Seorang gadis berusia delapan belas tahun sedang asik dengan layar laptop dihadapannya. Sibuk dengan dunia nya sendiri tanpa menghiraukan aktifitas aktifitas lain disekitarnya. Sesekali ia membenarkan letak posisi kacamatanya, namun kemudian jari jemarinya kembali fokus pada keybord di laptopnya lagi.Sebentar lagi sudah pukul lima sore, ia menghentikan aktifitasnya dan mulai meraih pen. Yang harus ia kerjakan sekarang adalah membuat laporan.
Dan gadis itu adalah aku.
*_*
"Ral, balik duluan"
"Ya, mba" balasku, masih tetap fokus pada lembar lembaran kertas dihadapanku.
Satu persatu manusia yang tadinya memenuhi ruangan ini hilang. Sudah hampir setengah enam sore dan aku masih belum mau beranjak dari tempat dudukku. Masih ada beberapa laporan yang belum terjamah, untung saja kelas kuliah ku hari ini libur. Jadi aku bisa menyelesaikan laporanku dengan tenang.
Ponselku bergetar, nama Ivan terpampang di layar. Aku menghembuskan nafas, mau tak mau meraihnya."Hi Babe, yok jalan"
"Kerjaanku belum kelar, kak, udah ya."
"As always"
"Lagian, udah tau aku sering lembur masih aja ngajak jalan, weekend kan bisa kak"
Nah, pertengkaran itu akhirnya muncul lagi. Selalu begini, Ivan tidak pernah berubah. Manusia satu itu, manusia yang dua tahun belakangan ini berstatus sebagai pacarku, memang tidak pernah berubah.
Kami berdua berbeda, lepas lulus SMA aku memutuskan untuk mengambil kuliah kelas sore dan berkerja di sebuah perusahaan. Sedangkan Ivan, pacarku, dia masih menyelesaikan kuliah semester akhirnya dan bersantai santai ria.
Dan benar saja, percakapan di telepon berakhir begitu saja tanpa kejelasan. Sekarang Ivan pasti sudah menancap gas untuk segera datang ke kantorku. Itu sudah bisa ditebak.
Lima belas menit setelahnya aku berhasil keluar dari laporan laporan meresahkan itu. Dan segera keluar dari ruangan. Mas Amin menyapaku, salah satu Office Boy disini
"ditungguin babang pacar tuh dibawah neng" ucapnya.
aku hanya balas tersenyum sambil mengucapkan terima kasih. Dan kemudian berlalu begitu saja.
Dan benar seperti tebakan ku dan ucapan Mas Amin tadi, Ivan sudah berada di parkiran, nangkring diatas kap mobil sedan nya, tak lupa berkutat dengan ponsel ditangan kanannya.
"Kak?" sapa ku
"Sorry, aku marah marah kayak gitu, aku gak seharusnya kayak gitu kan?. Im so sorry babe" ucapnya memelas, setelah itu aku masuk ke mobilnya.
Setelah duduk di sampingnya, Ivan memberiku coklat. "Capek ya?" tanya nya kemudian mengacak pucuk kepalaku pelan.
Dia selalu tau bagaimana caranya menenangkan aku. Dia lebih mengerti karena kami memang jarak empat tahun. Tidak percaya rasanya bisa bertahan lama dengan manusia satu ini.
Aku ; beruntung.