Sora no koe ga kikitakute, kaze no koe ni mimi sumase. Umi no koe ga shiritakute, kimi no koe wo sagashiteru
Sebuah alunan lagu berjudul Umi no Koe mengalir dari smartphone Julian. Entah mengapa Julian sangat menyukai lagu ini. Jika saja gawainya dapat berbicara mungkin ia akan protes kepada Julian. Bagaimana tidak, setiap hari selalu saja ia memutar lagu yang sama.
Tapi tiba-tiba lagu itu berhenti saat nada dering khusus dari orang tuanya berbunyi. Julian yang sedang sibuk memasak sarapan, buru-buru mengangkat teleponnya.
"Halo, ma?"
"Hai sayang, sudah sarapan?"
"Lagi bikin sarapan ini."
"Bikin apa? Kamu ngga lagi mukbang mi instan kan?"
"Eh, ngga kok, ma. Lagi bikin soto." jawab Julian dengan yakin.
"Wah, keren dong. Putra bungsu Mama bisa bikin soto."
Sotonya mi instan, batin Julian.
"Mama ada apa telpon pagi-pagi?"
"Pagi apanya? Sudah jam sembilan ini."
"Jam sembilan situ kan jam tujuh sini, mama sayang" jawab Julian.
"Ngeles aja. Sudah, sudah. Mama telepon mau kasi tahu. Kerjaan Papa disini diperpanjang jadi satu bulan. Jadi Mama sama Papa agak lebih lama disini. Terus, beberapa hari lagi ada anak teman Mama menginap di rumah. Dia ada rencana kerja sama Papa tapi kan kasihan kalau tinggal sendirian, di tempat asing lagi. Ngga kenal siapa-siapa. Jadi dia latihan dulu hidup disana. Lian bantuin dia ya. Jangan dijutekin. Oke, sayang. Nanti mama kasi oleh - oleh yang banyak. Bye."
Julian belum sempat menjawab apapun saat sambungan telepon terputus. Ia menatap hampa sambil tetap menempelkan ponsel ke telinganya. Otaknya sedang berusaha mengolah kata-kata yang didengarnya. Sedetik kemudian ia tersadar.
"Maksudnya ada orang asing gitu tinggal disini?"
Julian segera menekan tombol redial. Tapi tidak tersambung.
"Paling ngga kasi tahu nama atau gender dia kek! Beberapa hari lagi tuh kapan!"
Julian merasa frustasi dan kesal. Ditatapnya panci berisi mi instan rasa soto yang telah matang dan siap disantap.
"Serah deh. Makan dulu. Lapar. Kasian mi soto ku."
Julian segera memasukkan suapan besar ke dalam mulutnya. Tak butuh waktu lama bagi Julian untuk menghabiskan sepanci mi itu. Setelah membereskan semua peralatan makannya, ia duduk di sofa ruang keluarga sambil menyalakan televisi dan mencari siaran tv kabel yang menayangkan anime.
Tahun ini Julian akan memasuki usia delapan belas tahun. Tapi hobinya dalam menonton anime sepertinya tidak akan hilang. Baginya, anime bukan hanya untuk anak - anak. Karena beberapa anime pun justru tidak cocok dan layak dilihat anak - anak.
Setelah menemukan stasiun yang dicarinya, Julian bersiap memposisikan diri saat tiba-tiba ponselnya kembali berdering. Julian melirik dan sebuah nomor tak dikenal terpampang di layar.
Siapa nih? batinnya.
"Halo? Selamat siang dengan siapa?"
" .... " Sapaan Julian tidak terbalas. Tidak ada suara yang terdengar dari seberang.
"Halo?" sapa Julian kembali.
Namun tetap tidak ada sahutan. Julian menggerutu kesal dan segera mematikan ponselnya. Tak berapa lama ponselnya kembali berdering. Dan Julian kembali menyapa dengan suara ramah. Dan sekali lagi tidak ada jawaban dari si penelepon. Julian mematikan ponsel dan membantingnya ke sofa.
YOU ARE READING
You are my Eden
Fantasy"Julian, kau tau tentang omega?" "Kandungan minyak ikan kod, kan?" "Julian, aku seorang alpha" "... mart?" "Julian, boleh aku menciummu?" "Hah?" "Sedikit sa-" Kalimat Aiden belum mencapai titik akhir saat bayangan Julian menghilang dari hadapannya. ...