.

"Apa maksudmu?" Ervin dan Arish berujar bersamaan.

Kyra menghela napas sesaat. "Kenalkan pacarmu padaku. Sepertinya kami bisa berteman baik. Kalau laki-laki merasa begitu sulit berteman, aku rasa perempuan lebih pandai soal itu."

"Eh?" Arish menatap Ervin bingung.

Ervin pun hanya mengangkat bahunya. "Turuti saja. Kamu pasti tahu kalau perempuan susah dibantah."

Kyra jadi tertawa kecil melihat kedua laki-laki itu. Ia menghembuskan napas lalu tersenyum. Pada akhirnya, ia bisa melewati ini semua. Pada akhirnya, ia bisa bersama-sama lagi dengan Ervin, suaminya. Dan pada akhirnya, ia dipertemukan dengan orang-orang yang akan menghargai keberadaan mereka saat ini.

--END--

SUPERMATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang