Yang Disimpan Rapat, Percuma...

67 11 0
                                    

- BASWARA POV -

'Kenapa kalau dari hari Senin ke hari weekend itu lama banget ya? giliran dari weekend ke hari Senin waktunya cuman sehari.' Satu waktu, Hendri pernah bertanya seperti itu padaku, walaupun sepertinya dia tidak menyadari, weekend juga bukan hal spesial banget, sih. Deri mungkin lupa, kita harus kerja part time. Jadi seharusnya, meski hari Senin sudah ada di depan mata, gak ada alasan buat males dateng ke kampus.

Tapi raut wajahnya pagi ini sangat lesu. Matanya mirip mata panda. Sebagai anak DKV yang punya jiwa seni tinggi, tabung gambar arsiteknya selalu menempel dipunggung, plus satu tote bag bertuliskan printing nama jurusannya.

"Begadang lagi Der? nonton netflix?" Lucas menegur, sambil menyalakan stater motornya. Di belakang Lucas, Widuri sudah rapih membawa portofolio maket, katanya hari ini dia ada presentasi.

"Engga sih, gua begadangin tugas Visual Merchandising abis balik part time, baru kelar jam 3 pagi," katanya sambil menguap lalu disusul mengucek kedua matanya yang sedikit berair.

"Lu mandi gak sih? begadang sih begadang, tapi gak gini juga kali Der, masa lo make kemeja sampe terbalik." Lucas yang menyadari pertama kali, aku dan Widuri sontak menertawakan kebodohan Hendri, namun target candaan hanya menghela napas tidak peduli.

"Udah deh, sana anterin Widuri. Lo gak nyadar apa, beda kampus sama cewe lo. Kalo sampe kesiangan muter jalannya jauh lagi kan."

Tanpa diduga tanpa disangka, Hendri justru memperhatikan Lucas. Ya, kampus kami berbeda. Aku dan Lucas berada di kampus yang sama, sementara kampus Hendri sama dengan kampus Widuri.

Aku, Lucas dan Widuri yang menyadari betapa semrawutnya penampilan Hendri menaruh khawatir. Bagaimana jika di tengah jalan Hendri hilang kendali, bagaimana jika dia tiba-tiba mengantuk dan motornya melenceng arah. Kami bertiga berpandangan, seolah bisa membaca isi pikiran satu sama lain. Widuri dengan gesit turun dari atas joknya, membuat Lucas sedikit menoleh, dan kemudian menghampiri Hendri.

"Cukk, udah sini aku boncengin." Widuri segera menggeser tubuh Hendri agar mundur dari posisi kemudi. Hendri yang sedikit terkejut langsung menoleh kearah Lucas dan yang di tatap hanya mengangguk kalem.

"Udah gapapa. Gue berangkat ke kampus sendiri, lu bareng Widuri aja daripada lu kenapa-kenapa di jalan. Lagian kalian satu kampus kan." Lucas selaku kekasih sudah memberi lampu hijau, sedangkan anak gadis satu-satunya dalam lingkaran pertamanan kami ini, mengacungkan jempolnya ke udara. Tanda dia setuju dan tidak ada yang harus dipermasalahkan.

"Tapi gak usah meluk-meluk gue lu, awas yeee. Modus ngantuk gelendotan, urusan lo sama Lucas!" ucap Widuri dengan nada bercanda, yang diakhiri tawa renyah kami semua.

"Yee, lagian juga gue gak mau meluk lo, dihh rajin amat." Hendri membuang muka.

"Ish, udah untung lo gue bocengin, kurang perhatian apa gue?" Widuri mulai memelotot.

"Lagian gue gak minta di perhatiin lo. Lo perhatiin aja noh si kodok." Kodok yang di maksud di sini adalah Lucas. Julukan yang kami berikan karena mata Lucas yang besar seperti kodok, ditambah lelaki bongsor ini takut terhadap hewan bernama kodok.

"Lah, gue diem, gue juga yang kena," Lucas nampak tidak terima.

"Lo kalo ngebacot aja, gue lempar ya ke aspal jalan depan lampu merah," Widuri mulai memuncak lagi di ambang amarahnya.

"Lah kan ini motor gua, yang ada lo yang gue lempar ke aspal lah!"

"Kan yang nyetir gue, yang ngantuk elo. Ya elo yang harus ngikutin kata gue lah,"

Elegi BaswaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang