Pak Rhana, Pimpinan Catten

5 1 0
                                    

Sebuah layar besar terpampang jelas di depan dua orang laki-laki. Salah satu dari mereka duduk. Sementara yang lain berdiri tepat di samping layar. Pria yang tengah duduk menatap layar besar itu lekat sembari sedikit memutar-mutar kursinya. Dan laki-laki yang berdiri itu tersenyum penuh kebanggaan.

"Jelaskan bagaimana rencanamu, Gantha," perintah pria paruh baya itu dari kursinya.

"Baik. Pertama-tama, kita akan membuat Ervin dan istrinya terpisah untuk kedua kalinya. Karena akan sulit kalau mereka terus bersama. Dan lagi, hal itu bisa kita jadikan hukuman untuk dia karena sudah berkhianat pada Catten, Pak."

"Bagus, lanjutkan." Pria itu mengangguk-angguk.

"Kyra, istri Ervin itu akan kita jebak dengan seorang wanita bayaran. Setelah dia masuk perangkap, kita buat dia pingsan, lalu setelah itu kita habisi. Lalu Ervin. Orang-orang kita akan memburu dia sampai dapat. Kita tidak akan langsung membunuh si brengsek itu. Tapi kita akan buat dia mati perlahan."

Pria paruh baya itu tertawa dari kursinya. "Astaga ... aku tidak menyangka kalau kamu bisa sekejam ini."

Laki-laki yang lebih muda dari pria itu tersenyum di samping layar. "Saya lanjutkan, Pak."

"Oke, silakan."

"Terakhir Arish. Kali ini Pak Hartanto yang mengeksekusi."

"Maksudmu ... dia yang menghabisi Arish?"

"Ah, bukan begitu, Pak Rhana." Gantha tertawa. "Pak Hartanto hanya akan mengusir Arish dari tempat ini. Atau mungkin dari negara ini. Tergantung dari bagaimana yang Pak Hartanto ucapkan, dan bagaimana Arish menanggapinya."

"Tunggu. Jadi, andaikan Arish tidak merasa terancam dengan ucapan Hartanto, dia tetap akan di sini dan menjadi ancaman buat kita?" Pak Rhana menatap Gantha curiga.

"Tidak, tentu tidak. Bisa kita pastikan kalau Pak Hartanto akan membuat Arish pergi jauh dari sini, Pak," ucap Gantha tampak begitu yakin.

"Begitu?" tanya Pak Rhana tak mengubah tatapannya pada Gantha.

"Benar, Pak. Kami sudah rencanakan itu dengan sangat matang."

Pak Rhana menghela napas. "Baiklah. Aku percaya kamu bisa menjalankan misi penting kita kali ini."

"Tentu, Pak. Saya akan lakukan apa pun untuk Catten. Anda tidak perlu khawatir. Anda cukup duduk tenang di kursi pimpinan Anda, biar saya dan yang lain yang membereskan semuanya."

Kembali Pak Rhana tertawa, kali ini cukup lama. "Kita akan buktikan apakah ucapanmu itu cuma bumbu-bumbu pemanis, atau realita yang akan kamu wujudkan."

"Akan saya wujudkan, Pak," kata Gantha sembari sedikit membungkuk pada Pak Rhana.

"Lalu, kapan kita akan mulai eksekusi itu?" Pak Rhana bertanya dengan kembali memutar-mutar kursinya.

"Semuanya sedang berjalan saat ini, Pak. Kita tinggal tunggu laporan dari mereka semua," jawab Gantha penuh percaya diri.

"Oh, begitu?" Pak Rhana tergelak pelan. "Kamu memberiku banyak kejutan hari ini."

Gantha tersenyum bangga.

"Apa kita cuma bisa menunggu? Apa kita tidak bisa melihat langsung sampai mana progres orang-orang kita? Aku tidak sabar kalau hanya disuruh menunggu. Aku ingin tahu langsung bagaimana aksi mereka. Dan ingin lihat apakah mereka sudah bekerja dengan benar atau tidak." Pak Rhana menatap Gantha dengan mata penasaran.

"Ah, soal itu..."

"Kenapa? Tidak bisa?"

"Tentu bisa, Pak. Mmm sebentar, akan saya hubungi salah satu dari orang-orang kita." Gantha menunjukkan ponselnya, lalu sedikit beringsut untuk menghubungi seseorang.

Pak Rhana mengangkat alis seraya terus memandangi Gantha. Gerak-geriknya mengartikan ia tengah mengamati cara kerja setiap anak buahnya. Pimpinan Catten itu seperti tak ingin ada satu pun kesalahan yang dibuat. Ia seperti hanya menginginkan hasil yang sempurna.

"Orang-orang kita sedang menuju kemari, Pak Rhana." Gantha tersenyum puas pada Pak Rhana. Seolah menandakan bahwa kekhawatiran yang semenit lalu juga menghampirinya, kini sudah tak ada lagi.

"Oke." Pak Rhana mengangguk-angguk. "Mari kita tunggu kalau begitu."

Tak lama kemudian pintu ruang pimpinan yang luas itu terbuka. Beberapa orang masuk. Pak Rhana kontan berdiri untuk menanyakan langsung hasil kerja anak-anak buahnya. Terlihat sekali ia sudah tak sabar sedari tadi.

"Bagaimana? Ervin sudah kalian tangkap? Istrinya sudah kalian bunuh? Dan Arish sudah kalian usir dari sini?" tanya Pak Rhana tak sabar.

"Maaf, Pak. Rencana kita semuanya gagal."

SUPERMATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang