bagian 2

30 19 21
                                    

Kematian Mouriyet

Gemuruh petir menghiasi ruangan. Tidak tahu mengapa suasana di ruangan menjadi begitu gelap, padahal lampu di ruangan itu menyala seluruhnya. Haizel dengan tatapan kosongnya ia duduk terdiam kalut dalam pikirannya seorang diri. Darwin menatap cangkir tehnya yang mulai kehilangan uapnya. Eri bermain dengan pemantik yang entah milik siapa, mungkin pria yang ia ajak bermain kemarin malam. Dan ketiga orang lainnya yang masih dengan tatapan kosong yang sama. Tidak ada yang mengisi pembicaraan, gemuruh petir yang bersautan makin menambah kelamnya hari itu. Balutan pakaian hitam yang mereka semua kenakan, hari mendung yang begitu mendukung suasana pemakaman seorang rekan. Ditambah lagi mereka sendiri yang memimpin upacara itu. Raut wajah sedih yang seharusnya terpasang terganti dengan raut wajah penuh amarah dan rasa penyesalan.

"Aku tak percaya, rasanya baru kemarin aku pergi minum dengan Mouriyet." Darwin menyela tak kuat menaham isi pikirannya yang bergejolak.

"Kenapa ini bisa terjadi? Bunuh diri? Apa yang sebenarnya terjadi? Mouriyet tak pernah merasa bahwa dirinya adalah seorang yang malang." Kabane juga tak tahan dengan isi pikirannya dan menentang kenyataan yang telah mendatanginya.

"Jangan anggap kau tahu semua tentang kehidupan, tuan Kabane." Eri beranjak dari tempat duduknya dan menyalakan pemantik untuk menghidupkan gulungan tembakau milik Kabane, "Biarpun Mouriyet terlihat kuat, tapi sebenarnya siapapun tak ada yang tahu apa yang ia pikirkan. Lagi pula ia adalah seorang kolonel dengan pangkat tinggi di militer, apa yang ia lakukan tak boleh membuat orang lain terpengaruh. Yang jelas, dia sudah sangat berusaha menjalani hidupnya selama 2 bulan ini."

"Tapi, Eri, apa-apaan dengan sikap militer yang menutup kasus ini dengan begitu cepat, semua reaksi orang-orang seperti sudah diperkirakan, hal-hal ini seperti sudah dijamin agar terjadi. Dan bagaimana mereka menjelaskan bahwa di lokasi kematian ditemukan jejak seseorang yang belum diketahui identitasnya. Mereka menyimpulkan bahwa ini semua adalah bunuh diri, sebagai kematian yang diinginkan Mouriyet. Dan bagaimana bisa aku menerima hal itu."

Haizel yang mendengar perkataan dari Darwin tertegun dan melihat ke arah jendela hujan sudah turun begitu lebat, ia menghela nafas. Hari ini begitu berat menurutnya. Menjalani upacara kematian di baris depan sebagai rekan dan teman bukan hal yang mudah baginya. Dan yang pasti berlaku sama bagi ke lima orang lain yang ada di ruangan ini. Ia menatap Akihito yang sedari tadi sudah menatapnya dengan tatapan meminta penjelasan. Tapi Haizel tak bisa berkutik, ia terlalu lelah dan tak bisa mengeluarkan pemikirannya karena terhalang rasa bersalah yang ia tahan selama 2 bulan. Pada akhirnya hari ini datang dan semua emosi pada dirinya meluap.

"Kasus ini bukanlah kasus bunuh diri." Jelas Akihito. Yang lain menatapnya, ada sedikit rasa lega setelah mendengar kalimat itu. Setidaknya mereka yakin Mouriyet memang bukanlah orang yang akan mengakhiri hidupnya begitu saja.

"Ehm." Haizel mengangguk, "Memang, bukan kasus bunuh diri, tapi lebih rumit lagi." Timpal Haizel akhirnya ia mengungkapkannya hal yang ia sadari dengan akihito.

"Kalau begitu jelaskan pada kami, apa yang terjadi? Apa yang membuat Mouriyet terlihat seperti melakukan bunuh diri?" Eri mencoba mengikuti alur pembicaraan dan menelaah kasus yang sepertinya baru mereka buka.

"Aku menyadari 2 bulan yang lalu, saat bertemu dengan si kembar di rumah Mouriyet." Jawab Akihito sambil beranjak dari kursinya dan mendekat pada sofa tempat Haizel duduk.

"Hari itu, aku dan Haizel baru kembali dari London setelah melakukan pertemuan rutin dengan eksekutif dari negara-negara lain. Kami mampir sebentar karena rumah Mouriyet berada tidak jauh dari bandara, kami berniat mampir dan memberikan sedikit oleh-oleh. Kami hanya melihat Kamiya saat berada di ambang pintu setelah Mouriyet mempersilahkan kami untuk masuk. Biasanya saat ada kami datang Kanae lah yang segera keluar untuk bertemu kami, tapi hari itu kamiya yang biasanya tidak peduli dengan kedatangan kami malah menyapa kami keluar. Dan ia juga selalu menemani kami dan mengajak kami bicara untuk waktu yang lama."

ETRANGER-ongoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang