Kisah ini dimulai pada tahun 2016, pertengahan bulan Juni, pada musim penerimaan siswa baru kelas 10.
Di SMA Bakti Yudha sudah berjalan dua hari dalam mengadakan MPLS alias Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Kegiatannya hanya diisi dengan serangkaian acara monoton berupa penyampaian materi, sedangkan para siswa baru hanya diminta untuk duduk manis memperhatikan sambil mencatat poin penting. Yah, sebenarnya tidak semua melakukan hal itu mengingat bagaimana beragamnya karakteristik pelajar di dalam negeri ini. Sebagian ada yang memang memperhatikan, sisanya mengabaikan.
Gadis berambut pendek yang duduk di barisan papan kelas X MIPA 3 bernama Naura Alma tersebut bahkan malah sibuk mendumel sambil mengipasi dirinya yang kegerahan pakai buku catatannya sepanjang penyampaian materi.
Ia menggerutu dalam hati. Kenapa sekolah sebesar ini bisa-bisanya tidak menyediakan kipas angin satupun di aula?
Hawa panas menyengat pukul 1 siang membuatnya seakan dipanggang api neraka. Ditambah suasana membosankan yang membuat waktu berjalan terasa lambat. Sudah tidak terhitung berapa kali ia bolak-balik menatap jam dinding berharap pulang lebih awal sampai-sampai membuat orang yang duduk di belakangnya mulai sebal melihat tingkahnya.
"Kepala lo bisa dieman kagak? Gue getok ye lama-lama. Ganggu pandangan aja."
Naura menoleh, lantas mengernyit tatkala melihat lelaki bernama Erza—entah kesambet apa—sedang sibuk mencatat. "Widih, tumben banget nih? Nanti bagi ke gue ya catetannya?"
"Iye kalo sempet. Minta ke Lulu ae sono sekalian, keknya doi nyatetnya lengkap." Erza menunjuk ke arah gadis lugu di sebelah Naura yang sedaritadi juga tak kalah sibuk mencatat materi. Ia menepuk bahunya. "Lulu!"
"Iya?" Yang dipanggil menoleh sambil tersenyum lembut. "Ada apa, Erza?"
"Entar bagi catetan lu ke gue ya buat ngelengkapin."
"Iya, boleh."
"Gue juga ya, Beb," Naura menimpali.
"Naura nggak nyatet emang?" Lulu memiringkan kepalanya.
"Pfft! Yakali. Tau sendiri kan gue mana pernah nyatet, Lu?"
"Yaudah, sini gue catetin."
Mata Naura melebar mendengar itu, apalagi saat melihat Lulu hendak menggapai buku catatannya. Buru-buru ia menahan tangan Lulu. "Heh?! Enggak-enggak! Biar gue aja yang nyatet sendiri, nanti bisa lihat punya lu," omelnya.
Dan Erza dengan wajah tanpa dosanya menyodorkan buku sambil menyengir. "Catetin punya gue aja, Lu."
Lulu mengangguk. "Boleh sini—"
BRAK!!
Tanpa diduga Naura membanting buku Erza dengan kasar hingga jatuh ke lantai, yang mana menimbulkan pusat perhatian sekilas.
Bukan apa-apa. Naura cuma paling tidak terima jika sifat Lulu yang terlalu baik dan naif itu dimanfaatkan oleh orang lain, sekalipun itu dirinya dan Erza yang notabenenya sudah berteman sejak duduk di bangku SMP.
KAMU SEDANG MEMBACA
Head Over Heels
Teen FictionSemenjak bertemu dengan kakak kelasnya yang bernama Gibran dan jatuh cinta dengannya, Naura mendadak jadi manusia terbatu semuka bumi. Sudah dibilang ratusan kali bahkan sampai dimaki, gadis itu tetap melakukan berbagai macam cara untuk meluluhkan s...