1. Vincent

6 1 0
                                    

Aku memasuki pintu bar yang terbuat dari kaca itu. Semua orang menatapku. Aku sudah menduga tatapan ini. Mungkin mereka menatapku karena lencana bunga ku. 3 merah 2 biru. Atau pada mukaku yang seakan-akan ingin membunuh seseorang. Atau pada tas yang kukenakan di punggung, tas besar yang panjang. Tapi kemudian para unflower ini kembali ke urusan mereka lagi. Mereka tertawa terbahak-bahak, mereka minum-minum, mereka merasakan hidup yang bebas, menyebalkan.

Tapi, aku memang berniat membunuh seseorang hari ini, aku ingin membunuh satu eksekutor saja, aku ingin cepat-cepat melepas lencana kelopak flower sialan ini. Oleh sebab itu aku datang ke tempat para unbloom ini. Di bar inilah satu-satunya tempat dimana unbloom tidak terlalu menghindari flower. Tapi memang, setelah aku menginjakkan kaki di bar ini, ada beberapa unbloom yang langsung pergi tanpa ragu. Kesenjangan antara unbloom dan flower memang sangat terlihat jelas. ditambah lagi lambang terkutuk yang di sematkan di dadaku ini. Seakan lambang ini berteriak cepat jauh-jauh! Aku akan menghancurkan tempat ini!

Aku duduk di salah satu kursi dan dengan refleks menaikkan kakiku ke atas meja. menaruh tas panjang-ku di sebelah kakiku, aku bisa melihat 2 risleting di setiap ujung tas-ku. Risleting hitam dan risleting putih. Sambil pura-pura meminum air putih di atas meja, aku melihat sekeliling.

Tanpa memakai lencana eksekutor pun, aku tahu siapa saja eksekutor di ruangan ini, terlihat dari gerak-geriknya.

'7 orang,' pikirku

Seperti menjawab pikiranku, suara terdengar di telingaku, dan hanya aku sajalah yang bisa mendengarnya. Suara yang datang dalam diriku. Tidak, delapan. Suara itu terdengar seperti bisikan, bisikan dari suaraku sendiri.

'Delapan?' Balasku 'satu lagi yang mana, Noa?' aku pun mulai melihat sekeliling '1 di meja 2. 2 orang sedang dibalik meja tamu, 2 orang di meja 4, 1 di depan toilet, 1 lagi di pojok ruangan sebelah kanan' aku menenggak minuman ku.

Satu lagi adalah ibu-ibu gembrot yang duduk di meja 2, kau melihatnya kan? Suara itu berbisik lagi sudah kubilang kan kau tidak dapat dipercaya, biar aku saja yang melakukannya

'Jangan bercanda, kali ini giliranku, akulah yang harus mendapat kelopak ketiga' batinku sambil memainkan risleting hitam tas-ku. Aku berkonstentrasi dalam melihat para eksekutor ini. mempertimbangkan kapan saatnya aku melubangi salah satu kepala mereka. Benar kata Noa, Ibu-ibu gembrot yang melihatku dengan tatapan aneh itu bahkan mungkin pemimpin dalam operasi ini.

Saat aku sedang memikirkan rencana hebat di kepalaku, satu eksekutor mendekati ku dan menawari aku bir.

"Tuan, ini bir ter-enak di bar ini, silakan dicicipi sedikit" katanya.

Dia tahu kalau aku flower, tapi apa dia tahu kalau aku juga menyadari bahwa dia eksekutor. Hah, membingungkan. Saat dia pergi, aku menumpahkan bir ini ke lantai. Tidak ada yang memperhatikanku karena suara bar terlalu berisik, kecuali para eksekutor itu tentu saja. Mereka mengerling menatap ke arahku. Eksekutor yang tadi menyuguhiku minum lalu datang ke mejaku lagi. Dengan tatapan bingung, atau pura-pura bingung.

"Apa bir nya tidak enak tuan?" tanyaya dengan senyum pelayannya

"Aku bosan dengan permainan ini" kataku. Lalu dengan cepat aku mengambil 2 hand gun ku lalu menodongkannya ke mata si pelayan itu. Saat itu juga terdengar bunyi tembakan serentak dari eksekutor yang lain. Para unbloom lalu berteriak ketakutan dan berlari keluar dari bar. Para eksekutor semua masing-masing memegang senjata dan menembakkannya padaku. Tapi mereka meremehkan aku. Aku, lebih cepat dari mereka dan bisa menumbangkan mereka satu persatu. Aku sudah memperkirakan lokasi mereka dan dengan mudah aku menembaki mereka semua. Satu persatu tumbang. kecuali si ibu-ibu gembrot yang berlari keluar.

Dengan kesal aku mengambil tasku dan berlari keluar mengejar si eksekutor itu. karena terhalang oleh orang-orang yang berteriak dan berlari keluar, dia berlari cukup jauh melewati gang-gang sempit.

Mungkin ini jebakan

'Biar saja, aku ingin cepat-cepat kelopak 3' aku membalas bisikan itu dalam hati

Si ibu-ibu gembrot itu lalu berhenti di suatu lapangan luas yang sepi. Dia berbalik dan menatapku

"Kau memang bodoh ya" katanya. Aku pun membuka rislerting hitam-ku dan mengeluarkan senjata terbaikku, Lalu aku menembak si ibu gembrot dengan keakuratan yang tinggi. Tetapi si eksekutor ini malah tersenyum dan seketika itu juga. Dia membelah diri. Yang kumaksud di sini adalah dia berubah menjadi benar-benar banyak. Dia atau mereka, adalah segerombolan ibu-ibu gembrot yang memegang senjata masing-masing. Ada yang pemukul dengan paku-paku berbahaya, ada hand gun, bahkan yang memakai pecut pun ada.

Sudah kubilang kan, ini jebakan

Aku mundur kebelakang, mencari jarak pandang yang sejauh-jauhnya untuk bisa menembaki mereka secara akurat. Tapi setiap aku menumbangkan mereka, mereka makin banyak. Sepertinya, diantara semua orang ini, ada satu orang asli yang merupakan titik vital, jika si orang ini tertembak, maka permainan ini akan berakhir. Oleh sebab itu, si yang asli ini harus terlindung dengan baik juga harus bisa melihat dengan baik. Sambil menembak dan ditembaki, aku melihat mereka semua secara seksama, mencari orang yang tepat. Dan aku melihatnya. Dia ada di belakang, terlindung oleh dia yang lainnya dan bisa melihat dengan jelas. Tapi dia benar-benar terlindung. Aku harus mengecoh mereka semua dengan kecepatanku. aku pun berlari ke arah kiri, saat semua orang mengikutiku ke kiri, dengan kecepatanku, aku dengan segera berbalik arah ke kanan, saat semua tidak bisa mengikuti kecepatanku, aku membidik si orang asli ini. dan bang! Dia terjatuh.

Lalu semua ibu-ibu gembrot di sana menghilang, tepat saat ia tumbang.

Aku pun menghela nafas lega sampai tidak kusadari ada orang yang memukul punggung ku dari belakang, membuatku terjatuh dan sedikit kehilangan kesadaran. Sebelum aku sadar, aku sudah kehilangan kendali atas panca indera ku. dan Noa berkata

'Sekarang adalah giliranku' 

Bloom BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang