01

72 6 7
                                    

Good Bye, Babe
01

Pemuda bersurai coklat itu berjalan santai dengan jas putih yang ada di lengannya. Ia baru saja selesai melakukan operasi dan akan pulang. Berharap agar besok, ia dapat tidur nyenyak dalam setengah hari tanpa gangguan karena hari ini banyak  sekali orang yang membutuhkan bantuannya. Rasanya lelah sekali.

Mungkin jadwal tidur nyenyak tidak dapat dilakukan hari ini ataupun besok, karena ia melihat temannya yang memiliki surai hitam legam berlari kearahnya dengan wajah panik.

"Ada apa Mikasa? Tenanglah..." Pemuda itu menghampiri teman perempuannya yang kesulitan bernafas.

"Eren... Tolong nii-san... Dia pingsan... berdarah, banyak... Darahnya keluar dari hidung... Dia-"

"Oke oke... Kamu tenang, sekarang nii-san mu itu ada dimana? Tunjukkan padaku..." Eren Jeager yang tidak tega melihat temannya ini panik, segera memeluk dan mengelus punggungnya. Sangat jarang sekali melihat Mikasa Ackerman yang notabene nya seseorang berdarah dingin, terlihat panik dan hampir menangis.

Mikasa mengangguk, lalu menarik lengan Eren dengan paksa, membuat Eren memekik pelan. Walaupun ia laki laki, tetapi jika dibandingkan dengan fisik Mikasa, ia hanyalah ranting rapuh yang akan hancur ketika dicengkeram kencang. Dokter tidak pernah berolahraga.

"Ah Eren-sama... maafkan kami karena telah mengurangi jam istirahat anda, kami tidak bisa menangani hal ini karena semua yang menjaga malam disini hanyalah para koas. Tidak ada dokter resmi selain anda disini tuan." Ucap salah satu suster yang sedang memegangi kepala yang dimaksud Mikasa sembari menyumbat hidungnya menggunakan tisu.

"Oke baiklah... Pegangi seperti itu, hingga darahnya berhenti mengalir, bawa dia ke ICU. Tidak mungkin bukan, jika saya menanganinya disini?" Ucap Eren dengan nada lembut seperti saat ia menangani pasien.

"Baik tuan."

"Hah... Kebiasaan, panggil dokter saja."

"Oke, Mikasa, kamu tunggu di tempat duduk, dan tenanglah..." Lanjut Eren sambil menuntun Mikasa yang masih syok karena melihat kakaknya mengeluarkan darah. Setelah membuat Mikasa tenang, Eren segera masuk ke dalam ICU untuk menangani lelaki itu lebih lanjut.

Mikasa menunggu diluar sambil sesekali matanya melirik ke arah pintu, menunggu kabar dari Eren yang tak kunjung keluar. Namun, tak lama kemudian, Eren keluar dengan senyum yang dipaksakan.

"Mikasa Ackerman..."

"Siapa nama nii-san mu itu?" Eren berucap dengan nada menakutkan, membuat Mikasa bergidik.

"Ri-Rivaille Ackerman? Ada apa dengan kakakku?" Jawabnya sekaligus bertanya.

"Kumohon, besok lagi, jangan membuat keributan seperti ini di rumah sakit, apalagi di tengah malam."

"Tuan Rivaille tidak apa. Beruntung dia hanya kelelahan... Setelah infusnya habis, ia akan dipindah ke ruang rawat, jika keadaannya membaik dalam tiga hari, ia boleh pulang." Lanjut Eren, masih dengan senyum mengerikannya. Rasanya seperti ingin menghancurkan sesuatu, walaupun ia mengerti pekerjaan dokter seperti ini.

Hari ini, ia telah menangani 3 operasi yang berat, dan memakan waktu berjam-jam, namun saat ia ingin beristirahat, ada saja cobaan yang datang. Dan kini ia telah membuang waktu istirahatnya selama 1 jam demi menangani pasien yang kelelahan. Bukannya apa, ia memang sudah sangat lelah sekali.

"Aku pulang Mikasa, kau juga sebaiknya istirahatlah."

"Aku tidak marah pada pasien Mikasa, beruntung Rivaille-san memiliki wajah cantik, aku tidak bisa marah karena mengingat wajahnya..." Eren terkekeh, membayangkan bagaimana ia dapat menaklukkan hati seorang Ackerman yang sepertinya memiliki sifat dingin nan tsundere itu.

Good Bye, BabeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang