Prolog

89 3 0
                                    

Angin malam yang dingin berhembus kencang membuat beberapa orang yang berada di luar rumah menggigil karena kedinginan. Bulan purnama telah bersinar dengan terang menghiasi langit malam di atas sana. Sendirian. Tanpa ditemani oleh bintang-bintang kecil yang biasa bersamanya.

Di atas atap sebuah bangunan, terlihat seseorang bermantel hitam sedang mengisi peluru senapan panjang miliknya, SVD Dragunov. Setelah dirasanya cukup, ia segera mengintai 'mangsa' nya. Tatapan tajamnya tak lepas dari orang yang saat ini sedang berbicara dengan beberapa orang. Jarak mereka kurang lebih 400 meter. Ia menghembuskan nafasnya dengan perlahan menyebabkan karbon dioksida yang keluar terlihat. Dengan gerakan halus, jemarinya yang panjang mengkokang senapannya dan...

'Dor!'

... hanya dalam sekali tembak, peluru yang ia keluarkan berhasil menembus kepala sang 'mangsa'. Bibirnya membentuk sebuah lengkungan tipis ke bawah, tanda bahwa ia tak begitu puas.

'Terlalu mudah.' ujarnya dalam hati. Ia pun memasukkan senapannya ke dalam sebuah tas gitar berwarna hitam yang telah ia ubah menjadi tempat untuk senapan miliknya. Tanpa ada rasa takut sedikitpun, ia melompat dari atas bangunan berlantai 3 itu dan mendarat dengan mulus di tanah. Tangannya yang terbalutkan sebuah sarung tangan hitam, tersembunyi di saku mantel hitam yang ia kenakan. Kakinya dengan perlahan berjalan tenang menjauhi tempat tadi, tak peduli jika orang-orang yang tadi bersama 'mangsa' nya sedang berteriak panik. Hanya satu hal yang ada di kepalanya saat ini yaitu pulang. Pulang agar ia bisa cepat tidur di ranjangnya yang empuk.

Bibirnya semakin melengkung ke bawah saat mengingat jarak antara 'rumah' nya dengan kota yang saat ini ia 'singgahi' karena tugas tadi lumayan jauh.

"Grrr.." bibirnya mengeluarkan sebuah geraman lirih yang mirip dengan geraman milik binatang buas. Mata birunya yang seindah batu aquamarine memicing tak suka saat sebuah benda putih lembut yang berukuran kecil menyentuh dan meleleh menjadi air di mantelnya.

Salju.

Salju pertama di musim dingin. Giginya bergemeletuk kesal saat merasakan hawa dingin yang semakin menusuk kulit. Ia mendengus, lalu mulai berlari dengan kencang agar bisa cepat sampai di 'rumah' nya. Sangat kencang layaknya seekor cheetah yang sedang mengejar mangsanya dan tubuhnya pun menghilang di ujung jalan sana.

Alyndra Cherie MerDennishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang