Chapter 1 - Keluarga

24 4 1
                                    

Hai! Namaku Verra. Setidaknya aku memanggil diriku seperti itu. Karena mamaku tidak memberiku nama sama sekali dan hanya memanggilku dengan sebutan yang berbeda-beda tiap harinya, makannya aku menyuruhnya untuk memanggilku Verra. Verra yang artinya, 'kesenangan', mungkin? Faktanya, aku sangat senang jika aku dipanggil dengan nama itu, seperti ada yang menggelitik di hati.

Mari kita kesampingkan hal itu, hari ini adalah ulang tahunku yang ke 6. Aku diajak pergi mencari makan sama mama sebagai hadiah ulang tahun.

Meski di hari spesial ini aku sengaja bangun lebih awal, tapi aku sudah disambut oleh figur mama yang sedang berjaga di luar rumah dengan benda yang dia sebut sebagai 'senapan' di pundaknya.

Oh, ngomong-ngomong tentang rumah, rumahku tidak sebagus seperti apa yang kalian pikirkan. Hanya sebuah gedung bertingkat yang setengah hancur dan sudah berlumut di lantai serta temboknya. Meskipun begitu, percayalah kalau semua bangunan di luar sana juga bernasib sama dengan rumahku ini, bahkan lebih parah. Pun, aku hanya tidur di lantai yang beralaskan kulit hewan.

Di lain hal, aku sama sekali tidak pernah melihat mama tidur malam. Apa mungkin karena aku selalu tidur cepat? atau mama tidur tanpa sepengetahuanku? Aku tidak tahu. Setiap pagi, aku selalu melihatnya di depan rumah dengan ekspresi yang sama di wajahnya.

Aku pergi ke luar untuk menyapa mama, "Selamat pagi, mama!" sahutku riang. Dia tidak menjawab selain dengan sebuah anggukan, seperti biasa. Aku pun memeluknya sebentar sebelum aku berlari menuju ke belakang rumah. Aku bisa saja mengambil jalan yang lebih dekat, yaitu pintu belakang untuk ke kolam mandi. Namun, jika seperti itu aku tidak bisa mengucapkan selamat pagi pada mama dan memeluknya, seperti yang baru saja kulakukan.

===

Aku sampai di kolam, belakang rumah. Di kolam ini, airnya sangat jernih, terlepas dari banyaknya lumut yang menempel di pinggir. Aku sudah tidak sabar untuk berendam dan membasahi rambutku dengan air yang sejuk ini.

Aku melepaskan bajuku lalu menceburkan diri ke dalamnya.

"Phwa- huu dingin!" Keluhku sambil memeluk tubuhku sendiri. Meskipun begitu, rasa dingin ini tidak menghentikanku untuk menikmati segarnya mandi pagi.

Aku berendam sangat lama sampai-sampai matahari sudah tak bersembunyi lagi di ujung langit.

Tiba-tiba, mama pun menghampiriku dengan sepasang kain yang terlipat rapi di tangannya. "Bajumu," ucapnya singkat. Yah, lagipula mama juga jarang berkata-kata dari dulu.

"Hum! Terima kasih!" Aku mengangguk.

"Bersiaplah, kita akan berburu sebentar lagi."

"Ya, segera!" Balasku. Aku pun cepat-cepat keluar dari kolam dan mengeringkan tubuhku dengan kain berbulu yang selalu mama bawa bersama bajuku yang lain. Katanya, kain berbulu ini dapat mengeringkan tubuh lebih cepat daripada berjemur di bawah sinar matahari. Dan itu benar.

Setelah aku mengeringkan semua sisi tubuhku yang basah dengan kain berbulu, aku lekas memakai baju berukuran besar yang masih terlipat rapi di lantai.

Meskipun satu baju ini saja sudah menutupiku sampai ke lutut, tapi baju ini sangatlah longgar. Mamaku pun sampai harus mengikatnya di bagian pundakku agar bajunya tidak merosot hingga ke bawah. Kapan aku bisa punya baju yang cantik seperti mama, ya? Aku juga ingin baju pelayan mama.

Sewaktu aku masih terpesona membayangkan diriku mengenakan baju mama, tangan yang telah merawatku sejak kecil itu pun menghampiriku, di atasnya ada sebuah benda tajam yang mama sebut dengan, 'pisau'.

Aku meraihnya. "Jadi, apa kita akan mencari makanan rusa lagi?" tanyaku sambil memegangi erat bagian yang tidak tajam dari pisau tersebut.

"Berburu rusa," jawab mama setelah dia mengiyakan pertanyaanku.

"Berburu.... Berburu rusa," aku berpikir sejenak, "baiklah!" Aku baru mengetahui kalau kata 'mencari makanan' yang sering kupakai sampai beberapa detik lalu itu yang benarnya adalah 'berburu'. Tidak apa-apa, aku belajar hal baru dari mama dan aku menyukainya.

Aku mengikuti mama di belakang sambil berulang-ulang mengucapkan kata, "Berburu~ Berburu~", aku bahkan menyanyi dengan itu. Tujuan pertama kami sudah jelas, yaitu garasi toko yang ada di seberang rumah.

Aku pun menyebrangi jalan aspal yang penuh dengan retakan serta daun-daun yang tumbuh di atasnya.

Saat mama berhenti sejenak di depan garasi, aku kembali bertanya, "Apa kita akan mengendarai Rei?"

Sebagai respon, mama hanya mengalihkan pandangannya ke arahku dan mengangguk kecil. Duh, jika saja mama orangnya suka berbicara, mungkin dia akan menjawabku panjang lebar dengan suara lembutnya itu. Bagaimanapun juga, sisi mama yang seperti itu hanya berupa khayalanku semata, tidak akan pernah terjadi, walaupun aku sudah selalu berharap.

Setelah garasi dibuka, aku melihat sebuah ruangan kosong yang kacau sekaligus kotor, sebuah tempat yang sangat membuatku tidak nyaman. Di dalamnya ada sebuah besi yang menarik mata, berbentuk persegi panjang yang berdiri tegak, dengan sebuah bola merah yang terpasang padanya layaknya sebuah mata.

"Rei!" sahutku pada besi tersebut. Aku kemudian berlari kecil mengitari Rei yang belum bangun dari tidurnya. "Rei si pemalas!" candaku padanya. Lagipula, dia tidak bisa mendengarku. Kalau Rei tidur, dia tidak pernah merespon apapun yang terjadi di sekelilingnya, bahkan jika aku menendangnya, tapi tentu saja hal itu akan membuat mama marah, mungkin? Aku tidak pernah sekalipun mencoba untuk menendang Rei atau bahkan melakukan hal yang kupikir mama bisa marah karenanya, jadi aku tidak tahu sama sekali. Mama tidak pernah membuatku marah sekalipun, jadi aku juga akan melakukan hal yang sama.

Di bagian puncak tubuh Rei, terlihat mama yang menekan sesuatu. Apa itu titik lemah Rei agar dia bangun? batinku bertanya-tanya.

Ternyata benar! Setelah mama menekan sesuatu di atas sana, mata Rei menyala terang dan dia pun dengan cepat bergerak keluar garasi.

Apa kau dengar itu? Itu adalah suara benturan yang sangat keras ketika aku terjatuh ke lantai karena saking terkejutnya. Aku tidak menyangka kalau Rei akan sangat bersemangat seperti tadi. Biasanya, aku hanya melihatnya berjalan lambat di belakang mama saat sore hari, setelah mama pulang dari berburu. Mungkin karena kali ini aku bangun awal, aku jadi bisa mengetahui sisi lain Rei yang bersemangat ini.

Mama melihatku tanpa ada ekspresi, cuma datar. Namun, di balik wajah itu sebenarnya dia sangat perhatian kepadaku. Fakta kalau dia memberikan tangannya padaku untukku raih sudah lebih dari cukup untuk membuktikannya.

Aku mengambil tangan itu. Tangan yang selalu kupegang sejak kecil. Kaku, keras, dan dingin, seperti biasa, berbeda dari tanganku sendiri.

Terkadang, aku penasaran dengan mama sebelum dia bertemu denganku. Meskipun begitu, setelah kutanyai pun dia hanya menceritakan tentang dirinya dengan bahasa yang sulit kupahami, seperti, 'kiamat', 'robot', 'sistem' atau apalah itu. Dia juga bercerita kalau orang tuaku yang sebenarnya sudah meninggal sejak aku masih bayi. Akan tetapi, aku tidak terlalu memendamnya dalam hati, karena orang tua yang kutahu hanyalah mama seorang saja, dan tentu saja Rei sebagai pembantu mama.

Mama kemudian berjalan menuju Rei yang menunggu di luar, aku pun mengikutinya di samping sambil memegang erat tangannya.

Rei ditekan lagi oleh mama dan tubuhnya pun berubah. Yang semula hanya berupa persegi panjang yang bergerak dengan roda di bawahnya, kini sepasang kaki terbentuk, yang masing-masingnya berada di kiri dan kanan, tentunya bukan kaki seperti yang kalian bayangkan, tapi sepasang kaki persegi dengan roda di bawahnya. Setengah tubuh bagian belakangnya pun terbuka sebagai tempat kami untuk naik.

Setelah mama naik ke tempat yang disediakan Rei, kini giliranku pula yang ikut naik. Mama memberiku tempat di depan agar aku bisa melihat pemandangan yang akan kami lalui.

"Aku siap!" seruku penuh semangat. Aku merasa kalau diriku dapat meledak karena perasaan senang yang meluap-luap ini. Tepat setelah aku meneriakkan kata itu, tiba-tiba Rei bergerak ke depan, mengikuti jalan besar yang banyak ditumbuhi oleh tumbuhan.

Aku pun menutup mata dan tersenyum lebar.

Ya, inilah keluargaku! Keluarga yang paling kusayangi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 30, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DystopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang