Aku hanya bisa terdiam melihat interaksi antara Kapten dengan Alyndra. Perempuan itu tidak banyak berbicara. Dia hanya diam sembari menatap ke arah lantai. Kedua kakinya masih ia peluk walaupun posisinya sekarang sudah berada di tepi ranjangnya, bukan di pojok seperti tadi. Entah kenapa dia tidak asing untukku. Apa kami pernah bertemu? Tapi... Kapan? Di mana?
Ku akui aku tidak mengerti. Menurutku Alyndra tampak normal, tapi kenapa dia malah berada di sini dan menggunakan pakaian Rumah Sakit ini?
Dengan perlahan ku hela nafasku sembari memejamkan mataku sejenak. Namun, saat aku membukanya kembali aku tersentak saat mata milik Alyndra sedang menatapku tajam. Langsung saja ku alihkan pandanganku ke arah Zhera yang sibuk dengan ponselnya. Aku masih bisa merasakan kalau tatapan tajam itu belum beranjak dariku. Tatapan yang entah kenapa membuatku berkeringat dingin. Aku merasa ada sesuatu yang tersembunyi di balik tatapan matanya. Sesuatu yang berbahaya dan kelam.
".... Kau mengerti, Lyndra?"
Setelah aku rasa dia tidak menatapku lagi, ku coba untuk meliriknya dengan perlahan. Alyndra sedang menatap datar ke arah Kapten, membuatku menghembuskan nafas lega.
" ya Kapten." jawabnya dengan lirih. Menurutku suaranya lumayan bagus. Terkesan lembut dan halus. Lagi-lagi aku tidak bisa berhenti menatapnya. Kulitnya putih pucat, sangat kontras dengan rambut hitam kelamnya yang panjang. Warna matanya sangat indah seperti batu aquamarine, namun matanya terlihat meredup seolah-olah jiwanya telah mati dan yang berada di depanku sekarang ini hanyalah seonggok raga kosong.
Pintu ruangan ini tiba-tiba diketuk dari luar sebanyak 3 kali, lalu terbuka. Ternyata hanya seorang perawat yang mengantarkan makanan untuk Alyndra. Aku hanya bisa diam saat melihat Alyndra yang tampak tak mempedulikan perawat itu. Oke, mungkin sedari tadi aku memang diam. Sepeninggal perawat tadi, mereka kembali melanjutkan pembicaraan mereka yang sempat terpotong tadi.
Merasa bosan karena tidak tahu mau melakukan apa, aku melirik ke arah ponsel Zhera. Sudah ku duga dia sedang ber-sms sms-ria dengan pacarnya. Biasanya Kapten akan menegurnya jika sedang seperti ini, namun kelihatannya Kapten lebih memilih untuk berbincang dengan Alyndra daripada menegurnya.
Aku menundukkan kepalaku dan lebih memilih untuk menatap lantai yang aku pijak. Cukup lama dengan posisi seperti itu hingga tiba-tiba Kapten berdiri dari duduknya, membuat ku refleks mendongak lalu ikut berdiri, begitu pula dengan Zhera. Ia menepuk kepala Alyndra pelan lalu berjalan keluar. Zhera menunduk seolah memberi salam ke arah Alyndra dan mengikuti jejak Kapten, sementara aku masih terpaku di tempat ku. Kami bertatapan selama beberapa detik lalu aku pun memutuskan untuk pergi ke luar mengikuti jejak Kapten dan partner ku.
***
Ku hempaskan tubuhku di kursi terdekat. Sekarang kami sedang menunggu kedatangan Alyndra. Kami–lebih tepatnya Kapten–memutuskan untuk memulai tugas itu keesokan harinya setelah 'mengunjungi' Alyndra. Jadi, di sinilah kami. Terdampar di taman pinggir kota yang sepi sembari menunggu gadis itu datang.
" Lamaa... Dingiinn.." keluh Zhera. Aku hanya menaikan sebelah alisku lalu menoleh ke arah lain untuk menatap salju yang turun tadi malam. Kami berada di sini kurang lebih 20 menit dan dia belum juga datang.
" Maaf, aku terlambat."
Aku menoleh ke asal suara lalu aku tertegun.
Ini benaran Alyndra yang kemarin?
Sekarang aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Cantik. Rambutnya tetap ia biarkan terurai lalu ia memakai kemeja berlengan panjang yang dilapisi dengan vest berwarna hitam dan coat hitam panjang selutut yang dia biarkan terbuka, sementara bagian bawahnya dia memakai jeans hitam. Dia juga membawa sebuah tas gitar berwarna hitam di punggungnya. Well, ini sangat sangat berbeda dari kemarin. Zhera juga tampaknya sedang melongo melihat perubahan itu.
" Eung... Iya. Tidak apa-apa." Ujar Zhera. Dia tersenyum manis pada Alyndra dan kami pun memutuskan untuk segera pergi dan melakukan tugas tersebut.
Tbc~